Sejak kecil di kampung halaman kami senantiasa setiap tahun merayakan Hari Raya Imlek. Hari ini merupakan waktu yang dinanti-nantikan tanggal 8 Februari. Walaupun jaman itu kondisi dan situasinya beda seperti sekarang ini, perayaan Imlek tidak boleh dilakukan secara terang-terangan, karena hampir di seluruh Indonesia waktu itu dilarang belajar bahasa Mandarin termasuk segala bentuk kegiatan yang berbau Tionghoa. Jikalau hari ini Hari Raya Imlek bahkan telah resmi menjadi Hari Libur Nasional bagi bangsa Indonesia, haruslah menjadi suatu kebanggaan atas penghargaan ini. Di USA, Hari Raya Imlek bukan hari libur, tetapi hari kerja seperti biasanya. Sedangkan di indonesia hari libur Nasional, itu berarti pemerintah sudah tidak mempermasalahkan etnis. Yang menjadi masalah masih ada segelintir orang yang mengaku Warga Negara Indonesia yang karena kurang pengetahuannya akan hal ini masih saja mempermasalahkannya, bahkan merasa sangat gelisah jikalau ada orang keturunan Tionghoa yang menjadi pejabat.
Hari Raya Imlek menjadi perayaan besar di seluruh dunia. Pada waktu Imlek ini, setahu penulis harga tiket pesawat pun menjadi mahal karena banyak yang mudik untuk berkumpul bersama keluarga. Nah, terlepas dari ritual “keagamaan” yang ada, kita semestinya tidak mempermasalahkan bila perayaan Imlek itu juga berlaku bagi semua orang karena Imlek merupakan hari yang dianggap kebahagiaan dan kemenangan.
Lalu apa saja yang menjadi mitos pada Hari Raya Imlek ini? Mari kita lihat satu per satu, apakah masih berlaku?
1. Bersih-bersih rumah
Biasanya sebelum harinya perayaan Imlek, setiap keluarga mempersiapkan penyambutannya dengan membersih-bersihkan rumah. Debu-debu rumah, sarang laba-laba disapu bersih, sampah-sampah dibuang, barang rongsokan dibuang. Semua ini dipersiapkan untuk menyambut Hari Raya Imlek. Nah, kegiatan ini tentu janganlah dijadikan mitos perayaan Imlek sebab jikalau mau membersihkan rumah, kita tentu dapat melakukannya setiap saat, tidak perlu menunggu setahun sekali.
Selanjutnya, pada hari H-nya Imlek ini, sanak keluarga harus menjaga kebersihan, tidak boleh lagi menyapu karena ada anggapan jikalau kita menyapu, hoki yang akan msuk ke rumah kita akan tersapu keluar. Namun, jikalau terpaksa juga harus menyapu, biarlah sapunya diarahkan masuk ke rumah. Untuk hal ini setuju atau tidak, percaya atau tidak terserah Anda.
2. Imlek Eve
Malam sebelum harinya Imlek biasanya di keluarga itu masak makanan yang cukup banyak, lalu setiap keluarga kumpul untuk makan bersama. Belakangan, karena kesibukan dan sebagian tidak begitu mahir masak, ada yang memesan makanan dari restoran atau makan di restoran. Intinya keluarga kumpul, makan bersama, dan menunya juga memiliki ciri yang khas. Ada Ikan, karena dianggap bahwa setiap hari ada ikan itu nadanya pasti ada sisa, tidak pernah kekurangan. Ada menu Dumpling juga yang mereprestasikan keberuntungan, bentuknya dibuat seperti uang emas dan diharapkan mereka yang makan juga mengalami keberuntungan.
3. Hari Raya Imlek itu 15 hari
Jikalau tanggal 8 Februari adalah tanggal 1 di kalender lunar, Imlek ini akan diakhiri pada tanggal 21 Februari. Malam 21 Februari ini disebut dengan Cap Go Meh. Di beberapa daerah, perayaan Imlek dimeriahkan dengan barongsai, dan sejak Presiden Gud Dur meresmikan Hari Raya Imlek menjadi Hari libur Nasional, kadang kala barongsai juga diselenggarakan acaranya di hotel-hotel atau restoran.
4. Kata-kata kotor
Kata-kata kotor termasuk marah-marah tidak boleh muncul pada Hari Raya Imlek ini karena dianggap merusak suasana Imlek dan berkatnya bisa kabur dan membawa sial. Oleh sebab itu, pada hari tersebut tampaknya semua orang yang merayakan itu menahan diri seperti orang baik-baik saja. Sebenarnya normalnya setiap hari orang harus berlaku menjadi orang baik, ada baiknya setiap hari kita menganggapnya sebagai Hari Raya Imlek.
5. Pembagian angpao
Disebut angpao karena dibungkus dengan Amplop Warna Merah, isinya uang. Menurut tradisi, biasanya angpao dibagikan oleh dan kepada keluarga yang sudah menikah kepada mereka yang belum menikah. Jadi ayah dan ibu akan membagikan angpao kepada anak-anaknya. Pada Hari Raya Imlek ini biasanya setiap keluarga sudah bangun pagi-pagi, kemudian mereka mamakai pakaian baru dan biasanya ada warna merah sebagai tanda sukacita. Orang Tionghoa berpendapat merah merupakan tanda sukacita.
Anak-anak atau mereka yang muda akan datang kepada yang lebih tua dengan mengucapkan “Kiong Hie, Sin Nien Khuai Lek,” (Selamat Hari Raya Imlek, Penuh Sukacita) atau “Kiong Hie, Sin Nie Cin Pu” (Selamat Hari Raya Imlek, lebih rajin lagi), atau “Kiong Hie Huat Chai” (Selamat Hari Raya Imlek, tahun Baru kaya raya), atau “Kiong Hie, Sin Nien Mung En” (Selamat Hari Raya Imlek, Penuh Berkat). Inilah berbagai ucapan pada Hari Raya Imlek.
Nah, setelah itu, biasanya sang ayah atau ibu atau yang lebih tua dan menikah akan membagikan angpao kepada yang masih muda atau yang belum menikah. Jumlah angpao juga bervariasi. Jikalau dilibatkan unsur kepercayaan, mereka masih tidak berani mengisi angpao dengan jumlah yang ada angka 4 karena angka 4 itu bacanya dengan nada menyerupai kata kematian. Namun, jikalau secara logika kita mestinya tidak soal lagi. Kalau hendak mengisi dengan lebih banyak ya terserah Anda juga.
Nah, tradisi seperti ini pada masa kini tidak lagi dimitoskan karena kita bisa melihat mereka yang muda juga membagi-bagi angpao, bahkan yang belum menikah mau membagikan angpao apa salahnya. Lagi pula jikalau memang Tuhan memberkati kita dan keuangan cukup, setiap saat mau bagikan angpao juga tidak ada yang melarang. Hanya karena “Kepelitan” seseorang saja yang memakai alasan seperti yang lebih tua yang mambagi angpao dan yang belum menikah tidak boleh membagikan Angpao. Selama bukan karena keterpaksaan dan karena sukarela, sukacita memberi itu sangat berbeda dengan suka-cita menerima walaupun sama-sama ada sukacita.
Kebiasaan baik seperti ini mesti menjadi kebiasaan bagi setiap orang pada jaman sekarang yang mengajarkan bagaimana anak-anak menghormati orang tuanya. Hormat dan sayang pada orang tua mesti dilakukan pada mereka masih hidup, jikalau mereka telah meninggal, Anda menangis menjerit bahkan mamakai pengeras suara pun sudah tidak ada gunanya.
Mitos-mitos di atas boleh kita pelajari sebagai pengetahuan dan bila ada yang baik, apa salahnya kita praktikkan. Hari Raya Imlek adalah hari kegembiraan dan kesukacitaan serta kebahagiaan. Maka tidak elok juga kelihatannya bila orang memakai baju putih atau baju hitam, kesannya seperti orang yang sedang berduka atau berkabung walaupun sebenarnya tidak masalah. Akhirnya, biarlah peringatan Hari Raya Imlek ini boleh menjadi kegiatan yang bukan hanya berhura-hura, tetapi ada makna kekeluargaan yang saling menghormati, saling menyayangi dan diselenggarakan dengan kedamaian. Karena dengan tiada damai, kita tidak dapat berkata, "Selamat, Kiong Hie dan lebih sukses."
Saumiman Saud, San Francisco
Februari 8 , 2016
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H