Tak semua hal yang dilakukan untuk kepentingan pribadi pun dibilang buruk. Manusia juga tentu tak boleh begitu saja mengabaikan atau mendzalimi dirinya sendiri. Ada kepentingan primordial yang harus dipenuhi. Setidaknya, perlu-lah kiranya menikmati hidup ini asal tidak melampaui batas.
Mana yang bukan kenikmatan dalam hidup? Apapun itu, Tuhan pasti ingin memberikan yang terbaik bagi kita walaupun tak suka. Tapi menjadi manusia tak seasyik apa yang kita lihat pada iklan-iklan rokok di TV. Tugas berat menumpuk. Dunia ini bukan tempat berasyik-asyikan yang sesungguhnya. Orang macam apa yang selalu asyik-asyikan padahal dia tahu kalau ada orang-orang yang tak bisa menikmati hidup seperti hidupnya?Â
Enak bener seandainya jadi manusia yang sesuka-suka hati ngelakuin ini-itu tanpa ada pertanggungjawaban. Seandainya seperti itu hidup ini dikonsep, saya pasti sudah banyak membunuh orang yang tak saya sukai. Atau, sudah pasti saya akan memperkosa banyak perempuan. Atau, membuat kejahatan paling brutal sebrutal-brutalnya.
Kita tahu kalau ada yang namanya surga-neraka. Sekarang, di saat kita mengimani adanya hari pembalasan pun kejahatan masih terjadi dimana-mana. Bagaimana seandainya tak pernah sampai kepada kita tentang hari penghakiman dan tempat yang bernama surga-neraka itu? Saya yakin kita bisa membayangkan kayak apa jadinya dunia ini.
Memang manusia memiliki  sifat-sifat baik. Apapun keyakinannya, pasti ada di dalam dirinya keinginan untuk berbuat baik. Tapi persoalan hidup dan eksistensi kita tak bisa kita lihat secara parsial, melainkan harus dilihat secara integral, terutama dalam konteks memahami kehendak Tuhan.
Apa mungkin Tuhan memiliki kehendak buruk? Tidak layak disebut Tuhan kalau ada sifat atau niatan buruk pada DzatNya. Kita hanya seringkali tak bisa menangkap hikmah di balik suatu fenomena kalau hanya dipahami sebatas lahiriah semata. Karena untuk bisa memahami hikmah di balik semua itu pun sulit. Lantaran keterbatasan semacam itulah kita cuma bisa berprasangka positif terhadap segala fenomena kehidupan.
Tuhan tidak mungkin berniat buruk. Kalau tak ada subjek yang suci dari keburukan, yang memiliki kekurangan, yang tak sempurna, maka tak ada yang pantas disembah, dipuja, diagungkan. Dan itu adalah suatu kemustahilan yang sangat-sangat absurd. Kalau begitu, sedemikian bodohkan Dia yang menciptakan kehidupan ini? Atau justru kitalah yang paling pintar, paling tahu, paling mampu dalam segala hal? Tapi bagaimana bisa? Sedangkan untuk menentukan kita lahir di mana saja kita tak bisa.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H