Kita baru saja memperingati Hari Pendidikan Nasional. Namun, bukan berarti pembahasan pendidikan telah berhenti sampai di sini. Justru kita harus terus-menerus memikirkan seperti apa pendidikan kita di masa yang akan datang.
Pembahasan mengenai pendidikan memang tidak ada habisnya. Karena pendidikan merupakan ilmu yang terus berubah dan berkembang seiring perubahan zaman. Walaupun sebenarnya kondisi pendidikan di Indonesia tidak banyak berubah sejak dulu. Pendidikan dalam hal ini bisa dalam arti luas maupun dalam arti pendidikan di sekolah.
Perubahan di bidang pendidikan yang terjadi selama ini masih di permukaan saja. Misalnya, penggantian nama kurikulum, sertifikasi guru, dan berbagai perubahan kebijakan. Menurut beberapa pengamat atau pemerhati pendidikan, perubahan pendidikan Indonesia lebih dipengaruhi oleh politik dan kekuasaan daripada kebutuhan pendidikan itu sendiri. Sehingga muncul istilah "ganti menteri ganti kurikulum". Suatu istilah yang cukup membosankan di kalangan pendidik.
Sejauh ini pembahasan mengenai pendidikan masih seputar hal-hal teknis atau rutinitas. Seperti bagaimana cara mengajar yang kreatif, mengelola kelas, melakukan penilaian otentik, menyusun rencana pembelajaran, dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut bukannya kurang penting, tetapi itu berpotensi mengaburkan pandangan kita terhadap tujuan pendidikan yang sejati.
Pendidik selalu disibukkan oleh hal-hal teknis. Sehingga lupa memikirkan pertanyaan refleksi, seperti: mengapa saya harus mengajar? Apa tujuan saya sesungguhnya dalam mendidik siswa? Apakah benar saya terpanggil sebagai pendidik?
Jika diperluas lagi, pertanyaannya dapat berupa: masyarakat seperti apa yang akan dihasilkan oleh sekolah? Dunia seperti apa yang akan dialami dan dihadapi oleh peserta didik kelak? Apakah profesi guru masih relevan di masa depan?
Pertanyaan-pertanyaan ini jarang sekali ditanyakan oleh pelaku pendidikan sendiri. Apalagi menemukan jawabannya. Kecuali mereka yang aktif, atas inisiatif sendiri, ikut seminar dan pelatihan di berbagai tempat. Tapi, jumlah mereka ini masih sedikit dan biasanya tersebar di kota besar saja.
Menurut penulis, beberapa pertanyaan di atas penting karena jawaban demi jawaban dari pertanyaan tersebut, jika dipikirkan secara serius, akan menuntun seorang pendidik pada pemahaman yang utuh dan tindakan yang tepat. Dari sana hal-hal teknis menyangkut pembelajaran akan terlihat jelas; apakah aktivitas mengajar selama ini sudah selaras dengan tujuan pendidikan kita. Ibarat melihat dari ketinggian, kita dapat menentukan apakah kita sudah di jalur yang benar atau malah telah jauh menyimpang. Ini yang pertama.
Secara umum atau biasanya, jika seorang calon guru (bahkan mungkin guru berpengalaman pun) ditanyakan mengapa ia menjadi guru, maka jawabannya adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, untuk memberikan yang terbaik, menjadi guru adalah pekerjaan mulia, atau ini adalah panggilan hidup saya, dan sebagainya. Jawabannya berhenti di situ. Dan jika ditanyakan lebih lanjut mengapa harus mencerdaskan kehidupan bangsa atau mengapa panggilan hidupnya begitu, rata-rata akan kebingungan menjawab. Artinya, sang calon guru tersebut sebenarnya belum menemukan sesuatu untuk dilakukan bagi pendidikan, selain mengajar saja.
Penulis mengutip sebuah pemikiran dari Paulo Freire, pakar pendidikan kritis, yang mengatakan bahwa tindakan hanya manusiawi jika dia bukan semata-mata sebuah pekerjaan rutin tetapi merupakan suatu perenungan mendalam. Ada tindakan dan refleksi. Refleksi akan mendasari tindakan selanjutnya. Kondisi pendidikan (sekolah) kita saat ini terlalu sibuk dengan pekerjaan rutin (hal-hal teknis, dalam bahasa penulis) dan melupakan apa yang disebut sebagai refleksi. Jika berdasar pada pemikiran ini, apakah aktivitas belajar-mengajar selama ini bisa dikatakan manusiawi?
Hal kedua yang penulis ingin sampaikan mengapa penting menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sudah dituliskan di atas karena perubahan teknologi yang sangat cepat saat ini hanya bisa dihadapi oleh orang-orang yang mengetahui secara jelas apa yang akan dia lakukan dan perubahan apa yang segera terjadi. Itu hanya bisa dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti di atas. Setelah gambaran besar diperoleh, maka perubahan apa pun akan siap dihadapi.