Pada bagian ini penulis, memaparkan mengenai perkenalan sistem kurs beraneka sebagai alat pemajakan memiliki sejumlah dampak yang dapat ditebak. Dampak itu belum begitu kentara sebelum 1952, ketika boom Perang Korea memberikan bonus rejeki nomplok bagi semua orang yang terlibat dalam perdagangan karet---mengingat bahwa pada waktu itu perdagangan minyak dikendalikan ketat oleh Shell dan Stanvac melalui hubungan dengan pemerintah pusat. Tetapi sejak 1952, pertentangan menyangkut pembagian keuntungan menjadi semakin tak terhindarkan, dengan beberapa konsekuensi.
- Dampak
Pada bagian ini penulis memaparkan mengenai dampak-dampaknya, tahun 1950-an membawa pesan bahwa keadaannya tidak persis sama dengan Indonesia pasca-krisis 1997-1998. Pertama, dengan kebijakan nasionalisnya yang ditujukan kepada Belanda dan juga kelompok etnis Tionghoa, Indonesia merintangi pembangunan iklim bisnis yang dapat menarik dan memajukan para wirausahawan keturunan Tionghoa yang muda dan bersimpati pada Republik. Kedua, sistem kurs beraneka dan struktur perpajakan yang menyertainya sangat merugikan Indonesia. Ketiga, sistem ini menyebabkan suatu pemisahan ekonomis dan politik yang mendalam dan menentukan antara Jawa dan pulau-pulau di luar Jawa, khususnya Sumatera.
Simpulan
Pada bagian kesimpulan, penulis menawarkan tafsiran sejarah bahwa Indonesia mengawali tahun 1950-an dengan membentuk sebuah negara kesatuan Republik dengan ideologi nasionalis dan historiografinya. Kemudian kita Kita juga dapat mendekati tahun 1950-an dari sudut pandang yang sangat berbeda. Sudut pandang itu tidak melihat ekonomi Indonesia sebagai sebuah ekonomi yang sambungan bagiannya pada tahun 1950-an bersifat lemah dan bahkan artifisial.
Kekuatan Artikel
- Artikel ini menarik membahas dasawarsa (1950an) yang tidak hanya berakhir dengan gejolak, tetapi memang sebenarnya sudah berawal dengan gejolak. Dengan demikian, apa yang perlu dikaji bukan hanya lembaga-lembaga sementara sebuah bangsa yang sedang dalam proses mencari jati dirinya tetapi juga hakikat gejolak itu sendiri.
- Selanjutnya pada artikel ini mengemukakan bahwa distorsi ekonomi bukan hanya bagiannya keadaan waktu itu, tetapi merupakan faktor utama dalam konflik pusat-daerah, kendati konstelasi politik membawa hasil yang berbeda-beda di tingkat provinsi.
- Terakhir, penulis menawarkan tafsiran bahwa konflik regional adalah dampak yang nyaris tak dapat dielakkan dari sebuah kebijakan terhadap nilai tukar mata uang yang menyimpang dan redistributif.
Kelemahan Artikel
- Penulis tidak memaparkan terkait hasil penelitiannya, sehingga membuat pembaca ragu, sebab tulisan yang dikemukakan begitu substansial.
- Gaya penyampaian dan bahasa yang digunakan sulit pembaca pahami, mesti membaca berulang-ulang agar paham.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H