Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Sahdu Sundar Singh, Penginjil dari India

23 Agustus 2015   01:55 Diperbarui: 23 Agustus 2015   01:55 1441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sadhu Sundar Sing, si Jubah kuning. Kurang lebih seratus dua puluh enam tahun yang silam, tepatnya bulan September 1889, Sundar Singh lahir di suatu tempat bernama Rampur yang terletak di wilayah Bernala Patiala, India Timur . Ia dibesarkan di dalam segala kemewahan dan harta kekayaan keluarganya yang melimpah. Sebagai seorang Sikh (sekte agama Hindu yang menolak ajaran agama Hindu itu sendiri dan Islam), Sundar diajarkan segala sesuatu mengenai Hinduisme dan mengikuti orang tuanya beribadah di kuil. Pada usianya yang ke tujuh, ia telah menghafal Bagawadgita (puji-pujian orang yang berbahagia), sebuah sanjak yang panjang dan rumit yang berisi petuah-petuah hidup .

Pada usia ke enam belas, ia tidak hanya menguasai Veda (kitab-kitab suci kuno Hindu), namun ia juga membaca Qur'an, kitab suci agama Islam. Ia kemudian mengenal beberapa orang Sadhu yang mengajarinya Yoga. Seorang Sadhu ialah orang yang mengabdikan seluruh hidupnya untuk agama dan mengorbankan seluruh kesenangan duniawi. Sundar tetap perjaka dan pengangguran. Ia mengembara keliling India dengan memakai jubah kuning tanpa membawa makanan ataupun tempat tinggal yang tetap. Ia hidup hanya melalui derma dan kebaikan hati orang lain. Satu hari ibunya pernah berkata kepadanya, "Jangan menjadi egois dan materialistis seperti saudara laki-lakimu, tetapi carilah kedamaian batin dan berpegang teguhlah pada keyakinanmu. Jadilah seorang Sadhu ." Bagaimanapun juga, ia tidak pernah mencapai kedamaian di dalam meditasi-meditasi yang dilakukannya. Berkat koneksi ibunya dengan beberapa wanita dari misi Inggris di Rajpur, Sundar mampu belajar di sekolah yang dikelola oleh para misionaris. Di situlah Sundar pertama kalinya mengenal Alkitab .

Dia tidak tertarik pada Alkitab pada saat itu. Sebaliknya, ia dengan bersemangat menghabiskan waktunya untuk seni magis Hinduisme. Ibunya meninggal ketika Sundar berusia empat belas tahun. Sejak itulah hidupnya berubah secara dramatis dan sangat keras. Ia berkeyakinan bahwa apa yang diajarkan oleh Yesus benar-benar salah, ia merobek Alkitab dan membakarnya. Ia bahkan melempari para pengkhotbah dengan batu dan mendorong orang-orang lain untuk melakukan hal yang sama. Tetap saja, bagaimanapun kerasnya ia berusaha, ia tidak dapat menemukan kedamaian yang telah ia cari di dalam agamanya. Sundar mencapai titik puncak bahaya dalam hidupnya di mana bunuh diri terlintas dalam pikirannya .

Tiga hari setelah ia membakar Alkitab di depan ayahnya, ia terbangun pada pukul tiga dini hari dan berkata pada dirinya sendiri, "Oh Tuhan, apabila Engkau sungguh-sungguh ada, tunjukkanlah jalan yang benar padaku, atau aku akan bunuh diri." Dia berpikir untuk menghempaskan dirinya di depan sebuah kereta api yang biasanya lewat setiap pukul lima pagi di belakang rumahnya dengan harapan ia akan menemukan kedamaian dalam reinkarnasi berikutnya. Ia mengulangi doanya sekali lagi . Tiba-tiba, ia melihat sinar yang terang benderang. Pada mulanya ia takut kalau-kalau kamarnya sedang kebakaran. Tetapi tidak ada apapun yang terjadi. Akhirnya ia berpikir kalau sinar itu adalah jawaban dari doanya. Ketika memandangi sinar itu, ia tiba-tiba melihat figur Yesus dalam kilauan cahaya. Terdengar suara dalam bahasa Hindu berkata, "Berapa lama lagi engkau hendak mencari Aku ? Aku telah dating untuk menyelamatkan engkau. kau berdoa untuk jalan yang benar. Mengapa engkau tidak menyusurinya ?" Pada waktu itu, Sundar sadar bahwa Yesus tidak mati dan Ia telah bangkit . Sundar berlutut dihadapannya dan mengalami kedamaian yang menakjubkan yang tidak pernah ia rasakan sebelumnya . Penglihatan itu menghilang, namun damai dan sukacita tetap tinggal di dalam dirinya.

Setelah itu, hidupnya berubah . Ia meminta untuk dibaptis. Meskipun keluarganya mencoba untuk mencegah niatnya, ia tetap bersikeras. Tahun 1905 tepat pada hari ulang tahunnya, dia dibaptis di sebuah gereja Inggris di Simla . Pada waktu itu ia memutuskan untuk menjadi seorang Sadhu Kristen, supaya ia dapat mengabdikan dirinya untuk Tuhan. Sebagai seorang Sadhu, dia memakai Jubah kuning, hidup dengan kemurahan orang lain, meninggalkan semua harta milik dan tidak menikah. Ia berkeyakinan bahwa inilah jalan yang terbaik untuk memperkenalkan Gospel kepada para pengikutnya karena itulah satu-satunya cara di mana mereka terbiasa. Selain itu, ia ingin bebas untuk mengabdikan hidupnya pada Tuhan.

 

Dengan menjadi seorang Kristen, ia tidak diakui anak oleh ayahnya dan diasingkan oleh keluarganya. Pada tanggal 16 Oktober 1905, Sundar mengenakan Jubah kuning, berkaki telanjang dan tanpa bekal, mengembara dari desa ke desa, tapi kali ini ia mengikuti jejak Yesus. Pada tahun 1906, ia pergi ke Tibet untuk pertama kalinya. Negara itu menarik perhatiannya, dengan alasan utama yaitu tantangan besar yang ditunjukkan bagi penyebaran agama Kristen. "Di sana akan ada pertentangan yang kuat dan hukuman berat . Jauh di atas puncak salju Himalaya yang tenang, akan ada banyak waktu dan kesempatan untuk bertemu dengan Tuhan dan membaca Alkitab," ia berpikir. Di dalam perjalanannya menuju Tibet, ia bertemu dengan Stoker, seorang misionaris Amerika yang juga mengenakan jubah kuning . Terkadang mereka melewatkan malam bersama di bawah sebuah pohon atau di dalam gua pegunungan pada ketinggan 5000 meter di atas laut , tanpa makanan yang cukup. Dengan sukacita mereka bertahan menghadapi segala kesusahan demi penyebaran Gospel.

Ketika Sundar jatuh sakit Stroke mendapatkan sebuah tempat untuk tinggal di sebuah rumah milik orang Eropa. Terinspirasikan oleh keyakinan Sundar terhadap Tuhan dan kasih tulusnya terhadap orang lain, si tuan rumah menyesali segala dosa-dosanya dan memberikan hidupnya untuk melayani Tuhan. Menuruti nasehat-nasehat teman-temannya, Sadhu belajar di St.John School of Theology (Sekolah Teologi St.John) di Lahore. Setelah menuntut ilmu selama dua tahun, ia melanjutkan perjalanannya. Seorang saksi mata melaporkan pengalamannya dengan Sundar, " Saya bertemu Sundar Singh ketika ia sedang menuruni jalan setapak pegunungan untuk memberitakan Gospel kepada kita. Ia duduk di puncak sebuah pohon, menyeka keringat dari wajahnya dan menyanyi puji-pujian tentang kasih Tuhan kepada manusia. Para pendengar tidak menyukai lagunya. Seorang pemuda menghampirinya, menariknya dari atas pohon dan menjatuhkannya ke tanah. Tanpa berkata apa-apa, Sundar berdiri dan mulai berdoa untuk orang-orang yang jahat itu. Ia kemudian mengatakan pada kita mengenai kasih Tuhan yang telah mati untuk menebus dosa manusia . Karena itulah saya menyesali semua dosa-dosa saya, begitu juga dengan si penyerang. Itu bukan satu-satunya saat ketika

Sundar memenangkan jiwa untuk Tuhan dengan mematuhi instruksi Yesus yang berbunyi : "Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun juga yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu." (Matius 5:39) Suatu hari di Nepal, Sundar diserang oleh empat orang perampok di tengah hutan . Salah satu dari mereka mengacungkan pedangnya. Dengan taatnya, Sundar membungkukkan kepalanya, berpikiran bahwa hidupnya akan berakhir. Perilaku ini mengejutkan para penyerang . Karena ia tidak mempunyai sepeser pun, mereka hanya mengambil selimutnya dan membiarkan Sundar pergi. Tetapi kemudian, salah satu dari perampok itu memanggilnya kembali dan dengan penuh rasa ingin tahu menanyakan namanya. Sundar memperkenalkan dirinya, membuka Alkitab dan mulai menceritakan kisah orang kaya dan Lazarus yang miskin. Si perampok menyatakan bahwa akhir dari hidup orang yang kayak itu mengenaskan dan bertanya apa yang akan terjadi dengan dirinya sendiri nanti .

Sundar kemudian mengabarkan Gospel dan pengampunan Tuhan kepadanya. Perampok itu kemudian membawa Sundar pulang ke rumahnya dan kemudian ia bertobat. Pada tahun 1912 Sundar memutuskan untuk meniru cara pengasingan yang dilakukan Tuhan dan berpuasa selama 40 hari meskipun teman-temannya berusaha membujuknya untuk tidak melakukan hal tersebut . Dia gagal untuk berpuasa selama 40 hari karena itu menjadi lemah. Meskipun demikian, pengalaman ini menguatkan jiwanya. Dia dapat mengalahkan rasa takut, kemarahan dan rasa ketidaksabaran yang dialaminya . Di tahun-tahun berikutnya, Sundar berulang kali dianiaya tetapi ajaibnya ia juga selalu diselamatkan oleh Tuhan . Pada tahun 1914, Sundar berkhotbah di Nepal, sebuah negara yang mempunyai akar Budha yang amat kuat. Di suatu kota bernama Rasa, ia dihukum mati oleh seorang pendeta Budha lokal dengan dasar menyebarkan agama asing. Sundar dilemparkan ke dalam sumur kering, kemudian sumur itu ditutup dan dikunci dari luar . Ia tidak diberi makanan, telanjang di dalam sumur itu bersama-sama dengan mayat-mayat yang dihukum mati karena tuduhan membunuh. Dia berada di dalam sumur yang mengerikan itu selama dua hari sampai akhirnya ada seorang tak dikenal dating dan mengeluarkannya dari sumur itu. Setelah mengunci sumur itu kembali, orang tak dikenal itu pergi tanpa berkata sepatah kata pun. Tidak lama kemudian, Sundar ditangkap kembali dan dibawa ke hadapan pendeta Budha itu lagi .

Pendeta Budha itu sangat terkejut karena hanya ialah satu-satunya yang mempunyai kunci tutup sumur. Menyadari bahwa Sundar berada di bawah perlindungan seorang Allah yang Maha Kuasa, mereka menjadi sangat takut dan memohon kepada Sundar untuk meninggalkan mereka. Pada tahun 1916, Sundar mengunjungi Madras di mana ribuan orang berkumpul untuk mendengarkan khotbahnya. Sundar memfokuskan khotbahnya pada Tuhan Yesus yang merupakan Sang Juruselamat. Dia bersaksi, "Kehadiran Yesus selalu membawa kedamaian yang mengherankan di dalam situasi seburuk apa pun yang pernah kualami. Dia mengubah penjara menjadi surga dan beban menjadi berkah. Ada banyak prang Kristen yang tidak merasakan kehadirannya yang kudus sebagai sesuatu yang nyata. Karena bagi mereka, Yesus hanya ada di dalam pikirannya dan tidak di dalam hatinya. Hanya ketika seseorang menyerahkan hatinya kepada Yesus ia dapat menemukanNya." Sundar sering menggunakan perumpamaan di dalam khotbahnya . Dia pernah berkata, "Suatu hari sesudah perjalanan yang panjang, saya beristirahat di depan sebuah rumah . Tiba-tiba seekor burung gereja datang kepadaku karena diterbangkan tanpa daya oleh angin yang sangat kuat . Dari arah yang lain, seekor burung elang menukik untuk menangkap burung gereja yang panik itu . Karena merasa terancam dari semua arah, burung gereja itu kemudian terbang ke atas pangkuanku. Pada normalnya burung gereja tidak akan melakukan hal demikian . Namun burung kecil itu sedang mencari tempat pengungsian dari sebuah bahaya besar .

Sama seperti itu, angin penderitaan dan masalah yang hebat akan meniup kita ke arah tangan-tangan Tuhan yang melindungi kita. Sadhu Sundar Singh melakukan banyak perjalanan. Dia mengunjungi semua daerah di India dan Srilanka. Di antara tahun 1918-1919, ia mengunjungi Malaysia, Jepang dan Cina. Di antara tahun 1920-1922 dia pergi ke Eropa Barat, Australia dan Israel . Sundar berkhotbah di pelbagai kota; Yerusalem, Lima, Berlin dan Amsterdam adalah beberapa di antaranya . Sundar tetap menjadi orang yang sederhana meskipun ia telah menjadi terkenal . Kelakuannya membuat ayahnya bertobat . Sundar tidak pernah memikirkan dirinya sendiri. Ia hanya berkeinginan untuk mengikuti contoh-contoh Yesus: untuk membalas kejahatan dengan kebaikan dan untuk memenangkan musuhnya dengan kasih . Tingkah laku ini sering membuat musuh-musuhnya merasa malu dengan diri mereka sendiri . Suatu kali, ia sedang berkhotbah di suatu pasar umum ketika seorang fanatik agama lain tiba-tiba menjotos pipi kanannya. Dengan tenang, Sundar menyodorkan pipi kirinya kepada si penyerang itu . Orang itu kemudian pergi begitu saja. Namun pada malam harinya Sundar menerima pesan dari penyerang itu, ia meminta maaf. Pada kesempatan yang lain, Sundar memberitakan perumpamaan mengenai alang-alang pada beberapa orang yang sedang memanen. Mereka merasa terganggu dan kemudian menyumpahinya.

Salah satu dari mereka melempar batu ke kepala Sundar. Saat itu juga, si pelempar batu itu diserang oleh sakit kepala yang dahsyat sehingga ia harus berbaring di tanah. Tanpa keraguan, Sundar mengambil alih tugas orang itu dan membantu yang lain untuk memanen hasil ladang . Orang-orang itu pun dengan segera berubah menjadi bersahabat terhadap Sundar dan mengundang Sundar untuk ke rumah mereka . Hati mereka pun terbuka terhadap Gospel. Sehari sesudah Sundar pergi, mereka menyadari bahwa panen mereka menjadi lebih berlimpah. Sundar Singh mengunjungi Tibet setiap musim panas . Pada tahun 1929, ia mengunjungi negara itu lagi dan sejak saat itu tidak pernah terlihat atau terdengar kabarnya . Sundar menampakkan dalam hidupnya ayat yang tertulis di Markus 8:35 yang berbunyi, "Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya ."

Media Agustus 22

 

Saumiman Saud

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun