Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Biaya Peluang dalam Investasi Saham dan Mengapa (Terkadang) Strategi Investasi Terbaik adalah Duduk Manis

15 Mei 2021   10:00 Diperbarui: 15 Mei 2021   17:12 1326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kepanikan di Bursa Saham | Sumber: wync.org

Belakangan animo masyarakat Indonesia terhadap dunia pasar modal, khususnya saham dan cryptocurrency, sedang tinggi-tingginya. 

Entah di mana Anda berada, selalu saja ada bahasan tentang saham yang sedang panas atau cryptocurrency yang masih murah berseliweran dari berbagai kalangan.

Pandemi memaksa kita untuk mengadopsi budaya kerja baru dari rumah serta juga mengakibatkan kesulitan finansial bagi beberapa orang. 

Hal tersebut telah membuat beberapa kalangan berupaya mencari sumber penghasilan baru yang sekiranya tidak memerlukan kerja seintens kerja kantoran atau berbisnis.

Pasar saham telah lama dipandang sebagai salah satu alternatif ini. Anda dapat memilih, mau menjadi trader yang tiap hari aktif jual-beli saham dan meraup sekian persen keuntungan dari tiap transaksi, atau menjadi investor yang perlahan membangun posisi di saham tertentu dengan sudut pandang jangka panjang dan harapan suatu hari dapat memperoleh imbal hasil memuaskan.

Pilihan strategi memanglah melimpah dan Anda bahkan dapat berkreasi dengan lebih banyak strategi rumit seperti misalnya short-selling maupun arbitrage

Kendati demikian, kerap kali pertanyaan “satu triliun Rupiah” terkait “main saham” ada pada bagaimana cara Anda menggunakan setiap strategi secara tepat.

Penulis teringat kisah seorang dokter, yang tiap kali memeriksa pasien menggunakan stetoskop dan kemudian menulis resep obat, menagih biaya periksa sebesar Rp 100.000 kepada pasiennya. 

Ketika diprotes karena kerjanya hanya terkait dua hal itu, si dokter menyanggah, “Oh, biaya pakai stetoskop dan menulis resepnya hanya Rp 5.000, tapi biaya mengetahui apa yang harus diperiksa, apa arti diagnosisnya, dan resep obat apa yang harus diberikanlah yang besar, yakni Rp 95.000.”

Pengetahuan mengenai beraneka strategi di pasar saham dapat dengan mudah Anda dapatkan, misalnya dengan membaca rekomendasi analis, buku teks tentang berbagai metode analisis, dan seterusnya. Akan tetapi bagaimana cara Anda dapat meramu strategi yang ada sehingga dapat menghasilkan imbal hasil yang memuaskan?

Pertanyaan ini baru terlintas dalam benak penulis ketika suatu hari salah seorang murid penulis datang membawakan sebuah kasus sederhana, namun cukup menarik terkait dinamika harga dan mekanisme supply-demand. Kasusnya sebagai berikut:

Anda dimodali uang Rp 10 juta untuk membeli HP dengan rincian harga sebagai berikut:

  • HP A: Rp 2 juta
  • HP B: Rp 3 juta
  • HP C: Rp 4 juta

Pertanyaannya, bagaimana Anda akan mengalokasikan uang Anda?

Pertanyaan ini menarik karena ia membuka ruang untuk kita melakukan analisis mengenai pilihan ekonomi yang hendak diambil. 

Bagi pikiran awam, mungkin keputusannya adalah memborong semua HP tersebut, toh masih menyisakan uang Rp 1 juta.

Tapi para pembaca tentu cepat untuk menyadari bahwa persoalannya tidak sesederhana itu. Ada yang perlu diketahui terlebih dahulu sebelum keputusan dapat diambil

Pertanyaan bisa yang mudah-mudah, seperti “Opsi pembelian apa lagi yang tersedia di luar HP?” dan bisa juga yang kompleks seperti, “Berapa suku bunga bank, laju inflasi, dan tingkat depresiasi HP tiap tahunnya?”

Ketika pikiran Anda mulai bermain dengan serangkaian pertanyaan ini, sejatinya Anda sedang bersiasat sebagaimana Anda bersiasat di pasar saham mengenai ramuan strategi seperti apa yang sesuai dengan kondisi Anda pada saat ini.

Ilustrasi Kepanikan di Bursa Saham | Sumber: wync.org
Ilustrasi Kepanikan di Bursa Saham | Sumber: wync.org
Dan, disadari atau tidak, perilaku untuk selalu membandingkan opsi strategis ini erat kaitannya dengan konsep biaya peluang.

Biaya peluang sebagai perangkat kita dalam menganalisis pilihan dalam kegiatan ekonomi bukanlah suatu bahasan yang seksi dalam dunia pasar modal kendati metode kerjanya secara implisit sering digunakan para pelaku pasar modal.

Alasannya mungkin dapat kita atribusikan pada bentuknya yang agak abstrak dan cenderung dipandang tidak praktis. 

Siapa yang butuh analisis biaya peluang ketika perangkat lunak saat ini sudah bisa melakukan analisis dan transaksi dalam hitungan sepersekian detik, iya kan?

Yang lebih penting, menurut sebagian orang, adalah menemukan instrumen apa yang paling berpotensi cuan besar dalam waktu sesingkat-singkatnya. 

Dan jika mereka harus sering keluar-masuk posisi di pasar saham, maka tidak mengapa untuk mengabaikan pentingnya analisis biaya peluang. Alur pikir yang mirip pernah penulis miliki saat awal mulai mengelola uang keluarga di pasar saham. 

Penulis sejak awal memiliki kebiasaan untuk merekap data historis investasi penulis sebagai referensi ke depannya, sehingga ulasan ini dapat dengan mudah ditulis menggunakan data-data tersebut.

Saat itu, kendati sudah memahami pentingnya portfolio yang ramping untuk memperoleh imbal hasil besar dan pentingnya analisis fundamental sebelum memutuskan untuk membeli saham tertentu, penulis masih belum begitu memahami konsep biaya peluang dalam arti yang tepat.

Setiap beberapa minggu, penulis waktu itu kerap mengevaluasi kembali saham-saham yang ada berdasarkan berita terbaru dan kinerja keuangan kuartalannya. 

Setiap ada saham yang rasio keuangannya menurun, penulis beralih ke saham lain yang rasionya lebih cemerlang, entah itu PER, PBV, EV/EBITDA, dan seterusnya.

Dengan kata lain, biaya peluang bagi penulis kala itu hanya sekadar mencari saham yang rasio keuangannya lebih bagus dari yang sudah ada sebelum ketinggalan kereta. 

Percaya atau tidak, tendensi ini membuat penulis melewatkan satu kesempatan untuk melipatgandakan uang dalam portfolio pada tahun 2020 lalu ketika bursa sedang lesu-lesunya akibat pandemi COVID-19.

Perhatikan rekap portfolio penulis pada tanggal 10 Januari 2020 di bawah ini, khususnya yang penulis kotaki:

Portfolio Penulis per Tanggal 10 Januari 2020 | Dokumentasi Penulis
Portfolio Penulis per Tanggal 10 Januari 2020 | Dokumentasi Penulis
PT Harum Energy Tbk (HRUM) waktu itu merupakan salah satu saham pertama yang penulis pilih secara hati-hati atas dasar pertimbangan mengenai kebijakan pembelian kembali sahamnya yang sedang gencar saat itu dan model bisnisnya yang kurang-lebih penulis pahami. 

Saat itu ada optimisme bahwa pasar akan segera menyadari bahwa harga sahamnya sudah sangat murah jika dibandingkan nilai ekuitas dan pendapatannya.

Sayangnya, keyakinan tersebut tergoyahkan beberapa bulan kemudian. Tidak hanya karena pandemi COVID-19 memunculkan kekhawatiran mengenai masa depan bisnis perusahaan tersebut, penulis juga menemukan saham lain yang rasio keuangannya lebih menarik sehingga memutuskan untuk keluar dari posisi tersebut dengan keuntungan kecil.

Seperti ungkapan yang dilontarkan Peter Lynch, “Anda kehilangan lebih banyak uang mengantisipasi keruntuhan ekonomi ketimbang pada saat keruntuhan tersebut sudah terjadi.” 

Kendati setelahnya hingga hari ini penulis banyak melakukan transaksi yang cukup menguntungkan, penulis hanya memperoleh kinerja yang sedikit lebih baik dari bursa dan reksadana saham papan atas.

Yang sangat disayangkan dari hal ini adalah apa yang terjadi dengan HRUM sejak saat itu dan bagaimana sebetulnya penulis dapat menghindari banyak hal yang kurang mengenakkan seperti waktu yang tersita untuk menganalisis puluhan saham dan biaya transaksi yang tidak sedikit.

Rekap Harga HRUM sejak 1 Januari 2020 | Sumber: Indopremier Sekuritas
Rekap Harga HRUM sejak 1 Januari 2020 | Sumber: Indopremier Sekuritas
Ya, per 11 Mei 2021, harga saham HRUM sudah tumbuh nyaris 5 kali lipat harga pembelian awal penulis! Dengan kata lain, I just missed a five bagger! Sebelum ini bahkan harganya sempat bertengger lebih tinggi lagi. 

Pergerakan harga yang terjadi beberapa bulan setelah penulis hengkang dari posisi ini seperti hendak menertawakan keputusan prematur penulis saat itu mengenai HRUM.

Bahkan, dengan menggabungkan performa HRUM dengan dua saham lainnya yang ada dalam portfolio 10 Januari 2020 tersebut (yang saat ini harganya sama-sama lebih rendah), portfolio tersebut seharusnya masih bisa mencatat pertumbuhan dua kali lipat, jauh di atas bursa dan reksadana saham yang kebanyakan stagnan selama setahun terakhir ini.

Lantas, apa yang bisa dipetik dari pengalaman kurang menyenangkan ini?

Kita tentu tidak bisa meramal secara akurat hasil investasi kita di masa depan. Entah kapan kita akan memperoleh saham yang harganya tumbuh berkali-kali lipat. Boleh jadi malah saham yang kita beli hari ini dengan harga puluhan ribu menjelma menjadi saham “tidur” alias “gocap” beberapa bulan kemudian.

Tapi justru karena akurasi ramalan kita meragukan, kita selaku pelaku pasar saham harus lebih hati-hati dalam mengambil keputusan. 

Jangan malah asal ganti posisi hanya karena berita sepele yang berseliweran yang belum tentu punya dampak signifikan.

Utamanya bagi kalangan fundamentalis, wajar jika sesekali kinerja emiten tidak tumbuh dan malah berkontraksi, apalagi di masa sekarang ketika pandemi COVID-19 masih merebak. 

Tugas utama seorang investor saham adalah menemukan anomali price vs value pada saat hendak membeli atau menjual saham tertentu.

Asal sudah dilakukan, jangka waktu terbaik untuk tetap berada di posisi tersebut adalah sampai pasar kembali bersikap irasional pada arah sebaliknya. Yang terburuk yang dapat kita lakukan sebagai investor adalah rutin bongkar-pasang selayaknya pemangkas pohon bonsai.

Ketika kita mengganti posisi, kita bukan hanya membuka diri terhadap posisi baru yang memiliki prospek berbeda, melainkan juga kita menutup diri terhadap posisi lama dengan segala prospeknya yang sudah kita ketahui.

Inilah yang hendaknya perlu dihayati dari konsep biaya peluang dalam berinvestasi. Memang, susah menahan godaan untuk keluar-masuk posisi tertentu di era kelimpahan informasi seperti saat ini. 

Tiap ada kesempatan, kita menjelma menjadi analis labil yang tiap hari dapat mengeluarkan rekomendasi yang berbeda-beda, tergantung arah angin di pasar.

Kapan-kapan jika dorongan untuk reshuffle portfolio muncul lagi, jangan langsung dituruti atau diabaikan. Ingatkanlah diri Anda dengan pepatah lama yang dimodifikasi oleh Warren Buffett ini, “Seekor burung di tangan lebih berharga dibanding dua ekor burung di semak….. selama suku bunga rendah dan Anda harus menunggu lama sampai dapat memperoleh burung-burung dalam semak tersebut.”

Artinya, Anda bukan menolak dorongan reshuffle sepenuhnya, melainkan betul-betul menanyakan kepada diri Anda apakah posisi baru yang Anda sedang pertimbangkan memang jauh lebih menjanjikan dan berharga ketimbang posisi saat ini.

Untuk melakukannya, Anda perlu berani untuk mengurangi ketergantungan terhadap opini orang lain dan fokus terhadap metode kerja Anda sendiri dan informasi objektif. 

Ingatkan diri Anda mengenai kisah dokter yang penulis sampaikan di awal dan kembangkan ramuan strategi yang sesuai dengan kondisi hidup dan ekonomi Anda.

Menutup tulisan kali ini, izinkan penulis mengulang apa yang pernah disampaikan oleh seorang analis bursa yang penulis kenal, “Habis beli saham, jangan lupa uninstall aplikasi sekuritas sama portal beritanya. Lupakan sahamnya selama enam bulan dan segera move on dengan hidup.” Semoga ulasan kali ini bermanfaat bagi para pembaca.

Catatan penting: peluang terbaik dalam investasi saham kerap muncul ketika mayoritas orang mengabaikan peluang tersebut. Sebaliknya, peluang terburuk justru dapat Anda temukan ketika mayoritas orang membicarakannya. 

Ketika orang awam bahkan sudah turut menggebu-gebu membicarakan peluang investasi tertentu, mungkin saatnya Anda menghindari peluang tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun