Ironisnya, berobat macam-macam sudah menjadi semacam budaya dalam masyarakat kita. Pembaca hampir pasti pernah mendengar nasihat untuk mengonsumsi obat ini-itu ketika sedang sakit. Medikasi berlebih di luar kondisi darurat bukan hanya memperlemah sistem imun (karena "dimanjakan" oleh bantuan obat-obatan), melainkan juga memperkuat virus dan bakteri penyebab penyakit di saat bersamaan.
Lho kok bisa? Jangan lupa, obat-obatan ini tidak hanya menjadi senjata tubuh, melainkan juga stressor bagi virus dan bakteri di saat bersamaan. Keduanya bermutasi dan menjadi lebih resisten terhadap obat-obatan yang sama ke depannya sehingga bukan tidak mungkin suatu saat obat yang sama tidak lagi ampuh.
Tendensi untuk "berobat" setiap kali sakit menunjukkan pula bahwa masyarakat kita lebih mengedepankan praktikalitas dalam menangani masalah. Yang berbahaya dari tendensi ini adalah bahwa kelompok ini kerap, tanpa sadar, rela mengejar keuntungan kecil yang sesaat sembari di saat bersamaan membuka diri terhadap kemungkinan buruk yang dampaknya masih belum diketahui.Â
Yang terburuk saat ini belum tentu titik terendah yang mungkin bisa kita alami. Jangan lupa bahwa black swan selalu mengintai dan menunggu momen untuk kembali hadir dalam hidup kita.
Yang dapat kita lakukan adalah mempersiapkan badan yang memiliki tingkat imunitas yang baik. Hal ini, sekali lagi, tidak instan, namun begitu ia terbentuk, ia juga tidak mudah hilang hanya karena kondisi sesaat.
Dengan demikian, apabila pandemi kali ini ada hikmahnya, salah satunya adalah bahwa selepas masa krisis ini kita harus mengubah pandangan kita mengenai medikasi dan dikotomi gaya hidup bersih-kotor. Kita perlu memberanikan diri untuk tidak bergantung dengan obat-obatan setiap kali sakit, sadar mengenai pola asupan yang baik, serta menyempatkan diri terhadap aktivitas luar ruangan. Imunitas tubuh manusia, sekali lagi, dibangun oleh waktu.
Terkait Ekonomi dan Bisnis
Dampak pandemi terhadap roda ekonomi dan aktivitas bisnis tidaklah merata pada setiap pelaku pasar. Untuk beberapa pihak, pandemi adalah malapetaka karena aktivitas bisnis mereka bergantung pada dimungkinkannya mobilitas masyarakat yang tinggi. Ambil contoh misalnya mall dan restoran yang terpaksa membatasi aktivitas bisnisnya dan tunduk patuh terhadap kebijakan pembatasan sosial. Keduanya, dengan kata lain, fragile terhadap pandemi.
Untuk sebagian lainnya, pandemi tidak ada dampaknya. Usaha-usaha seperti pertanian dan peternakan kurang-lebih masih beraktivitas seperti biasa karena permintaan atas bahan pangan selalu ada, terlepas dari apakah kita sedang berada di kantor atau rumah masing-masing. Kelompok ini adalah yang robust terhadap pandemi.
Terakhir, ada usaha-usaha yang justru diuntungkan dari pandemi seperti logistik dan penyedia transportasi daring. Dengan terbatasnya mobilitas, permintaan pada kedua usaha ini sedang tumbuh pesat dan kadang hal ini terlihat pada capaian keuangan mereka.