Anda dimodali uang Rp 10 juta untuk membeli HP dengan rincian harga sebagai berikut:
- HP A: Rp 2 juta
- HP B: Rp 3 juta
- HP C: Rp 4 juta
Pertanyaannya, bagaimana Anda akan mengalokasikan uang Anda?
Pertanyaan ini menarik karena ia membuka ruang untuk kita melakukan analisis mengenai pilihan ekonomi yang hendak diambil.
Bagi pikiran awam, mungkin keputusannya adalah memborong semua HP tersebut, toh masih menyisakan uang Rp 1 juta.
Tapi para pembaca tentu cepat untuk menyadari bahwa persoalannya tidak sesederhana itu. Ada yang perlu diketahui terlebih dahulu sebelum keputusan dapat diambil.
Pertanyaan bisa yang mudah-mudah, seperti “Opsi pembelian apa lagi yang tersedia di luar HP?” dan bisa juga yang kompleks seperti, “Berapa suku bunga bank, laju inflasi, dan tingkat depresiasi HP tiap tahunnya?”
Ketika pikiran Anda mulai bermain dengan serangkaian pertanyaan ini, sejatinya Anda sedang bersiasat sebagaimana Anda bersiasat di pasar saham mengenai ramuan strategi seperti apa yang sesuai dengan kondisi Anda pada saat ini.
Biaya peluang sebagai perangkat kita dalam menganalisis pilihan dalam kegiatan ekonomi bukanlah suatu bahasan yang seksi dalam dunia pasar modal kendati metode kerjanya secara implisit sering digunakan para pelaku pasar modal.
Alasannya mungkin dapat kita atribusikan pada bentuknya yang agak abstrak dan cenderung dipandang tidak praktis.
Siapa yang butuh analisis biaya peluang ketika perangkat lunak saat ini sudah bisa melakukan analisis dan transaksi dalam hitungan sepersekian detik, iya kan?