2. SELAMA HIDUPNYA YUDAS PERNAH TIDAK MENGHARGAI ORANG LAIN
Jika Tuhan Yesus saja tidak dihargai, jangan sekali-kali kita mengharapkan orang tersebut menghargai orang lain. Ketika Maria mengurapi kaki Tuhan Yesus jelas motivasinya sangat murni, ia tidak berbuat hal yang salah. Tetapi sikap Yudas yang tidak simpatik mucul di sini, ia menudingnya sebagai sebuah pemborosan, karena memakai minyak wangi Narwastu yang mahal. Padahal tidak ada urusannya dengan Yudas, minyak wangi itu mahal atau murah, katrena Maria memakai uang prinbadinya membeli. Sebenarnya nasihatnya memang cukup masuk akal, lebih baik uang yang dibelikan Narwastu itu dipakai untuk menolong orang miskin. Bahasanya cukup rohani dan menyentuh perasan. Tetapi Yesus itu tidak bisa dibohongi, Ia membaca isi hati dan pikiran manusia secara menyeluruh, termasuk juga apa yang sedang dipikirkan Yudas. Oleh karena itu jawaban Yesus yang menemplak mereka adalah, orang-orang miskin selalu ada padamu, sedangkan Aku tidak. Dalam ucapan Yudas Iskariot yang kelihatannya masuk akal itu ada tersimpan sesuatu rahasia yang mendalam. Yudas sesungguhnya tidak bermaksud agar uang tersebut dikirim kepada orang miskin, tetapi rupanya ia sedang memikirkan segi kegunaan uang itu bagi pribadinya.
Jabatannya di dalam kelompok persekutuan murid-murid (rasul-rasul) sebagai seorang bendahara, sementara itu Yohanes 12:6 menyebutkannnya sebagai seorang pencuri.. Baginya jikalau ada persembahan yang masuk, itu berarti tabungannya juga bertambah. Aktingnya terbongkar tatkala ia mencoba untuk menegor Maria, bagi Yudas itu merupakan pemborosan, tetapi bagi Yesus tidak.
Oleh karena selalu mementingkan diri sendiri, maka sikap Yudas Iskariot itu menjadi tidak menghargai orang lain. Aksi sosial yang dijalankan bagi orang miskin hanya merupakan topeng belaka, sementara ada banyak dana yang dikorupsi untuk keperluan pribadi. Jadi ketamakan yang ditambah dengan penipuan sudah begitu menggerogoti jiwa dan menguasai hatinya. Hal itu membuat dirinya tidak sangup untuk melakukan sesuatu dengan jujur atau sesuatu perbuatan yang baik dan menguntungkan orang lain. Segala perbuatan dalam kehidupannya selalu hal yang merugikan orang lain.
Terlalu gampang di dalam kehidupan kita terjebak melakukan perbuatan yang seperti Yudas, bukan? Kita, kadang kala melakukan sesuatu perbuatan baik, tetapi embel-embelnya nanti untuk diri kita sendiri, hal ini sering kali kita lakukan tanpa disadari, bahkan dalam hal-hal yang sangat rohani. Oleh sebab itu kita kenal istilah yang diplesetkan orang yakni “ Ada U dibalik B, yang artinya ada Udang dinbalik Batu”. Kita memberi persembahan buat pelayanan di gereja, motivasinya agar nama kita dibaca oleh orang banyak. Kita mau melayani kalau terpilih menjadi pengurus atau majelis, motivasinya sebagai kegagahan. Padahal firman Tuhan mengatakan apa yang diperbuat tangan kananmu jangan diketahui oleh tangan kirimu (Matius 6:3). Sungguh riskan, Tuhan itu maha tahu, tetapi kita lebih suka memberitahukan pada manusia dengan cara gossip ketimbang kepada Tuhan. Mari kita cek motivasi dan hati nurani kita, apakah ada unsur kepentingan diri lebih besar dari mementingkan orang lain?
3. SELAMA HIDUPNYA YUDAS TIDAK MENGHARGAI DIRI SENDIRI
Berdasarkan tidak menghargai diri sendiri maka membuktikan bahwa Yudas Iskariot tidak menghargai Tuhan dan orang lain. Kisah kehidupan Yudas tidak diakhiri dengan berita suka-cita, tetapi justru hal yang sangat mengenaskan. Ia memang menyesal telah menghianati Gurunya, tetapi kuncinya bahwa ia tidak bertobat namunl ia bunuh diri dengan cara yang sangat tragis. Tragedi ini seharusnya menjadi peringatan terus-menerus bagi orang-orang percaya.
Memang ada orang yang mencoba merekah-rekah, mengapa Yudas itu sampai hati menjual Gurunya. Menurut beberapa ahli secara psikologi, ternyata ada beberapa masukan yakni; Yudas itu tamak, cinta uang, ada perasaan cemburu kepada murid-murid yang lain dan ketakutannya akan akhir pelayanan Gurunya yang tidak terelakkan Matius 20:17 (kematian), sehingga mendorongnya untuk menghianati Gurunya dan rekan-rekannya dan menyelamatkan diri. Menurut de Quincey apa yang dilakukan Yudas semata-mata untuk memaksa Yesus menyatakan diri sebagai Mesias. Kemudian ditambah lagi dengan hati yang sebal dan dendam yang timbul sesudah harapan-harapan duniawinya pudar; hati yang tidak senang menjurus kepada penyesalan mengikuti Tuhan Yesus, dan penyesalan ini berubah menjadi kebencian. Benar Yudas itu dipilih oleh Yesus, kita tidak boleh meragukan itu (Matius10:1-4). Pada mulanya Yudas dipandang sebagai murid yang berbakat dan bisa dipercaya, buktinya ia boleh menjabat sebagai bendahara. Namun pra-pengetahuan Yesus tidak mencakup pra penentuan, bahwa Yudas secara tak terelakkan harus menjadi pengkhianat. Yudas tidak pernah sungguh-sungguh ikut Yesus, oleh sebab itu ia tetap “yang telah ditentukan untuk binasa” sudah binasa karena tak pernah diselamatkan (Yohanes 17:12). Alkitab tidak pernah menceritakan pertobatan Yudas, memang ia pernah menyesal karena menyerahkan Tuhan Yesus dengan imbalan tiga puluh keping perak, tetapi ia tidak pernah bertobat (Matius 27).
Yudas Iskariot tidak bertobat, ia hanya mengambil jalan pintas. Kisah 1:25 mencatat bahwa ia telah jatuh ke tempat yang wajar baginya. Seorang pengkhianat Yesus yang tidak mau kembali pada Yesus, tempat yang wajar baginya yakni neraka, tidak ada pilihan lain lagi. Di sini pembuktian bahwa Yudas sesungguhnya tidak menghargai dirinya sendiri. Tuhan Yesus cukup memberikan didikan, kesabaran, namun dia tetap tidak mau kembali ke jalan yang benar, dia merasa dirinya hina, tidak berharga, lebih wajar jika ke neraka. Sebagai orang yang mengaku anak Tuhan, kita harus menghargai ciptaan tuhan, terutama diri kita sendiri yang merupakan ciptaannya sempurna. Namun dosa telah menggerogot diri kita, kita butuh Penyelamat. Hargailah diri kita sendiri, pastikan sudah meperolah keselamatan melalui pengorbanan Yesus Kristus.
Hari ini kita bukan pengkhianat Yesus, kita juga tidak pernah menjual Yesus hingga disalibkan. Namun yang pasti kita adalah insan ciptaan Tuhan! Adakah kita menghargai diri anda sendiri? Jikalau kita benar-benar menghargai diri, maka ada satu pertanyaan penting bagi kita, sesudah meninggalkan dunia ini kira-kira mau menuju ke mana? Kita pasti tidak akan membiarkan diri masuk ke tempat yang “wajar” seperti tempatnya Yudas Iskariot, yakni neraka, kita tentu akan memilih surga? Benar tidak? Jikalau benar maka kita hanya punya satu jalan yang harus dipilih, yakni menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat. Lalu kita mungkin mengatakan bahwa saya sudah menerima Yesus, tidak masalah lagi dengan keselamatan. Jika demikian. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan orang lain? Mungkin itu kakak atau adik kita. Mungkin itu orang tua kita. Mungkin itu famili kita dan mungkin kekasih kita. Adakah kerinduan Anda untuk menyampaikan berita keselamatan ini bagi mereka? Jikalau kita mempunyai kasih yang murni dari Tuhan Yesus, bukan kasih yang penuh kepalsuan seperti Yudas Iskariot, maka kita pasti mempunyai kerinduan besar memberitakan kabar keselamatan ini bagi orang lain. Jangan seperti Yudas Iskariot, setelah ciuman maut itu, ia juga menuju ke dalam maut.
Saumiman Saud, San Francisco