[caption caption="Sebuah Kecupan Bersianida, Foto : Koleksi pribadi didesain via freeiftmaker.me"][/caption]“
Bacaan : Matius 26:14-16; Yohanes 12:1-8; I Kor 9:27
Menyebutkan diri pengikut Kristus, sibuk dalam melayani, berkorban uang dan waktu, menguras tenaga dan keringat, tetapi tidak pernah menikmati kerajaan Allah, inilah orang yang paling kurang beruntung di dunia. Peristiwa tragis ini terjadi ketika seorang pengikut Tuhan Yesus tidak sungguh-sungguh berkomitmen di dalam peyerahan diri dan taat. Memang benar dia berada dilingkungan persekutuan bersama murid-murid lainnya, menjalankan upacara dan ibadah keagamaan cukup sakral, namun ia tidak memiliki Roh yang dari pada-Nya (lihat Roma 8:9b). Oleh sebab itu jerih payah orang ini akan menjadi sia-sia, kasus ini yang paling ditakuti oleh rasul Paulus (1 Korintus 9:27); dan saya yakin ini juga merupakan ketakutan kita.
DI Alkitab kita bisa melihat bagaimana tokoh-tokoh Alkitab itu pasang naik dan pasang surut imannya. Misalnya Elia, ada satu masa ia begitu berani, namun ada satu masa ia pengecut. Daud, ada satu masa ia begitu rohani, namun ada satu masa ia begitu menjijikkan. Petrus ada satau masa ia begitu beriman dan hendak menjadi pahlawan, namun ada satu masa ia mengkhianati Yesus karena takut. Namun terlepas dari kelemahan mereka, kita masih dapat memberikan apresiasi bahwa tatkala terpojok pada kelemahan mereka itu, mereka datang kepada Tuhan dan bertobat. Hal ini yang beda dengan seorang murid Tuhan Yesus yang bernama Yudas Iskariot. Ia mengalami kegagalan yang berlipat ganda. Mengapa? Dalam kehidupan Yudas Iskariot tidak ditemukan adanya unsur-unsur kebaikan dan pertobatan. Hal ini membuktikan bahwa hidup dalam persekutuan dan lingkungan orang-orang percaya tidak menjamin seseorang hidup dan mengenal lebih dalam pada Kristus.
Pertanyaannya hari ini adalah, Mengapa Yudas dengan tega mengkhianati Gurunya? Apa latar belakangnya? Bukankah Yudas seharusnya seperti murid-murid lain yang sangat mengasihi sang Guru? Sang Guru tidak pernah sekalipun menyakiti murid-murid-Nya. Mengapa? Ada tiga hal yang tercatat untuk kita jawab bersama.
1. SELAMA HIDUPNYA YUDAS TIDAK PERNAH MENGHARGAI TUHAN YESUS
Yudas Iskariot itu murid yang sah, dia salah satu murid yang dipilih Tuhan Yesus secara langsung setelah melalui doa, ia berasal dari kota Keriot di Yehuda. Seharusnya sebagai seorang murid yang baik pasti ia akan menghargai Gurunya, namun sikap ini rupanya tidak terlihat dari sikap hidup Yudas Iskariot. Jadi sejak semula sudah ada unsur-unsur yang nampak bahwa Yudas bakal melakukan sesuatu yang secara manusia merugikan Tuhan Yesus. Salah satunya yang terlihat adalah tatkala Maria mengurapi kaki Tuhan Yesus dengan minyak Narwastu. Yudas dengan terus terang menegur sikap Maria, baginya minyak tersebut lebih baik dijual lalu uangnya dipersembahkan bagi orang-orang miskin dan pekerjaan Tuhan (coba anda perhatikan Yohanes 12:1-8 ada indikasi yang lebih jelas menyebutkan bahwa yang menegor itu Yudas, Matius 26:6-13 dan Markus 14:3-9 tidak menyebutkan nama murid).
Bagaimana menurut anda, apakah etis, jika Yudas mengatakan kalimat ini di depan Tuhan Yesus yang nota bene adalah Gurunya. Melalui konteks pembicaraan ini jelas bahwa Yudas tidak menghargai Yesus sebagai seorang Guru, sehingga kalimat itu dilontarkan tanpa pernah merasa bersalah.
Tidak dihargai oleh seseorang sesungguhnya sesuatu sikap yang kita terima dan yang sangat menyakitkan, saya yakin secara manusiawi Yesus merasakan itu. Oleh sebab itu tidak heran kalau secara refleks Yesus menegor Yudas; “Orang-orang miskin itu selalu ada di hati kalian, sementara Aku tidak”? Suatu sindiran yang cukup tajam, namun murid-murid-Nya tetap tidak mengerti. Mengapa Yudas sampai hati memperlakukan Yesus demikian? Jelas di sini pengenalannya akan Yesus cukup dangkal, walaupun tidak dapat kita pungkiri bahwa Yudas pernah hidup bersama-sama Tuhan Yesus kurang lebih tiga sampai tiga setengah tahun, namun semua itu hanya merupakan pengenalan yang semu. Yesus hanya dianggap manusia biasa, guru biasa sama seperti manusia-manusia lainnya. Yudas mengenal Yesus hanya sebatas sebagai “Rabi” seperti yang tertulis di dalam Injil (banding Matius 26:25), beda dengan murid-murid Yesus yang lain mereka mengenal lebih dalam, Yesus sebagai Mesias Anak Allah yang Hidup (Ini merupakan pengakuan Simon Petrus, lihat dan baca Injil Matius 16:16) atau pengakuan Tomas yakni Tuhan Allah (lihat Yohanes 20:28). Bagaimana dengan anda dan saya?Seberapa dalam pengenalan kita akan Tuhan Yesus?
Coba selidiki hati kita hari ini? Siapakah Yesus itu bagi anda? Apakah Dia hanya sebatas hanya seorang Guru? Apakah Dia hanya sebatas Penolong? Apakah hanya sebatas si Penjawab Doa? Apakah hanya sebatas si Penyembuh atau dokter? Jikalau kita membatas-batasi pengenalan kita akan Tuhan Yesus demikian, maka kita akan mengalami kerugian besar, karena kita yang dengan sengaja mengkerdilkan Yesus yang kita sembah. Padahal Yesus itu bukan hanya raja, tetapi Dia Raja atas Segala Raja. Ketika kita mengalami masalah yang sulit terpecahkan kita akan menganggap bahwa Tuhan tidak akan mau menolong kita. Kita hanya percaya bila segala permasalahan dan kesusahan itu bisa dilenyapkan oleh Yesus, dengan kata lain menurut konsep ini orang yang percaya pada Tuhan Yesus tidak pernah menderita. Ini konsep yang keliru, jangan Anda terjerumus. Kalau kita mengadopsi konsep yang keliru ini di dalam kehidupan kita, maka kita tidak pernah akan menghargai Yesus sebagai Tuhan Allah.
Beberapa tahun yang lalu di Jakarta seorang teman hamba Tuhan menceritakan bahwa jemaat yang dilayani itu ada beberapa orang yang sering kali mempersembahkan perabot-perabot rumah buat hamba Tuhan di gereja, satu perbuatan yang patut diteladani oleh jemaat lain tentunya. Namun sayang sekali yang dipersembahkan bukan barang baru, melainkan barang bekas, dari pada dibuang kan sayang sekali. Karena merasa sayang itulah sebabnya maka setiap kali ada jemaat yang mau pindah rumah , ia membeli perabot yang baru; sementara yang bekas dipersembahkan untuk dipakai oleh hamba Tuhan. Yang celakanya, jemaat yang pindah bukan satu orang. Jadi tidak heran di gereja tersebut penuh sesak dengan perabot-perabot bekas. Ini konsep anak Tuhan yang keliru, bagi Tuhan yang jelek dan yang bekas itu tidak apa-apa; asalkan yang untuk dipakai sendiri harus yang paling baik. Orang ini tidak menghargai Tuhan sama sekali. Saya harap anda tidak pernah terpikir untuk berbuat yang demikian terhadap Tuhan.
2. SELAMA HIDUPNYA YUDAS PERNAH TIDAK MENGHARGAI ORANG LAIN
Jika Tuhan Yesus saja tidak dihargai, jangan sekali-kali kita mengharapkan orang tersebut menghargai orang lain. Ketika Maria mengurapi kaki Tuhan Yesus jelas motivasinya sangat murni, ia tidak berbuat hal yang salah. Tetapi sikap Yudas yang tidak simpatik mucul di sini, ia menudingnya sebagai sebuah pemborosan, karena memakai minyak wangi Narwastu yang mahal. Padahal tidak ada urusannya dengan Yudas, minyak wangi itu mahal atau murah, katrena Maria memakai uang prinbadinya membeli. Sebenarnya nasihatnya memang cukup masuk akal, lebih baik uang yang dibelikan Narwastu itu dipakai untuk menolong orang miskin. Bahasanya cukup rohani dan menyentuh perasan. Tetapi Yesus itu tidak bisa dibohongi, Ia membaca isi hati dan pikiran manusia secara menyeluruh, termasuk juga apa yang sedang dipikirkan Yudas. Oleh karena itu jawaban Yesus yang menemplak mereka adalah, orang-orang miskin selalu ada padamu, sedangkan Aku tidak. Dalam ucapan Yudas Iskariot yang kelihatannya masuk akal itu ada tersimpan sesuatu rahasia yang mendalam. Yudas sesungguhnya tidak bermaksud agar uang tersebut dikirim kepada orang miskin, tetapi rupanya ia sedang memikirkan segi kegunaan uang itu bagi pribadinya.
Jabatannya di dalam kelompok persekutuan murid-murid (rasul-rasul) sebagai seorang bendahara, sementara itu Yohanes 12:6 menyebutkannnya sebagai seorang pencuri.. Baginya jikalau ada persembahan yang masuk, itu berarti tabungannya juga bertambah. Aktingnya terbongkar tatkala ia mencoba untuk menegor Maria, bagi Yudas itu merupakan pemborosan, tetapi bagi Yesus tidak.
Oleh karena selalu mementingkan diri sendiri, maka sikap Yudas Iskariot itu menjadi tidak menghargai orang lain. Aksi sosial yang dijalankan bagi orang miskin hanya merupakan topeng belaka, sementara ada banyak dana yang dikorupsi untuk keperluan pribadi. Jadi ketamakan yang ditambah dengan penipuan sudah begitu menggerogoti jiwa dan menguasai hatinya. Hal itu membuat dirinya tidak sangup untuk melakukan sesuatu dengan jujur atau sesuatu perbuatan yang baik dan menguntungkan orang lain. Segala perbuatan dalam kehidupannya selalu hal yang merugikan orang lain.
Terlalu gampang di dalam kehidupan kita terjebak melakukan perbuatan yang seperti Yudas, bukan? Kita, kadang kala melakukan sesuatu perbuatan baik, tetapi embel-embelnya nanti untuk diri kita sendiri, hal ini sering kali kita lakukan tanpa disadari, bahkan dalam hal-hal yang sangat rohani. Oleh sebab itu kita kenal istilah yang diplesetkan orang yakni “ Ada U dibalik B, yang artinya ada Udang dinbalik Batu”. Kita memberi persembahan buat pelayanan di gereja, motivasinya agar nama kita dibaca oleh orang banyak. Kita mau melayani kalau terpilih menjadi pengurus atau majelis, motivasinya sebagai kegagahan. Padahal firman Tuhan mengatakan apa yang diperbuat tangan kananmu jangan diketahui oleh tangan kirimu (Matius 6:3). Sungguh riskan, Tuhan itu maha tahu, tetapi kita lebih suka memberitahukan pada manusia dengan cara gossip ketimbang kepada Tuhan. Mari kita cek motivasi dan hati nurani kita, apakah ada unsur kepentingan diri lebih besar dari mementingkan orang lain?
3. SELAMA HIDUPNYA YUDAS TIDAK MENGHARGAI DIRI SENDIRI
Berdasarkan tidak menghargai diri sendiri maka membuktikan bahwa Yudas Iskariot tidak menghargai Tuhan dan orang lain. Kisah kehidupan Yudas tidak diakhiri dengan berita suka-cita, tetapi justru hal yang sangat mengenaskan. Ia memang menyesal telah menghianati Gurunya, tetapi kuncinya bahwa ia tidak bertobat namunl ia bunuh diri dengan cara yang sangat tragis. Tragedi ini seharusnya menjadi peringatan terus-menerus bagi orang-orang percaya.
Memang ada orang yang mencoba merekah-rekah, mengapa Yudas itu sampai hati menjual Gurunya. Menurut beberapa ahli secara psikologi, ternyata ada beberapa masukan yakni; Yudas itu tamak, cinta uang, ada perasaan cemburu kepada murid-murid yang lain dan ketakutannya akan akhir pelayanan Gurunya yang tidak terelakkan Matius 20:17 (kematian), sehingga mendorongnya untuk menghianati Gurunya dan rekan-rekannya dan menyelamatkan diri. Menurut de Quincey apa yang dilakukan Yudas semata-mata untuk memaksa Yesus menyatakan diri sebagai Mesias. Kemudian ditambah lagi dengan hati yang sebal dan dendam yang timbul sesudah harapan-harapan duniawinya pudar; hati yang tidak senang menjurus kepada penyesalan mengikuti Tuhan Yesus, dan penyesalan ini berubah menjadi kebencian. Benar Yudas itu dipilih oleh Yesus, kita tidak boleh meragukan itu (Matius10:1-4). Pada mulanya Yudas dipandang sebagai murid yang berbakat dan bisa dipercaya, buktinya ia boleh menjabat sebagai bendahara. Namun pra-pengetahuan Yesus tidak mencakup pra penentuan, bahwa Yudas secara tak terelakkan harus menjadi pengkhianat. Yudas tidak pernah sungguh-sungguh ikut Yesus, oleh sebab itu ia tetap “yang telah ditentukan untuk binasa” sudah binasa karena tak pernah diselamatkan (Yohanes 17:12). Alkitab tidak pernah menceritakan pertobatan Yudas, memang ia pernah menyesal karena menyerahkan Tuhan Yesus dengan imbalan tiga puluh keping perak, tetapi ia tidak pernah bertobat (Matius 27).
Yudas Iskariot tidak bertobat, ia hanya mengambil jalan pintas. Kisah 1:25 mencatat bahwa ia telah jatuh ke tempat yang wajar baginya. Seorang pengkhianat Yesus yang tidak mau kembali pada Yesus, tempat yang wajar baginya yakni neraka, tidak ada pilihan lain lagi. Di sini pembuktian bahwa Yudas sesungguhnya tidak menghargai dirinya sendiri. Tuhan Yesus cukup memberikan didikan, kesabaran, namun dia tetap tidak mau kembali ke jalan yang benar, dia merasa dirinya hina, tidak berharga, lebih wajar jika ke neraka. Sebagai orang yang mengaku anak Tuhan, kita harus menghargai ciptaan tuhan, terutama diri kita sendiri yang merupakan ciptaannya sempurna. Namun dosa telah menggerogot diri kita, kita butuh Penyelamat. Hargailah diri kita sendiri, pastikan sudah meperolah keselamatan melalui pengorbanan Yesus Kristus.
Hari ini kita bukan pengkhianat Yesus, kita juga tidak pernah menjual Yesus hingga disalibkan. Namun yang pasti kita adalah insan ciptaan Tuhan! Adakah kita menghargai diri anda sendiri? Jikalau kita benar-benar menghargai diri, maka ada satu pertanyaan penting bagi kita, sesudah meninggalkan dunia ini kira-kira mau menuju ke mana? Kita pasti tidak akan membiarkan diri masuk ke tempat yang “wajar” seperti tempatnya Yudas Iskariot, yakni neraka, kita tentu akan memilih surga? Benar tidak? Jikalau benar maka kita hanya punya satu jalan yang harus dipilih, yakni menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat. Lalu kita mungkin mengatakan bahwa saya sudah menerima Yesus, tidak masalah lagi dengan keselamatan. Jika demikian. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana dengan orang lain? Mungkin itu kakak atau adik kita. Mungkin itu orang tua kita. Mungkin itu famili kita dan mungkin kekasih kita. Adakah kerinduan Anda untuk menyampaikan berita keselamatan ini bagi mereka? Jikalau kita mempunyai kasih yang murni dari Tuhan Yesus, bukan kasih yang penuh kepalsuan seperti Yudas Iskariot, maka kita pasti mempunyai kerinduan besar memberitakan kabar keselamatan ini bagi orang lain. Jangan seperti Yudas Iskariot, setelah ciuman maut itu, ia juga menuju ke dalam maut.
Saumiman Saud, San Francisco
Menjelang Jumat Agung 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H