Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Stop Mencari Untung Pribadi !!

29 Agustus 2015   01:58 Diperbarui: 29 Agustus 2015   17:18 366
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Opini ini tercetus tatkala penulis mengingat kembali bagaimana suka-duka hidup di daerah pinggiran dan keterbelakangan, walaupun pengalaman lapangan tidak begitu banyak, namun hati tetap saja berkobar untuk melihat adanya perubahan. Pembangunan pengetahuan dan intelektual harus merata, itu sebabnya dibutuhkan uluran tangan yang panjang dari orang-orang yang murah hati dan benar-benar cinta Tanah Air.

Keterbelakangan dan kumuhnya di sebagian daerah Indonesia ternyata ” kadang” dimanfaatkan oleh sebagian orang dan organisasi menjadi pencarian keuntungan dengan mengambil kesempatan di dalam kesempitan ini mencari bantuan dana kemana-mana. Warga setempat yang hidup dibawah kemiskinan di sebagian wilayah Indonesia juga menjadi sorotan mata dari pelbagai belahan dunia supaya mencurahkan perhatian lebih mendalam bagi mereka. Prinsip saling mengasihi dan memperhatikan sesama dipraktekkan dalam hal ini,dukungan dana dan penyalurannya juga tidak pernah berhenti. Semua ini tentu merupakan sisi baik dari sebuah komunitas yang boleh dibilang adanya rasa simpati dan empati sesama manusia satu dengan yang lain. Hal ini membuat masyarakat ini tetap eksis boleh hidup walaupun kesulitan hari esok tetap saja tiada terhenti.

Berbagai organisasi Lembaga Sosial Masyarakat yang dibentuk untuk ikut terlibat menyalurkan dana baik dari dalam maupun luar negeri tentu sedikit banyak membantu masyarakat yang hidup dibawah taraf kemiskinan ini. Akibat Banjir, gempadan kumuh serta kurangnya pendidikan merupakan bahan-bahan yang perlu didokumentasikan berbentuk foto, slide dan video untuk mencari bantuan di mana-mana karena dengan demikian dapat mengetuk hati mereka menaruh belas kasihan. Foto anak-anak dengan kaki ayam lari sana-sini tidak pakai baju, foto nelayan bajunya koyak-koyak, foto mereka yang sakit perut buncit, foto mereka yang rumahnya darurat dan tidak ada listrik, dan banyak lagi yang membuat mata awam melihat menjadi pedih hati dan tersayat dan tergerak memberi. Jikalau ada oknum yang tidak jujur tentu dana yang masuk ke dalam Lembaga tentu tidak disalurkan semuanya, dan kalaupun disalurkan hanya pada saat momen bencana itu terjadi; bila tidak ada bencana maka dana tersebut menjadi milik atau kas dari lembaga untuk membiayai organisasi supaya tetap eksis keberadaannya atau untuk pribadi. Nah dalam hal ini para oknum dalam organisasi kemasyarakatan juga harus orang-orang yang berintegritas tinggi.

Banyaknya organisasi dan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang tentu menyebabkan dana yang masuk juga berbagi-bagi, sedangan LSM sendiri tentu akan memakai bandera masing-masing untuk mengerjakan tugas sosial ini. Begitu mereka membagi bantuan, wartawan diundang, wawancara terjadi langsung saja masuk koran, Tv sekalian promosi. Itu sebabnya selama bertahun-tahun kita melihat bahwa orang-orang yang hidupnya di bawah kemiskinan ini boleh merasa sedikit tertolong tetapi hidupnya tetap saja tidak berubah, begitu-gitu saja. Malah celakanya kemiskinan seakan-akan menjadi warisan terhadap keturunannya, keluarga miskin keturunannya juga tetap miskin dan seakan-akan dibiarkan supaya kegiatan dan program para pekerja sosial itu tetap ada. Tidak ketinggalan berbagai organisasi keagamaan juga mampir ke tempat itu dengan program-program yang sifatnya jangka pendek maupun panjang, yang tidak masuk akal adalah mereka bisa saja beramai-ramai dari luar negri ke sana, alasannya adalah memberi bantuan sosial; tetapi bila dikaji ulang bukankah dana transportasi mereka berupa tiket pesawat dan biaya-biaya lain sangat membantu bila ditambahkan sebagai bantuan bagi mereka.

Sudah saatnya system membantu mereka yang miskin juga harus dilakukan dengan penuh hikmat dan trik-trik khusus, sebab ada banyak orang memanfaatkan bantuan ini untuk kepentingan pribadi. Mereka yang semestinya hidup berkecukupan juga ikut-ikutan minta dibantu, dengan demikian mereka telah mengambil jatah orang lain yang benar-benar berhak dibantu. Perlu diperhatikan juga bahwa jika bantuan itu selalu dengan uang dan makanan sebenarnya tidak menolong banyak. Bantuan kita itu kemungkinan dalam satu dua hari saja sudah habis dipergunakan. Istilahnya sekarang bagaimana kita membantu mereka bukan lagi dengan memberi “ikan” saja, tetapi kita harus memberikan mereka “kail” supaya dapat mengelola dan meningkatkan taraf hidup mereka. Apa saja “kail” yang dapat diberikan kepada mereka yang ekonominya di bawah rata-rata? Trik bantuan sosial yang selama ini diwariskan oleh nenek-moyang kita juga harus diubah. Bantuan tidak harus melulu berupa dana, tetapi boleh berupa pengetahuan, dan latihan-latihan ketrampilan. Lagi pula organisasi sosial yang hendak bantu tersebut harus kerja sama, supaya tempat-tempat yang dilayani tidak mubazir.

Seorang teman di daerah Kalimantan pernah mengeluh, karena merek sering mendapat kunjungan sosial dari Jakarta dan hampir dua minggu sekali datang team yang berbeda, ia sibuk mengurus perjalanan mereka sehingga ia merasa terganggu dengan pekerjaan sendiri. Sistim kerja satu pintu rasanya sangat cocok juga diterapkan dalam hal ini, seperti yang diterapkan Gubernur DKI Ahok dalam segala pengurusan dan pelayanan kantor pemerintah di DKI Jakarta. Oleh sebab itu perlu adanya link, kerja sama antar organisasi supaya tidak tumpang tindih. Perlu juga adanya koordinir daerah setempat bila perlu bekerja sama dengan pemrintah daerah, dan yang terpenting adalah system terbuka , transparan, jujur dan bisa dipertanggung-jawabkan. Kemiskinan itu bukan warisan, sebaliknya mereka yang dibantu harus rajin,giat, ulet dalam berjuang dan kerja keras, sebab pernah terjadi beberapa tahun silam, berbagai bantuan ke daerah, tidak perlu disebut tempatnya; berupa sepeda motor, sapi, kambing, becak sebagai modal mereka, namun mereka menjualnya dan uangnya masuk kantong pribadi dan kembali mereka tetap saja seperti keadaan semula. Dalam hal ini kesadaran penuh dari penerima bantuan itu sangat diperlukan, sebab jikalau si penerima bantuan tersebut malas bekerja repot sekali.

Beberapa tahun lalu penulis pernah mendengar ada beberapa pelayanan sosial dari gereja masuk ke sebuah desa di Pulau Jawa, namun karena yang dibantu itu malas-malasan maka tiba waktunya baik motor, sapi ,kambing yang pernah dikirim sudah lenyap dan mereka tidak mengembalikan uangnya. Sebaliknya, sudah saatnya masyarakat Indonesia yang memperoleh masukan lebih menyisihkan dana untuk membantu sesama bangsa. Tolong digaris-bawahi kata"menyisihkan" bukan"menyisakan".  Motto buat pada lembaga sosial “Hentikan mencari untung pribadi dari keterbelakangan Indonesia”, sedangkan motto buat masyarakat “Rebut kesempatan yang diberikan untuk hidup lebih maju.” Generasi mendatang kita harus lebih maju, lebih hebat.

Agustus 29 2015

Saumiman Saud, San Francisco

www.cebcindonesia.wordpress.com

Email : saumiman.saud@cebc.com

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun