Mohon tunggu...
Siti Aulia H._43121010154
Siti Aulia H._43121010154 Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Mercu Buana. Manajemen S1. NIM : 43121010154. Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si, Ak

trust the process.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

K7: Perjuangan Kelas Sesuai Pemikiran Marxis

17 April 2022   21:01 Diperbarui: 17 April 2022   21:07 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karl Marx merupakan seorang sejarawan, ekonom, dan seorang filosof Barat yang berasal dari Rusia. Beliau lahir pada 5 Mei 1818. Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme yang berasal dari kaum terpelajar dan politikus.

Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubungan-hubungan produksi melibatkan suatu pembagian tenaga kerja yang beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya surplus produksi sehingga merupakan pola hubungan memeras terhadap masa para memproduksi.

Bagi Marx sebuah kelas baru dianggap kelas dalam arti sebenarnya, apabila dia bukan hanya "secara objektif" merupakan golongan sosial dengan kepentingan tersendiri, melainkan juga "secara subyektif" menyadari diri sebagai kelas, sebagai golongan khusus dalam masyarakat yang mempunyai kepentingan-kepentingan spesifik serta mau memperjuangkannya. 

Marx mengemukakan (Umanailo, 2019), dalam The Communist Manifesto, masyarakat terbagi dalam dua kelompok utama yang saling bermusuhan ke dalam dua kelas yang saling berhadapan secara langsung, yaitu borjuis dan proletar.

Borjuis dan Proletar

Borjuis dapat diartikan sebagai pemilik alat produksi. Borjuis mengacu pada kapitalis yang sebagian besar memiliki kekayaan dan alat produksi di masyarakat. Borjuis diisi dengan kelas atas yang merupakan seorang pengusaha atau seseorang yang memiliki kuasa. 

Dalam marxisme, proletar mengacu pada kelas pekerja yang tidak memiliki alat produksi (tanpa modal atau properti) dan bertahan hidup dengan menjual tenaga mereka. Proletar ini biasanya adalah seorang buruh pabrik yang bekerja pada perusahaan.

Kedua kelompok ini pada dasarnya saling bergantung satu sama lain. Singkatnya, borjuis membutuhkan proletar sebagai sumber keuangan atau kentungan, dan proletar membutuhkan borjuis sebagai sumber pekerjaan dan pendapatan.

Dalam kaitannya dengan Keadilan dan Hak pekerja, kaum proletar sering kali ditindas dan dieksploitasi oleh kaum borjuis. Penindasan yang dihadapi kaum proletar memberi mereka kepentingan politik dan ekonomi, yang menempatkan mereka pada posisi untuk bersatu dan merebut kekuasaan dari kaum kapitalis. 

Hal ini yang menyebabkan banyak buruh yang dimana mereka dapat dikatakan sebagai kelompok proletar sering kali tidak memperoleh hak dan keadilan yang seharusnya.  

Keadilan hadir  karena adanya persaingan. Persaingan ini yang kemudian membuat sebuah perusahaan terus berlomba untuk mengembangkan suatu produk agar lebih disukai masyarakat. Dengan adanya produk yang disukai tersebut, maka akan terbentuk yang namanya branding akan perusahaan. Branding ini yang kemudian akan menciptakan suatu image dalam sebuah perusahaan.

Perusahaan akan dianggap baik dan layak jika mereka dapat berlaku adil dalam menjalankan bisnis nya tersebut dan dapat mensejahterakan para pekerja nya, dengan salah satu nya yaitu memberikan hak -- hak para pekerja sesuai dengan apa yang disepakati sebelumnya. Namun, banyak dari perusahaan yang tidak menerapkan sistem adil atau bahkan tidak memberikan hak kepada para pekerjanya. 

Ada banyak kasus dimana para pekerja atau buruh diharuskan untuk terus menerus dipaksa bekerja tetapi upah atau gaji yang diberikan tidak sesuai dengan hasil jerih payah keringat mereka. Hal ini juga bisa dikatakan sebagai eksploitasi tenaga kerja.

Kasus PT. Freeport Indonesia

Salah satu kasus yang berkaitan dengan keadilan dan hak pekerja yaitu kasus PT. Freepot Indonesia yang dimana pada awalnya para karyawan diberikan program furlough (dirumahkan). Program ini diberikan kepada karyawan sejak adanya negoisasi kontrak karya berubah menjadi Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) antara Freeport Indonesia dengan pemerintah. Tidak disangka, program ini kemudian berubah menjadi PHK atau pemutusan kerja secara sepihak. Sementara, PT. Freeport Indonesia berdalih adanya penurunan produksi sebagai landasan kebijakan Furlough. 

Karena kasus tersebut, dilansir dari beberapa sumber, ada sekitar setidaknya 7 pekerja yang meninggal dunia karena tidak dapat mengakses asuransi kesehatan. Asuransi kesehatan tersebut berupa BPJS, yang dimana mereka tidak mampu membayar biaya pengobatan karena BPJS milik mereka diblokir oleh pihak FI.

Dari kasus diatas tentu sangat bertentangan dengan keadilan serta hak-hak pekerja, para karyawan tidak diberikan kepastian tentang hak yang seharusnya mereka terima selama bekerja di perusahaan. Perusahaan harus bersikap terbuka terkait program yang sedang dijalankan, dan bukan malah lari dari tanggung jawab. 

Hingga saat ini para karyawan masih menuntut keadilan serta hak mereka, mereka meminta pemerintah untuk turun tangan mengadili kasus ini, tidak hanya itu mereka juga berharap agar ILO atau organisasi buruh internasional turut serta untuk membantu menyelesaikan masalah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun