Kalau sedang teringat akan kematian, seringkali saya merasa belum melakukan dan memberikan apa-apa kepada masyarakat, umat, maupun bangsa ini.
Kehidupan memang menarik-narik sehingga kita lupa dengan hal pokok apa yang mesti kita lakukan. Tapi, siapapun akan merasakan, ketika seolah-olah dia merasakan batas hidupnya semakin dekat, di situ pula ada penyesalan bahwa hidup ini sangat sebentar. Juga, akan ada kesadaran, apa-apa saja yang sudah kita lakukan selama ini? Apa itu sesuatu yang bermanfaat? Dan untuk siapa manfaatnya tadi? Untuk diri kita sendiri-kah? Atau untuk untuk orang lain?
Dari persoalan faedah tadilah saya juga sadar dan belakangan ini nampaknya harus mengurangi kenikmatan-kenikmatan personal. Saya merasa tak ada manfaatnya melakukan sesuatu demi kepentingan diri sendiri. Itu hanya merugikan saya. Untuk apa kita hidup kalau bukan untuk orang lain, atau yang lebih esensial lagi, yaitu untuk Tuhan?
Permasalahan bangsa ini memang makin terasa pelik. Mungkin itu juga yang jadi semacam keasyikan daripada cuma sekedar menikmati kesenangan pribadi. Ketika Anda intens berhubungan dengan Tuhan, maka Anda akan semakin merasakan kegalauan, kegelisahan ketika melihat apa yang sedang terjadi. Apa yang harus diperbuat? Itu bukan lagi soal karena semua sudah jelas.
Kita sebenarnya sudah punya jawaban dan solusi untuk permasalahan yang paling fundamental. Kita hanya harus mengajak orang lain, memberikan memberikan pemahaman kepada mereka supaya mereka menuju ke arah yang semestinya, yaitu pemahaman akan hakikat yang sebenarnya. Baik permasalahan bangsa maupun permasalahan kita, tak lain adalah kurangnya kita membaca kehidupan, mempertanyakannya, dan memikirkannya. Ini adalah suatu lahan luas yang mesti digarap, diolah, dimana pada agamapun hal itu sudah jelas. Artinya, mengajak orang berpikir dan memahami, itu merupakan perintah dalam agama sehingga kemudian orang-orang akan menyadari dirinya dan kehidupan.
Semangat untuk melakukan tindakan itu muncul bersamaan ketika perasaan akan dekatnya kematian itu datang. Seolah-olah waktunya tinggal sedikit sehingga saya harus cepat-cepat melakukan sesuatu. Tak terpikirkan lagi soal diri sendiri. Dari hal itulah saya selalu ingin merasakan kematian. Saya ingin menyesal lebih dulu sebelum menyesal di saat saya sudah mati, sambil mengatakan "biarkan aku selalu merasakan kematian, ya Tuhan..."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H