Mulai terang
Hujan yang mulai pagi menari-nari sendirian, sudah takluk oleh sang raja siang.
bocah-bocah ojek payung mulai hilang rasa girang
bakul-bakul rokok, bakso, teh botol sosro,
mulai bebas bertualang.
Aku masih disini
di alun-alun kota yang jadi pusat konsentrasi massa.
sejak pagi tadi, sejak si hujan menari
dengan tajam menusuk-nusuk muka kami
coba padamkan api
dari ban bekas,
dan amarah yang memblokade hati.
Saat ini, setelah mulai terang
kuyup mulai mengering di badan
alamat meriang dan kejang-kejang nanti malam
ah tak apa, nasib demonstran.
Kau,
yang berseragam di seberang.
Ya kau,
yang berdiri siaga di belakang pagar betis
diantara golonganmu yang bengis,
kau, yang paling manis.
Ku curi-curi celah
coba mencari – cari nama
siapa gerangan kau puan
coklat berseragam, lebih berani dari laki-laki
walau kau hanya di belakang.
“KARTIKA!”
Itu sudah kau punya nama
tertulis di kau punya buah dada.
Biru sudah api birahiku ini kau buat, sayang
aku ingin ini drama dilanjutkan
pagi, petang, ke malam
dan kita bercinta
di medan perang.
(Buat IPDA. KARTIKA, si manis yang memukul mundur kami tempo hari.)
Lembah Arjuna, 21 Oktober 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H