Mohon tunggu...
Uka Whardhana
Uka Whardhana Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Sejarah Peradaban Islam

Seorang Insan pembelajar yang ingin berbagi rasa juga asa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Artikel Review: Ekonomi Indonesia pada Tahun 1950-an: Kurs Beraneka Jaringan Bisnis Serta Hubungan Pusat-Daerah

31 Oktober 2022   14:04 Diperbarui: 31 Oktober 2022   14:07 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ARTIKEL REVIEW

  • Identitas Artikel
  • Nama penulis              : Howard Dick
  • Judul Artikel               : Ekonomi Indonesia Pada Tahun 1950-an: Kurs Beraneka Jaringan Bisnis Serta Hubungan Pusat-Daerah
  • Halaman                      : 27 Halaman
  • Buku                           : Antara Daerah dan Negara: Tahun 1950-an

Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan, penulis memaparkan pembahasan dari hal yang umum kemudian mengerucut ke hal yang khusus. Dimulai dari pembahasan kembalinya Indonesia ke demokrasi perwakilan, lalu memaparkan manfaat mengkaji periode tahun 1950-an bukan semata-mata untuk memahami kejadian kinian---meskipun mungkin terdapat beberapa pencerahan  untuk memahami dengan lebih baik dasawarsa pertama yang formatif dan hampir terlupakan tadi, serta mengenali jalan alternatif membangun negara baru yang pada awal dasawarsa itu masih terbuka dan lantas gugur.

Selanjutnya penulis mengingatkan, bahwa dasawarsa ini sebenarnya tidak hanya berakhir dengan gejolak, tetapi memang sebenarnya sudah berawal dengan gejolak. Dengan demikian, apa yang perlu dikaji bukan hanya lembaga-lembaga sementara sebuah bangsa yang sedang dalam proses mencari jati dirinya tetapi juga hakikat gejolak itu sendiri.

Di bab ini penulis mempertanyakan apakah ada keteraturan di balik gejolak yang ditampakkan melalui kajian tentang ekonomi dan bisnis saat itu. Penulis mengemukakan bahwa distorsi ekonomi bukan hanya bagiannya keadaan waktu itu, tetapi merupakan faktor utama dalam konflik pusat-daerah, kendati konstelasi politik membawa hasil yang berbeda-beda di tingkat provinsi.

Terakhir penulis menutup kesimpulan karangannya ini, bahwa ia menawarkan tafsiran bahwa konflik regional adalah dampak yang nyaris tak dapat dielakkan dari sebuah kebijakan terhadap nilai tukar mata uang yang menyimpang dan redistributif. Inilah yang menyebabkan penggumpalan kekuasaan dan sumber daya di Jakarta yang kemudian menjadi persoalan dasar dalam pembangunan bangsa sejak 1950 dan seterusnya.

Pembahasan

Pada bagian pembahasan, penulis membagi sub pokok bahasan menjadi beberapa bagian, yaitu :

  • Ekonomi Makro: Hambatan bagi Pendapatan dan Devisa

Pada bagian ini penulis, memaparkan mengenai pendapatan dan devisa negara. Berikutnya memaparkan mengenai pengalihan kedaulatan ke Indonesia dengan syarat, dan dalam ekonomi perdagangan yang terbuka, devisa juga merupakan suatu hambatan. Perang Korea pada bulan Juni 1950 memicu harga barang ekspor yang strategis melonjak tinggi sekali, khususnya untuk karet dan minyak. Meninjau kembali, efek boom Perang Korea dapat dikatakan membawa pengaruh buruk. Rezim perdagangan yang muncul dari boom Perang Korea adalah rezim yang baru dan sangat terdistorsi. Sistem baru ini dapat disebut sebagai suatu sistem kurs beraneka, sebuah ciri yang umum di negara-negara Dunia Ketiga pada tahun 1950-an dan 1960-an.

  • Perdagangan dan Pelayaran

            Pada bagian ini, penulis memaparkan mengenai  pulau-pulau di luar Jawa merupakan wilayah penjajahan Belanda yang sedang dilikuidasi pada akhir tahun 1940-an, dengan hanya beberapa kekecualian yang dapat dicatat, wilayah yang luas ini tidak pernah lebih dari sekadar terintegrasi seadanya ke dalam negara penjajahan yang berpusat di Jawa.

  • Perang Korea dan Sesudahnya
  • Pada bagian ini, penlis memaparkan mengenai karet Perang Korea yang menarik beberapa pendatang baru ke sektor pelayaran dan perdagangan lokal, tetapi kecenderungan pada waktu itu menuju konsolidasi. Sesudah 1946, keuntungan yang tinggi dan risiko yang tinggi pula untuk menembus blokade Belanda telah mendorong terjadinya perpecahan dan pergantian karena risiko penyitaan lebih besar bagi perusahaan.
  • Indonesia Bagian Timur      

Pada bagian ini penulis menggambarkan mengenai situasi di Indonesi bagian timur, dan khususnya di Sulawesi, sehingga cukup di sini untuk menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan situasi perniagaan di sana dengan di Indonesia bagian tengah dan barat

  • Mencari Pendapatan Tambahan yang Tidak Wajar

Pada bagian ini penulis, memaparkan mengenai perkenalan sistem kurs beraneka sebagai alat pemajakan memiliki sejumlah dampak yang dapat ditebak. Dampak itu belum begitu kentara sebelum 1952, ketika boom Perang Korea memberikan bonus rejeki nomplok bagi semua orang yang terlibat dalam perdagangan karet---mengingat bahwa pada waktu itu perdagangan minyak dikendalikan ketat oleh Shell dan Stanvac melalui hubungan dengan pemerintah pusat. Tetapi sejak 1952, pertentangan menyangkut pembagian keuntungan menjadi semakin tak terhindarkan, dengan beberapa konsekuensi.

  • Dampak

Pada bagian ini penulis memaparkan mengenai dampak-dampaknya, tahun 1950-an membawa pesan bahwa keadaannya tidak persis sama dengan Indonesia pasca-krisis 1997-1998. Pertama, dengan kebijakan nasionalisnya yang ditujukan kepada Belanda dan juga kelompok etnis Tionghoa, Indonesia merintangi pembangunan iklim bisnis yang dapat menarik dan memajukan para wirausahawan keturunan Tionghoa yang muda dan bersimpati pada Republik. Kedua, sistem kurs beraneka dan struktur perpajakan yang menyertainya sangat merugikan Indonesia. Ketiga, sistem ini menyebabkan suatu pemisahan ekonomis dan politik yang mendalam dan menentukan antara Jawa dan pulau-pulau di luar Jawa, khususnya Sumatera.

Simpulan

Pada bagian kesimpulan, penulis menawarkan tafsiran sejarah bahwa Indonesia mengawali tahun 1950-an dengan membentuk sebuah negara kesatuan Republik dengan ideologi nasionalis dan historiografinya. Kemudian kita Kita juga dapat mendekati tahun 1950-an dari sudut pandang yang sangat berbeda. Sudut pandang itu tidak melihat ekonomi Indonesia sebagai sebuah ekonomi yang sambungan bagiannya pada tahun 1950-an bersifat lemah dan bahkan artifisial.

Kekuatan Artikel

  • Artikel ini menarik membahas dasawarsa (1950an) yang tidak hanya berakhir dengan gejolak, tetapi memang sebenarnya sudah berawal dengan gejolak. Dengan demikian, apa yang perlu dikaji bukan hanya lembaga-lembaga sementara sebuah bangsa yang sedang dalam proses mencari jati dirinya tetapi juga hakikat gejolak itu sendiri.
  • Selanjutnya pada artikel ini mengemukakan bahwa distorsi ekonomi bukan hanya bagiannya keadaan waktu itu, tetapi merupakan faktor utama dalam konflik pusat-daerah, kendati konstelasi politik membawa hasil yang berbeda-beda di tingkat provinsi.
  • Terakhir, penulis menawarkan tafsiran bahwa konflik regional adalah dampak yang nyaris tak dapat dielakkan dari sebuah kebijakan terhadap nilai tukar mata uang yang menyimpang dan redistributif.

Kelemahan Artikel

  • Penulis tidak memaparkan terkait hasil penelitiannya, sehingga membuat pembaca ragu, sebab tulisan yang dikemukakan begitu substansial.
  • Gaya penyampaian dan bahasa yang digunakan sulit pembaca pahami, mesti membaca berulang-ulang agar paham.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun