Mohon tunggu...
Satya Wira Yudha
Satya Wira Yudha Mohon Tunggu... -

Seseorang yang berkelana untuk mencari batas antara baik dan buruk, benar dan salah serta halal dan haram

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saya Butuh Akun Palsu

16 November 2016   21:11 Diperbarui: 16 November 2016   21:21 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak masa kuliah saya sudah tertarik dengan dunia politik, terutama masalah birokrasi. Sebagai mahasiswa yang berada di luar pemerintahan tentu saya tidak tahu banyak bagaimana roda pemerintahan digerakkan. Hingga suatu ketika saya diterima menjadi PNS di salah satu Instansi Pemerintah Pusat. Setelah masuk ke dalam pemerintahan saya mendapatkan banyak pengetahuan baru, beberapa positif dan beberapa negatif. Di dalam pemerintahan saya bisa melihat lebih jelas bagaimana roda pemerintahan bekerja. Saya mendapatkan banyak informasi baru yang sulit diperoleh ketika masih berada di luar pemerintahan. Ibaratnya kita tidak akan tahu apa yang ada di dalam hutan sebelum kita benar benar masuk ke hutan dan melihatnya sendiri.

Di dalam pemerintahan terdapat suatu budaya yang telah terbentuk sekian tahun lamanya. Budaya yang telah mengakar pada jiwa sebagian besar orang yang dibesarkan pada masa orde baru. Masa masa dimana KKN tumbuh dengan lebatnya, bak jamur di musim hujan. Sebagai pegawai baru dengan nurani yang masih bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang halal dan mana yang haram, saya melihat bagaimana negara ini dibodohi oleh aparatnya sendiri. Banyak hal yang tidak sesuai dengan nurani saya. Tapi nyatanya saya tak mampu untuk berbuat banyak meskipun telah mengetahui lebih banyak. 

Pernah suatu ketika saya menyampaikan pandangan saya tentang sesuatu, pemikiran saya tentang permasalahan, kritikan yang cukup tajam, yang mungkin terlalu berbelit belit jika diupayakan lewat birokrasi. Jika seorang staff mempunyai pemikiran maka harus disampaikan terlebih dahulu kepada eselon 4, kemudian diteruskan ke eselon 3, kemudian diteruskan ke eselon 2, kemudian diteruskan ke eselon 1. Itupun jika eselon 4, eselon 3, eselon 2 dan eselon 1 sepemikiran dengan kita, jika tidak pemikiran tersebut akan "dijegal" di tengah jalan dan menguap bersama serpihan harapan.

Akhirnya saya memberanikan diri untuk menulis di Kompasiana menggunakan nama asli, berharap dibaca oleh pak presiden, kemudian pak presiden bergerak dan persoalan selesai. Tulisan tersebut berisi kritikan tajam tentang kinerja instansi sebelah. Hingga akhirnya saya dihakimi oleh orang orang di lingkungan saya bekerja dengan alasan ini itu dan sebagainya. Tulisan saya delete ....

Hingga suatu saat saya merasa bahwa sepertinya saya butuh akun palsu, yang bebas bercerita tentang apa saja, yang bebas menyampaikan apa saja, melepaskan diri dari status saya sebagai seorang PNS. Karena nyatanya kisah kisah di dalam sini harus dibongkar, agar dunia tahu sebenarnya apa yang sedang terjadi disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun