Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Bahtera Nuh di Tanah Nusantara - Kontemplasi Relasi Individu dengan Dunia

5 Mei 2023   20:48 Diperbarui: 5 Mei 2023   20:58 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi boleh jadi kita lupa mempertimbangkan kemungkinan bahwa Kana'an hanya ingin tetap bersama dengan kaumnya entah dalam kesukaran maupun kemujuran. Bahwa ia lebih memilih mati bersama mereka ketimbang mengambil keputusan (yang menurutnya pengecut) untuk menyelamatkan diri bersama Nuh dan segelintir pengikutnya. 

Seketika, Kana'an nampak lebih mirip sebagai seorang pemimpin yang lebih mengayomi masyarakatnya ketimbang bahkan Nuh sekalipun, bukan?

Sejarah pada umumnya dinarasikan melalui sudut pandang mereka yang menang maupun yang memiliki legitimasi sosial di belakangnya. Hanya pada kesempatan yang langka, sesekali kita jumpai kisah yang bersimpati terhadap mereka yang kalah maupun yang nampak sebagai tirani di mata dunia. 

Peradaban manusia akan senantiasa mengingat Nuh (atau nama lain yang dilekatkan oleh berbagai versi kisah yang beredar pada sosok ini) dengan kacamata yang positif dan narasi dominan sembari berusaha mengubur dengan sikap antipati pihak-pihak yang dianggap berseberangan dengannya, termasuk sang anak Kana'an, dalam catatan kelam umat manusia.

Mungkin dalam dunia paralel yang memuat hasil akhir yang berbeda, kita justru akan menjadikan Nuh sebagai tragedi dan komedi kebodohan seorang manusia yang sampai akhir hayatnya tak kunjung mendapati air bah yang dijanjikan tuhan. 

Bahwa Nuh adalah seorang yang dianggap sakit jiwa di dunia paralel tersebut dan Kana'an adalah seorang anak berbakti yang hingga akhir hayat ayahnya berupaya membawanya kembali ke sisi kewarasan. 

Ah tapi mungkin manusia dalam dunia paralel tersebut akan kembali mengulang kesalahan serupa sebagaimana kita hari ini yang membaca kisah bahtera Nuh secara sempit...

Suatu ketika dalam pembicaraan santai antara penulis dengan salah seorang teman, diskusi kami bermuara pada kisah bahtera Nuh. Mungkin pada saat itu, penulis hanya ingin berkelakar ketika diminta untuk menjelaskan penyebab azab air bah yang menimpa mayoritas kaum Nuh. 

Ketimbang menyatakan jawaban yang lumrah diketahui, penulis menjawab dengan sikap sok ilmiah, 

"Ya iyalah banjir, Lu kira Nabi Nuh bikin kapal segede gitu pake apaan? Dia nebangin hutan buat dapet kayu selama ratusan tahun, jir! Umatnya tenggelam gara-gara deforestasi, bukan kena azab. Di Jawa aja baru ditebangin bentar kampung-kampungnya mendadak kebanjiran. Padahal mereka udah kenal namanya got, lho!"

Terkadang menyulut ide awal untuk buku sembari membuka perdebatan tentang siapa yang sebenarnya baik dan jahat dalam sebuah cerita dapat berawal dari kelakar seremeh ini...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun