Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sang Reformator, Martin Luther

21 Agustus 2015   05:20 Diperbarui: 21 Agustus 2015   05:41 1236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(1483-1546)

Seseorang boleh terkenal asal ia tetap berpegang pada prinsip, yakni tidak "plin-plan" (Red: Singkatan dari plintat-plintut), artinya sebentar mengambil keputusan yang ini lalu berubah lagi. Tokoh yang cocok dan layak kita teladani adalah Martin Luther. Ia setia dan tetap setia walaupun jiwanya terancam. Inilah pengharapan kita bersama. Mari, biarlah melalui tulisan ini kita boleh lebih mengenal lebih jauh seorang Tokoh Reformator yakni Martin Luther dan sekaligus meneladaninya.

Martin Luther dikenal sebagai seorang tokoh reformator gereja di Jerman pada abad XIV. Ayahnya Hans Luther dan ibunya Margaretha Lindemann. Gerakan reformasi yang diperjuangkannya telah menyebabkan berdirinya sebuah gereja lain disamping Gereja Katolik Roma yaitu gereja Lutheran. Luther dilahirkan 10 November 1483 dalam sebuah keluarga petani di Eisleben, Thuringen, Jerman. Pada tanggal 11 November 1483 ia dibaptiskan dan diberi nama Martinus sesuai dengan nama orang kudus.

Keluarga Luther adalah keluarga yang saleh seperti biasanya golongan petani di Jerman. "Saya anak seorang petani, ayah saya, nenek , dan moyang saya adalah petani-petani tulen". Demikianlah Luther pernah berkata kepada para sarjana, teman-temannya. Dan ciri-ciri anak petani itu tidak pernah lepas dari dirinya, baik secara lahiriah maupun secara rohani. Pada tahun 1501 Luther memasuki Universitas Erfurt, suatu Universitas yang terbaik dijerman pada masa itu. Di sini ia belajar filsafat, theologia skolastik serta untuk pertama kalinya Luther membaca Alkitab Perjanjian Lama yang ditemukannya dalam perpustakaan Universitas tersebut. Orangtuanya menyekolahkan Luther pada sekolah ini untuk mempersiapakan dirinya memasuki fakultas Hukum, supaya nantinya dapat menduduki pangkat yang tinggi. Namun pada umur 25 tahun, tepatnya tanggal 2 Juni 1505 Luther memutuskan studinya untuk menjadi biarawan.

16 Juli 1505 Martin Luther mulai memasuki biara di Erfurt dengan didukung oleh sahabat-sahabatnya, sedangkan orangtuanya tidak mendukungnya karena mereka tidak menyetujuinya. Di dalam biara ia berusaha mematuhi dengan keras segala peraturan-peraturan yang ada. Ia paling rajin berdoa dan pernah berpuasa sampai pinsan. Ia mengaku dosanya sekurang-kurangnya sekali seminggu. Pada setiap waktu ibadah doa, Luther mengucapkan doa duapuluh tujuh kali Doa Bapa Kami dan Ave Maria. Luther membaca Alkitab dengan rajin dan teliti. Semuanya itu diperbuatanya dalam rangka untuk mencapai kepastian tentang keselamatannya.

Sebenarnya Luther mempunyai pergumulan yang cukup berat, yakni bagaimana memperoleh seorang Allah yang Rahmani. Gereja mengajar bahwa Allah adalah seorang hakim yang akan menghukum orang yang tidak benar dan melepaskan orang benar. Luther merasa bahwa dirinya tidak mungkin benar dan pasti mendapatkan hukuman dari Allah. Pemimpin biara yang cukup bijaksana dan penuh pengertian, Johannes Von Staupitz, mendorong Martin untuk tetap setia di dalam panggilannya. Staupitz dalam melihat dalam diri Martin ada tersirat suatu gambaran penuh pengharapan, karena orang ini akan menjadi seorang pembaharu yang luar biasa. Pada tanggal 2 Mei 1507, Luther ditahbiskan menjadi Imam. Kedua orangtuanya hadir dalam acara tersebut, serta menerima ekaristi yang pertama yang dilayani Martin Luther. Pemimpin biara Staupitz mengirim Luther untuk kembali melanjutkan sekolah teologi di Wittenberg, sambil mengajar mata kuliah Filsafat Moral. Itulah sebabnya Luther dipindahkan ke Biara Agustinus di Wittenberg pada tahun 1508; namun pada tahun berikutnya kembali ke Erfurt untuk mengajar Dogmatika. Tahun 1512 Luther menerima gelar Doktor dan ia menjadi seorang profesor yang mengajar mata kuliah kitab Mazmur, kitab Roma, kitabGalatia dan kitab Ibrani. Kitab-kitab ini merupakan dasar pembentukan pemikiran dan watak bagi seorang reformator.

Ketika Luther menyelidiki Surat Roma terutama Roma 1:16-17, ia menemukan bahwa kebenaran Allah itu tidak lain adalahIa mau menerima orang-orang berdosa serta yang meyesali dosanya, tetapi Allah akan menolak orang-orang yang menganggap dirinya benar. Kebenaran Allah adalah sikap Allah terhadap orang-orang berdosa yang membenarkan manusia yang berdosa karena kebenaranNya. Tuhan Allah mengenakan kepada manusia berdosa kebenaran Kristus, oleh sebab itu Tuhan Allah memandang orang-orang berdosa sebagai orang benar.

Melalui penemuannya ini akhirnya Luther menulis : "Aku mulai sadar bahwa kebenaran Allah itu harus disambut dengan iman. Injillah yang menyatakan kebenaran Allah itu, yakni kebenaran yang harus dikerjakannya sendiri. Dengan demikian Tuhan yang Rahmani itu membenarkan kita dengan anugerah dan iman saja. Aku seakan-akan diperanakkan kembali dan pintu Firdaus terbuka bagiku. Pandanganku terhadap seluruh Alkitab berubah sama sekali karena mataku sudah celik sekarang." Pernyataan ini disampaikan dalam memberi ceramah-ceramah kuliahnya. Sebenarnya hasil penemuan dari Luther ini bukanlah merupakan pencetus gerakan Reformasinya, tetapi yang menjadi pencetusnya justru adanya penjualan Surat Indulgensia pada masa kekuasaan Paus Leo X untuk pembangunan gedung gereja Rasul Petrus di Roma dan penglunasan hutang Uskup Agung Albrech dari Mainz.

Dengan membeli Surat Indulgensia (Surat Penghapusan Siksa/Dosa), seseorang yang telah mengaku dosanya dihadapan imam tidak dituntut lagi untuk membuktikan penyesalannya dengan sungguh-sungguh. Bahkan para penjual surat ini melampaui pemahaman teologis, mereka mengatakan pada saat uang berdering di peti, jiwa akan melompat dari api penyucian ke surga, bahkan dikatakan juga bahwa Surat Indulgensia itu dapat menghapus dosa manusia. Sebagai seorang hamba Tuhan dan teolog, Luther merasa bertanggung-jawab terhadap penyalahgunaan firman Tuhan. Itulah sebabnya ia menentang keras Surat Indulgensia itu. Untuk itulah maka Luther maka Luther mengundang para intelek untuk mengadakan perdebatan teologis mengenai Surat Indulgensia itu. Untuk maksud itu maka Luther merumuskan 95 Dalil dan ditempelkannya di depan pintu gerbang gerekja istana Wittenberg, tepatnya pada tanggal 31 Oktober 1517. Tanggal ini yang kemudian oleh para reformatoris disebut sebagai Hari Reformasi. Dalam waktu sebulan, semua dalil yang dirumuskan oleh Luther telah tersebar di seluruh negeri Jerman, dengan demikian Surat Indulgensia tidak berlaku lagi. Biang keladi yang dituduh oleh Paus Leo X adalahLuther, sebab dialah kunci yang menyebabkan orang-orang tidak percaya pada Surat itu.

Paus dengan tegas menuntut agar Luther segera mencabut kembali dalil-dalilnya, dan Luther dicap sebagai pencetus pengajaran yang sesat. Namun Luther tetap mempertahankan prinsipnya, sehingga ia terancam akandibunuh. Sementara itu raja Friedrich dan Universitas Wittenberg berusaha keras untuk membela Luther; oleh sebab itu mereka meminta agar Luther diperiksa di Jerman, dan permintaan mereka itu dikabulkan. Paus kemudian mengutus Cajetanus untuk memeriksa Luther (1518). Cajetanus mengutus orang-orangnya u tuk membujuk dan meminta Luther supaya mencabut semua dalil-dalilnya, tetapi Luther tetap tidak mau. Utusan Catejanus mengatakan; " hanya enan huruf saja yang harus diucapkan oleh Luther yakni revoco, artinya saya mencabut kembali." Luther menjawab mereka; "Bagiku kebenaran lebih penting dari segala-galanya."

Gerakan yang diperjuangkan oleh Luther tetap berjalan. Banyak kota dan wilayah Jerman memihak pada Luther dan Luther bahakan terkenal di luar negeri. Kaum Humanis dan para petani diJerman tetap menaruh simpatik kepada Luther. Perdebatan theologis itu seyogianya dilakukan lebih awal namun tidak terlaksana. Perdebatan itu baru terjadi pada Juni 1519, di Leipzig. Dalam perdebatan ini Luther berhadapan dengan Johann Eck.Dalam perdebatan yang dilakukan ini Luther mengatakan bahwa paus-paus tidak bebas dari kesalahan-kesalahan. Konsili sendiri juga tidak terluput dari berbagai kesalahan. Luther menunjuk kepada Konsili Constanz yang memutuskan hukuman mati dibakar atas Johanes Hus. Johann Eck menuduh Luther sebagai pengikut Johanes Hus. Dalam perdebatan ini pokok perdebatan pokok pembicaraan dalam perdebatan ini sudah bergeser darisurat Penghapusan Dosa ke kekuasaan Paus. Menurut Luther yang berkuasa di kalangan orang-orang Kristen bukanlah Paus atau konsili, tetapi hanya firman Allah. Dan saat ini Luther telah siap menerima kutukan dari Paus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun