Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

John Sung, Obor Tuhan dari Asia

19 Agustus 2015   22:23 Diperbarui: 20 Agustus 2015   00:12 4469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tahun 1923, ia mendapat ijazah B.A dengan penghormatan tertinggi. Ia juga terpilih menjadi anggota perkumpulan yang sangat eksklusif, yang hanya terbuka bagi sarjana terkemuka saja. Ia menjadi tersohor, banyak tawaran untuknya, mulai dari kedudukan tertinggi sampai gaji yang besar. Namun, dalam hati sanubarinya tidak ada damai sejahtera. Pada musim gugur, ia masuk Universitas Negeri di Ohio, yang mempunyai lebih 10.000 orang mahasiswa. Tetapi di sana kehidupan rohaninya semakin mundur, sebab kegiatan organisasinya cukup banyak, misalnya kampanye melawan diskriminasi rasial. Walaupun ia cukup sibuk, tetapi dalam kuliahnya ia tetap nomor satu. Dalam waktu sembilan bulan, ia telah meraih ijazah Sainsnya. Pemerintah Tiongkok mulai mencurahkan perhatian kepadanya dan memberinya beasiswa. Pemikirannya dapat terfokus pada pendidikan, sehingga ia berhasil meraih gelar Ph.D.-nya dalam jangka waktu satu tahun.

Tanggal 10 Februari 1926, Dr. John Sung, M.Sc, Ph.D. telah memutuskan untuk menjadi hamba Tuhan dan ia telah mendaftarkan diri di Union Theological Seminary. Tanggal 4 Oktober 1926, John Sung kembali ke Tiongkok. Pada waktu kapal hendak merapat di dermaga pelabuhan Shang Hai, John Sung membuang ijazah sarjananya serta tanda-tanda penghargaan yang diperolehnya di Amerika Serikat ke dalam laut, kecuali ijazah doktornya untuk diperlihatkan dan menyenangkan hati ayahnya. Ia menganggap bahwa penghargaan-penghargaan dan ijazahnya dapat mengoda dia meninggalkan pekerjaannya sebagai penginjil. Kemajuan kerohaniannya semakin terlihat, Sung menanggalkan semua kemuliaan dunia untuk mendapatkan yang lebih berharga, yakni kemuliaan Allah. Tahun 1927, John Sung mulai mengadakan Kebangunan Rohani di Hing Hwa.

Perubahan-perubahan yang terjadi dalam diri John Sung sangat mengagetkan ayah dan ibunya. Tawaran pekerjaan dari pemerintah Tiongkok ditolaknya. Ia mengadakan perjalanan keliling untuk penginjilan di seluruh Tiongkok (Hing Hwa: 1927-1930; Foo Chow, Shang Hai , 1930; Nan Chang, Tiongkok Utara, Mancuria: 1931; Tiongkok Selatan: 1923; dan Tiongkok Utara lagi: 1933-1934). John Sung mendapat karunia penyembuhan dari Tuhan, ia selalu mendoakan orang-orang yang sakit, mujizat terjadi, banyak yang disembuhkan oleh Tuhan. John Sung mengutip beberapa ayat Alkitab atay berjata “Dengan Nama Tuhan Yesus”.

John Sung sadar bahwa dengan cara ini, orang-orang yang disembuhkan nantinya akan salah pengertian, mengaggapnya sebagai dukun. Namun, ia selalu memberi penjelasan, bahwa yang menyembuhkan mereka adalah Tuhan. Memang tidak semua orang yang didoakan John Sung mengalami kesembuhan, tetapi itu tidak menjadi soal, baginya yang terpenting jiwa orang tersebut diselamatkan; kesembuhan jasmani sifatnya hanya sementara saja. Undangan yang pertama kali diterima oleh John Sung untuk melayani di luar negeri datangnya dari negara Philipina, yakni di kota Manila. Seperti biasanya, khotbah Dr. Sung berbicara sekitar dosa, penyesalan, kelahiran kembali dan masalah kesucian hidup. Kutukannya terhadap dosa jelas dan sangat gamblang, tanpa ada rasa takut. Kadangkala ia menuding ke arah seorang pendeta di tengah pertemuan itu dan berteriak, “Hatimu bergelimangan dosa.” Dan tudingannya selalu tepat. Salah seorang yang datang ke pertemuan yang diadakan di Manila itu ialah Konsul Jendral Tiongkok, yang hidup risau dan penuh dosa. Ia dibujuk menghadiri rangkaian pertemuan itu oleh calon istrinya, tetapi ia tidak bertobat. Di sana, ia meneruskan hidupnya yang jahat itu, tetapi Tuhan mengirim John Sung ke sana juga.

Melalui pelayanan penginjilan safari ini, Konsul itu berobat dan sungguh-sungguh lahir kembali. Di kemudian hari ia menjadi Kepala Sekolah Alkitab di Pulau Jawa. Sebelum John Sung kembali ke Tiongkok, ia sempat berkunjung ke Cebu, sebuah pulau yang terletak di gugusan kepulauan Filipina. Di Ceb, seorang wanita yang telah bertekad tidak akan memandang sorotan mata Dr. John Sung, sebab dia takut terpengaruh olehnya. Seperti biasanya, Dr. Sung berkotbah penuh semangat, sehingga pakaiannya basah penuh keringat. Tetapi perempuan itu melihat sesuatu yang mengherankan, tatkala seorang redaktur surat kabar disembuhkan seketika. Redaktur yang tadinya bungkuk, menjadi tegak berdiri berkat doa John Sung. Di kemudian hari, redaktur ini terjun aktif dalam pelayanan penginjilan; sementara perempuan itu menjadi anggota Majelis Gereja Cebu. Dari pulau Cebu, ia ke Singapura, di sana ia berkhotbah sebanyak 40 kali dalam 14 hari. Sejumlah 1.300 orang bertobat dan 111 regu penginjil dibentuk dengan 503 orang anggotanya. Lebih dari 80 orang pemuda menyerahkan diri secara “fulltime” menjadi hamba Tuhan.

Demikianlah pelayanan Dr. Sung yang membawa hampir 5.000 orang bertobat. Dari Singapura, kemudian John Sung kembali ke Tiongkok dan menjalankan misi penginjilan keliling dengan hasil yang cukup memuaskan. Antara tahun 1938-1939, ia mengadakan penginjilan ke Muangthai dan Serawak. Akhir tahun 1938, Dr. Sung mengadakan serangkaian-serangkaian perjalanan penginjilan ke Indonesia atas undangan jemaat-jemaat Tionghoa di Surabaya. Kesempatan itu dipergunakan sebaik-baiknya untuk memberitakan Injil di beberapa kota besar di Indonesia. Di Surabaya tatkala diadakan pertemuan, walaupun pada hari-hari kerja; pengunjungnya tetap penuh sesak. Dr. Sung tampil dengan sosok tubuh yang kurus tidak memberi kesan apa-apa. Ia mengenakan baju putih Tiongjoa yang sederhana dan rambutnya jatuh menutupi dahinya. Di Surabaya, Dr. Sung didampingi dua penerjemah, yakni yang menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Dari Surabaya, beliau melanjutkan perjalanan ke Madiun, Solo, Jakarta, Bogor, Cirebon, Semarang, Magelang, Purworejo, Yogyakarta dan kembali ke solo; kemudian masuk lagi ke Surabaya. Selain itu, ia juga masuk ke Makasar (Ujung Pandang) dan Ambon. Dr. Sung berada di Indonesia kurang lebih 3 bulan. Pekerjaannya cukup melelahkan, sakitnya mulai kambuh (TBC, pinggul dan jantung lemah). Peranan John Sung bagi jemaat-jemaat Tionghoa di pulau Jawa sangat besar. Ia berhasil membakar semangat orang-orang Tionghoa, baik yang belum maupun yang sudah peercaya; menjadi percaya dan lebih semangat melayani. Di Ambon, telah berhasil dibangun sebuah jemaat Tionghoa, hasil pekerjaan John Sung. Jemaat tersebut diberi nama Gereja Kristen Tionghoa (Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee).

John Sung adalah seorang pengkhotbah yang bersemangat, kadang-kadang ia turun dari meimbar dan berdiri di tengah-tengah hadirin sambil menunjuk dengan jarinya ke muka seseorang pengdengarnya sambil berkhotbah. Kotbahnya sungguh menusuk perasaan, sehingga dengan spontan banyak pendengarnya yang bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat. Di dalam kesibukan pelayanan John Sung, ia masih sempat menulis buku yang diberi judul Alegori-alegori (cerita-cerita kiasan). Dalam buku itu, ia merangkaikan cerita untuk setiap kitab dalam gaya bahasa kiasan. Pokok pikirannya berisi tema tentang gereja dan pekerja gereja. Bagaimana membangun sebuah jemaat? Bagaimana seterusnya memimpin jemaat itu, khususnya dalam bidang kerohaniannya? Pekerja-pekerja model apa yang diperlukan Allah untuk mengumpulkan panenNya? Watak dan hidup seorang hamba Tuhan. Ia mendesak semua orang mengenai Allah dan menuruti sepenuhnya kehendak Allah. Salib merupakan pusat pemberitaannya. Di kota Shang Hai, John Sung muncul untuk kali yang terakhir. Orang-orang berjubel-jubel, dan sementara menunggu pengkhotbah mereka asyik bercaka-cakap. Dr. Sung muncul, tiba-tiba dengan tinjunya ia memukul meja sekeras-kerasnya sambil berteriak, “Apakah ini gedung untuk berkomedi atau untuk kebaktian?” Semua terdiam, lalu ia mulai berkhotbah. Alkitab yang dikutip hari itu adalah dari 1 Tesalonika 5:2, “Hari Tuhan datang seperti pencuri waktu malam.” Tubuh John Sung makin lemah; hasil pemeriksaan dokter menunjukkan bahwa ia menderita kanker dan TBC.

Dalam keadaan sakit, ia mendapat kabar Yosua anaknya meninggal di Shang Hai. Kelihatannya hal ini menjadi pukulan yang sangat berat. Namun Dr. Sung telah mengenal Tuhan begitu baik, oleh sebab itu ia menerima kejadian itu dengan pasrah, imannya tidak goyah. Tahun 1943 merupakan tahun yang paling sulit bagi John Sung. 16 Agustus 1943, John Sung begitu jelas mengetahui bahwa ia akan minggal. Malam itu pula ia tidak sadar, tetapi besoknya ia pulih kembali dan sempat menyanyikan tiga lagu rohani. Tidak lama kemudian tubuhnya kembali lemah. Pukul 07.07 waktu setempat, tepatnya tanggal 18 Agustus 1943, dalam usia 42 tahun; John Sung dipanggil Tuhan saat sahabat-sahabatnya berdoa di samping tempat tidurnya. Penguburan almarhum John Sung dilakukan tanggal 22 Agustus 1943. “Berbahagialah orang-orang yang mati dalam Tuhan, sejak sekarang ini.” “Sungguh,” kata Roh, “supaya mereka boleh beristirahat dari jerih lelah mereka, karena segala perbuatan mereka menyertai mereka.” Hadir pada waktu itu semua utusan dari semua bagian negeri. Pemberi amanat firman Tuhan adalah Pendeta Wang Ming Tao dari Beijing. Beliau mengutip Yeremia 1:4-9. Pendeta Wang mengatakan John Sung dipanggil seperti Yeremia untuk menebus dosa gereja dan masyarakat, untuk menjadi seperti “Tiang Besi” tidak takut kepada manusia dan setia sampai mati. Apa yang bisa kita pelajari dari kehidupan Dr John Sung ini? Kehidupan yang bernilai ganda, obor Tuhan dari Asia.

Kehidupan yang Tuhan berikan kepada kita bukan sekadar menjalan kehidupan yang bersifat duniawi saja, tetapi lebih dari itu juga kehidupan rohani yang boleh menjadi berkat bagi banyak orang. Memang tidak gampang untuk mencapai hal ini, semua itu harus melalui keringat dan kerja keras. Jika anda sebagai mahasiswa biarlah ia berjuang belajar sebaik-baiknya, bukan untuk berfoya-foya memamerkan harta dan pangkat orang tua. Demikian juga anda yang sudah memiliki posisi yang mantap, janganlah senantiasa mengandalkan semua itu. Posisi itu dapat disisihkan, namun mereka yang berserah penuh kepadaNya akan meraih harta kekekalan yang tidak pernah dapat berpindah tangan. Sudahkah anda mendapatkannya?

Medio Agustus, 19

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun