Mohon tunggu...
Dimas Satyo Adiprakoso
Dimas Satyo Adiprakoso Mohon Tunggu... Lainnya - Full Time Digital Marketing

Social Enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Titik Temu Antara Pendidikan, Reformasi dan Islam

8 Oktober 2017   20:48 Diperbarui: 8 Oktober 2017   20:56 671
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara tentang ketiga hal diatas (pendidikan, reformasi dan islam) selalu memiliki relevansi dan bermuara pada satu tujuan yakni sebuah perubahan. Banyak hal yang dapat direalisasikan dari irisan ketiga kata tersebut terutama dalam membenahi berbagai permasalahan umat yang mendasar seperti memperbaiki kualitas sumber daya manusia dan menjawab tantangan zaman. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pendidikan merupakan satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk merubah kondisi individu ataupun sebuah kaum. Dengan ilmu seseorang mampu mentransformasikan setumpuk teori kedalam ranah-ranah sosial sehingga bisa lebih bermanfaat.

Perlu disadari juga bahwa sebuah individu atau kaum sudah sepenuhnya sadar tentang tanggung jawab akan ilmu yang dimilikinya, maka ilmu itulah yang menjadi senjata utama untuk melakukan sebuah perubahan secara menyeluruh, reformasi di berbagai aspek. Ketika semangat juang mengalir deras dalam darah, ditanamkan pula dalam diri sendiri bahwasannya hal tersebut dilakukan atas dasar agama, kepada Tuhan yang Maha Esa. Karena dalam setiap apapun tujuan dan langkah manusia tak luput dari "Habluminallah" dan "Habluminannas". Apapun tujuan yang dimiliki selalu niatkan sebagai ibadah kepada Allah SWT dan untuk kebaikan antar sesama umat manusia

Jauh sebelum zaman ini datang, umat muslim pernah mencapai kejayaanya di Andalusia, Spanyol dengan mengaplikasikan ketiga irisan hal tersebut (pendidikan, reformasi, islam). Tak tanggung-tanggung masuknya peradaban umat muslim di eropa membawa gebrakan perubahan pemikiran dan berbagai macam penemuan yang hingga saat ini dapat dirasakan manfaatnya. 

Hal tersebut tak luput dari konsistensi umat muslim dalam menafsirkan berbagai firman Tuhan dan membuktikannya dalam kehidupan sehari-hari. Bahwasannya semua firman yang ada dalam Al-Quran tidak satupun yang bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Siang dan malam tak luput dari aktivitas bertukar pikiran dan pembuktian dengan nalar ilmiah akan kebenaran firman-firman Tuhan. Penggunaan akal dan logika juga sangat vital dalam menyingkap tabir kebesaran Tuhan. Sehingga pada akhirnya mampu ditransformasikan kedalam kehidupan dan memberikan dampak terhadap perubahan zaman.

INDONESIA BEREFLEKSI

           Indonesia merupakan negara berpenduduk mulsim terbesar di dunia. Melihat fakta yang ada,  bahwasannya indonesia merupakan negara yang bisa dikatakan minim dari konflik internal yang berkepanjangan. Lain halnya dengan negara-negara islam yang berada di wilayah timur tengah yang menjadi korban fitnah dari kekejaman zaman yang semakin lama semakin tunduk terhadap liberal-kapitalisme. Yang mana untuk kembali menegakkan kejayaan peradaban islam sangatlah sulit ditengah badai konflik dalam negeri.

Dari realitas tersebut, seharusnya bisa dijadikan api pemantik semangat dalam menghidupkan kembali kejayaan peradaban umat muslim yang sudah lama tertidur lelap. Ada sebuah pepatah mengatakan "Lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali". Mungkin gambaran yang sangat cocok untuk wajah Indonesia saat ini.

 Banyak permasalahan yang tak kunjung usai, kasus korupsi dari skala kecil hingga triliyunan rupiah menjamur di berbagai daerah, sekulerisme yang tumbuh subur dan potret tindakan menyimpang dari generasi muda tersebar dimana-mana. Lantas pertanyaan besarpun muncul, bagaimanakah Indonesia bisa membangun kembali peradaban besar Islam yang telah belasan abad tertidur dengan setumpuk permasalahan yang ada ?

Dalam pidatonya Bung Karno pernah berpesan :

"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri".

Maka sebuah sikap tegas pun perlu diambil untuk menyikapi setiap aspek permasalahan. Kembali lagi bahwa tidak ada jalur lagi yang dapat ditempuh kecuali pendidikan. Perlu dicatat bahwa sistem pendidikan di negeri ini belum sepenuhnya bisa mengurai benang kusut dari setiap permasalahan dikarenakan filsafat dari pendidikan Indonesia sendiri masih berkiblat pada industrialisme semata, bukan menjadikan pendidikan sebagai fasilitas untuk mengetahu potensi setiap individu dan menitik beratkan pada kemampuan individu dalam otonomi dan kepemimpinan masing-masing. Setidaknya perlu merefleksikan kembali dan berkontemplasi terhadap substansi dari adanya sebuah pendidikan.

Tidak berhenti di situ saja, dikotomi limu pengetahuan dengan agama pun masih berlangsung di Indonesia. Seakan terdapat jurang pemisah yang sangat lebar diantara keduanya. Padahal praktik-praktik tersebut diharamkan ketika umat muslim berjaya di dataran eropa. Semua cendekiawan yang hidup di zaman kegemilangan islam memiliki pandangan bahwa agama dan ilmu pengetahuan dapat hidup berdampingan.

 Perlunya berijtihad dalam merealisasikan gagasan-gagasan dalam membangun kembali peradaban islam dan mengatasi berbagai permasalahan yang begitu kompleks. Memutus rantai taqlid yang menjadi belenggu umat muslim dalam menggali lebih dalam ilmu pengetahuan dalam tubuh agama sendiri. Setidaknya masih ada secercah harapan untuk mereformasi negeri ini, merobohkan budaya-budaya yang membelenggu keterbukaan akan ilmu pengetahuan dan membawa perubahan yang bermanfaat antar sesama umat manusia

Allah telah berfirman dalam Al-Quran Surat Ar-Ra'd (QS 13:11)

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun