Mohon tunggu...
Money

Reformasi Hulu Migas

27 November 2016   20:05 Diperbarui: 27 November 2016   20:12 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dalam 12 tahun terakhir, harga minyak dunia sempat merosot hingga ke level terendah yaitu US$28 per barel. Sampai saat ini pun, harga minyak dunia belum beranjak naik signifikan atau masih di bawah US$100 per barel. Kondisi ini mengguncang industri migas dunia. Tekanan yang begitu hebat itu membuat tingkat keekonomian proyek migas menurun drastis. Efek selanjutnya, pekerjaan pengeboran sumur dan ekspansi kapasitas produksi terpaksa dibatalkan.

Sejumlah langkah sebenarnya sudah ditempuh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). Langkah itu, misalnya, melakukan efisiensi dan renegosiasi terhadap kontrak-kontrak pengadaan barang dan jasa, mengoptimalisasi kegiatan perawatan sumur (well service) dan kerja ulang (work over). Namun, hasilnya belum juga menggembirakan. Kebanyakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) masih belum bergairah untuk melakukan kegiatan eksploitasi, apalagi eksplorasi migas.

Kondisi itu tercermin dari capaian investasi hulu migas yang hanya US$5,65 miliar pada semester I-2016 sebagaimana dicatat SKK Migas, turun 27 persen dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$ 7,74 miliar.

Secara historis, investasi industri hulu migas berbanding lurus dengan harga minyak. Semakin tinggi harga minyak semakin banyak investasinya, begitu juga sebaliknya. Ini terlihat antara lain sepanjang 2010-2013 tren investasi hulu migas, khususnya pada blok eksploitasi, yang mulai merangkak. Kenaikannya mencapai 71,8 persen menjadi US$ 18,9 miliar, dalam waktu empat tahun tersebut.  Saat itu harga minyak mentah masih berkisar di angka US$ 100 per barel.

Ketika harga minyak turun pada pertengahan 2014, nilai investasi hulu migas mulai turun 1 persen menjadi Rp 18,7 miliar. Tahun lalu, investasinya kembali turun hingga 20,8 persen menjadi US$14,8 miliar, karena harga minyak yang terus menukik. Tren ini masih terjadi hingga semester I 2016.

Selain turunnnya harga minyak, ketidakbergairahan investasi di hulu migas saat ini juga dipengaruhi oleh kondisi lapangan minyak Indonesia yang  mayoritas  sudah uzur. Lapangan minya yang tua umurnya membutuhkan biaya operasi yang semakin tinggi. Lapangan ini secara alami cadangan migas yang ada di dalamnya tentu saja berkurang, dan kemampuan produksinya menurun.

Kondisi lainnya yang memicu penurunan investasi adalah beberapa lapangan migas sudah akan berakhir masa kontraknya. Sejauh ini belum ada kepastian bagi kontraktor apakah kontrak dari lapangan yang sudah akan habis ini, akan diperpanjang atau tidak.

Penurunan investasi tersebut juga dipengaruhi Production Sharing Contract (PSC) di Indonesia yang masih kurang bisa beradaptasi dengan fiskal. Term PSC yang selama ini berlaku hanya dipatok pada harga minyak tertentu. Sehingga, ketika harga minyak dunia sangat tinggi, atau sangat rendah, term PSC tersebut tidak bisa menyesuaikan.

Karena itu, perlu adanya pengenalan term PSC yang lebih sensitif terhadap gejolak harga minyak dunia. Dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan mitra kerja terkait, juga dalam berbagai forum diskusi dan seminar ataupun wawancara dengan media, saya sering mengemukakan perlunya penggunaan formula sliding scale.

Formula sliding scale ini membuat bagi hasil migas beradaptasi dengan naik turunnya harga minyak dunia. Apabila harga minyak rendah, maka porsi dari KKKS membesar, dan porsi negara mengecil. Ini dimaksudkan agar kontraktor bisa bertahan dalam kondisi harga minyak yang rendah.

Sebaliknya, pada waktu harga minyak dunia tinggi, maka porsi pemerintah bertambah. Sedangkan porsi kontraktor berkurang. Hanya saja, berkurangnya porsi kontraktor ini masih menguntungkan bagi mereka untuk melanjutkan investasinya. Dengan cara demikian, maka industri migas di Tanah Air akan lebih bisa beradaptasi terhadap tekanan harga minyak dunia.

Dengan term PSC semacam itu, investor juga terdorong untuk mau melakukan eksplorasi mencari sumur-sumur minyak baru. Eksplorasi sudah menjadi barang mahal di Indonesia. Tanpa eksplorasi tak akan ada sumur minyak baru. Kita tentu tak boleh terlena dengan sumur minyak yang sudah ada yang kian menua.

Adapun terhadap ladang migas yang sudah akan habis masa kontraknya, perlu dipikirkan adanya aturan yang dapat memberikan kepastian tentang perpanjangan kontrak, jauh sebelum kontrak berakhir.  Kepastian ini penting untuk memacu investor hulu migas tetap berinvestasi.

Kepastian ini juga akan sangat terbantu dengan makin mudah dan cepatnya waktu perizinan. Selama ini. Akhir tahun lalu SKK Migas menunjukkan bahwa total ada 341 izin yang harus diurus KKKS Migas untuk bisa melaksanakan kegiatan operasi. Izin tersebut dibutuhkan untuk lima fase kegiatan, yakni survei awal, eksplorasi, pengembangan, produksi, dan pasca produksi. Proses pengurusan perizinan tersebar di 17 instansi, baik instansi pemerintah maupun swasta.

Kontraktor juga dihadapkan pada permasalahan waktu yang dibutuhkan untuk mengurus izin. Dari seluruh izin yang ada, proses pengurusan perizinan membutuhkan waktu bervariasi, mulai dari 3 hari kerja hingga 2 tahun. Lamanya perizinan membuat rencana kegiatan operasi tidak bisa segera dilaksanakan.

Langkah yang ditempuh Kementerian ESDM dengan mengurangi jumlah perizinan hulu migas dari 104 menjadi 42 izin, patut diapresiasi dan diikuti oleh instansi lainnya. Kementerian ESDM juga telah menyerahkan perizinan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Seluruh izin hulu migas yang dulunya harus melalui proses di Kementerian ESDM kini bisa diurus di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat dl BKPM. Reformasi perizinan ini tentu menjadi dambaan investor hulu migas.  

Reformasi berikutnya adalah perlunya SKK Migas mengubah semaksimal mungkin dari kondisi unplanned shutdown pada kegiatan operasi migas, menjadi planned shutdown. Caranya antara lain adalah dengan merencanakan secara akurat jadwal pemeliharaan operasi, yang memaksa harus melakukan shutdown. Unplanned shutdown pada kegiatan operasi migas, sebisa mungkin hanya untuk kondisi yang benar-benar disebabkan faktor alam, yang berada di luar kemampuan manusia.  

Langkah-langkah semacam itu penting mengingat investasi di hulu migas masih sangat diharapkan. Migas masih memiliki kontribusi kepada APBN.

Berkaitan dengan kontribusi migas kepada APBN, juga perlu dipikirkan adanya perubahan dalam rezim kontrak PSC. Rezim kontrak PSC yang selama ini menganut azas lex spesialist perlu ditinjau ulang, apabila kontrak tersebut berhubungan langsung dengan profitabilitas (link to profitability).

Maksudnya, jika keekonomian sebuah kontrak PSC menghadapi hambatan atau tidak sesuai pada waktu kontrak itu ditandantangani lantaran munculnya peraturan perundang-undangan yang baru, misal perubahan rezim pajak, sebaiknya kontraktor mendapat kesempatan untuk menegosiasikan ulang kepada pemerintah, yang dijamin dalam pasal-pasal stabilisasi (stabilization clause). Cara ini juga dapat lebih menjamin investor untuk tetap bersemangat menjalankan kegiatan investasinya. 

Dengan demikian, upaya pemerintah untuk menjadikan industri hulu migas menjadi prime movereconomy, atau pengerak ekonomi akan bisa menjadi kenyataan. Hal ini juga sekaligus meninggalkan paradigma lama yang hanya memfokuskan industri hulu migas sebagai pendapatan negara, atau revenue base.

Dengan memakai paradigma baru tersebut, memang ada kemungkinan pendapatan dari sektor migas menurun, terutama karena melemahnya harga minyak dunia atau pun tak tercapainyanya target lifting. Tetapi, pertumbuhan ekonomi dapat dipertahan, mengingatkan investasi industri hulu migas tetap terjaga. Sehingga, multiplier effect pun terjadi dari tetap berjalannya industri hulu migas, yang berujung pula pada ketersedian energi bagi industri dengan harga lebih murah. Lapangan kerja baru juga lebih memungkinkan terbuka, dengan memakai paradigma economic growth base ini. Taraf hidup masyarakat pun akhirnya dapat meningkat. (*)

Jakarta, Oktober 2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun