Mohon tunggu...
Laras Kancana
Laras Kancana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menapaki Jejak Budaya dan Sejarah di Galeri Bengkel Buku Deklamasi yang Abadi

5 April 2018   22:37 Diperbarui: 5 April 2018   23:03 759
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tempat kecil di pojok pusat kebudayaan Taman Ismail Marzuki ini mungkin akan menipumu dengan kesederhanaan. Namun rumah dari ratusan buku budayawan Indonesia ini menyimpan berbaris-baris jejak kekayaan. Di pojok kecil sebelah kanan Gedung Graha Bakti Budaya ini, disimpanlah buah pemikiran penulis-penulis legendaris Indonesia yang siap kamu adopsi.

Seperti sebuah cerita klasik, sejarah Toko Buku Bengkel Deklamasi memiliki permulaan yang menarik. Tempat yang kini menjadi salah satu atraksi pusat kebudayaan TIM tersebut diawali dari seorang lelaki bernama Jose Rizal Manua, yang pada mulanya adalah bagian dari Bengkel Teater Rendra ketika diundang ke acara The 1st New York Festival di Amerika Serikat pada tahun 1988. Jose terinspirasi dengan konsep buku bekas yang menjamur di negara Paman Sam saat itu. Mendapatkan banyak buku teater dan film dengan harga murah, Jose berkeinginan untuk mendirikan konsep toko seperti itu di tanah kelahirannya. Harapan tersebut terlaksana saat ia bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta periode 1992-1997, Soerjadi Soedirja pada tahun 1994.

"Saya sampaikan gagasan tentang "Secondhand Book Store" tersebut dan mendapat tanggapan yang menyenangkan dari Gubernur. Setelah saya buat maketnya, Dinas Kebudayaan DKI yang ketika itu dipimpin oleh Bapak Azhary Baedlawie, membangun Galeri Buku Bengkel Deklamasi- Taman Ismail Marzuki, di sudut gedung Graha Bhakti Budaya, yang kini keberadaannya sudah berusia 20 tahun." Ujar Jose.

Meski mengangkat tema yang sama dengan negara lain, Jose mengaku koleksi bukunya memiliki variasi beragam tentang budaya dan seni, tak heran kebanyakan pengunjung toko buku kecilnya merupakan seniman dan pecinta kebudayaan, bahkan seseorang yang sedang mengerjakan tugas akhir. Ketika pertama kali didirikan, sebagai seorang seniman sendiri, Jose memiliki jajaran sahabat seperti Rendra, Sutardji Calzoum Bachri, Taufiq Ismail, Leon Agusta, Iwan Fals, Remy Sylado, Seno Gumira Ajidarma, Noorca Marendra, Slamet Sukirnanto, Franky Raden, Sanuel Wattimena, Eka D. Sitorus, Gendut Riyanto, Dorman Borisman, dan Teguh Esha yang menghadiri peresmian Toko Buku pada tanggal 28 April 1996 tersebut.

"Toko Buku ini ternyata membawa suasana "rejo". Lumayan sebagai sumber informasi. Banyak buku-buku bekas yang justru membawa kejutan-kejutan karena sifatnya yang penting sebagai bacaan. Tetapi yang paling tidak saya sangka sebelumnya: toko bukumu itu bisa menjadi tempat pertemuan yang singkat dan hangat antara teman dan teman. Dan praktis untuk menjadi tempat menitip pesan antar teman, o.k! Sukses!" Tulis mendiang W.S Rendra, yang merupakan penulis kesukaan Jose sekaligus sahabatnya.

Perubahan waktu dan zaman tampak tidak memberikan keringanan kepada tempat tinggal banyaknya kejayaan intelektual penyair dan penulis Indonesia tersebut, meski sudah mencetak berbagai sejarah dan bahkan membuat 500 koleksi bukunya dibeli oleh museum Inggris, tahun 2017 Bengkel Deklamasi mengalami krisis. Pemerintah DKI Jakarta ingin menggusur toko buku tersebut dan menjadikannya sebuah caf, meski Taman Ismail Marzuki dikelilingi oleh banyak penjual makanan dan jajaran restoran. Sontak hal ini ditanggapi sebagai ancaman bagi budayawan Indonesia, yang akan berjuang mempertahankan eksistensi rumah dari karya pemikir tanah air. Bagi mereka, menghilangkan Bengkel Deklamasi sama dengan "Pembantaian Budaya" terhadap kehidupan negeri ini. Untunglah peristiwa ini akhirnya ditutup dan Galeri Bengkel Deklamasi tetap menjadi rumah singgah budayawan dan masyarakat yang mencintai seni.

Memiliki banyak koleksi langka Jose menjual beberapa diantaranya dengan rentang harga lebih murah daripada di pasaran. Meski awalnya hanya hobi, pria yang di darahnya mengalir seni ini mengaku bisa mendapatkan keuntungan dari mulai 200 hingga 500 ribu rupiah dalam sehari.

Keberadaan Galeri Buku Bengkel Deklamasi menjadi bukti dari kemegahan seni dan budaya bangsa. Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno, bahkan mengatakan, "Jangan sekali-sekali kita meninggalkan sejarah!" dan Bengkel Deklamasi merupakan rumah dari banyaknya ukiran dan bukti inteligensi bangsa. Merawat buku dan melestarikannya adalah kontribusi besar bagi kemajuan negeri ini.

Kalau kamu ingin bergabung bersama pemikiran dari penulis dan penyair besar Indonesia, mengadopsi buku-buku langka dengan harga murah meriah, atau hanya sekedar ingin menjadi bagian dalam membangun dan melestarikan seni, mengunjungi Galeri Buku Bengkel Deklamasi di Taman Ismail Marzuki yang buka setiap hari dari mulai pukul 10.00 pagi hingga 17.00 sore ini tentunya harus menjadi destinasi selanjutnya bagi dirimu untuk berpijak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun