Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kereta Api: Sepanjang Apa Sejarahnya, Seluas Apa Definisinya, Seberapa Filosofis Maknanya?

28 April 2021   14:17 Diperbarui: 28 April 2021   14:25 978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wagonways, sudah ada rel kayu dan kereta kudaSumber: https://en.wikipedia.org/

Dewasa ini, kereta api merupakan moda transportasi yang sangat vital bagi masyarakat dunia. Kereta api bukan hanya berfungsi untuk mengangkut penumpang dari satu titik ke titik lainnya, melainkan juga untuk membantu proses distribusi barang dari lokasi produksi hingga sampai ke lokasi konsumen akhir.

Dengan begitu vitalnya posisi kereta api dalam kehidupan masyarakat kontemporer, tentu sebagian besar masyarakat sudah pernah setidaknya sekali menjajal moda transportasi ini, terutama pada daerah-daerah yang belum memiliki fasilitas angkutan umum jarak pendek dan jarak jauh yang memadai. Penulis sebelum sudah pernah mengulas sejarah kereta api di Indonesia berikut signifikansinya terhadap kehidupan masyarakat sejak saat pertama diperkenalkan (selengkapnya bisa dibaca di sini: https://www.kompasiana.com/satyaangga0102/60879e22b0d81826da04f152/membaca-ulang-sejarah-kereta-api-di-indonesia-memahami-masa-lalu-untuk-masa-kini-dan-masa-depan). Oleh karena itu, tulisan kali ini merupakan pelengkap dalam rangka mengulas sisi filosofis yang lebih abstrak dari sejarah kereta api dunia.

Kereta Api dari Masa ke Masa

Ketika berbicara mengenai sejarah perkeretaapian dunia, terutama mengenai awal mula manusia mengenal kereta api, para peneliti nampaknya agak sulit untuk bersepakat mengenai tanggal pastinya. Beberapa tanggal dapat dijadikan pilihan, tergantung bagaimana setiap kalangan mendefinisikan apa itu kereta api sebagai railways atau rail transport. 

Jalur Diolkos Berupa Cerukan SajaSumber: https://alchetron.com/
Jalur Diolkos Berupa Cerukan SajaSumber: https://alchetron.com/

Apabila yang disepakati adalah kereta api sebagai kendaraan yang bergerak di atas suatu jalur tertentu, entah itu berbentuk celukan atau batangan rel, yang sudah ditetapkan, maka situs yang ditemukan di Yunani dengan nama Diolkos, yang sudah ada sejak tahun 600 sebelum masehi, dapat dinyatakan sebagai sistem perkeretaapian pertama di dunia. 

Walaupun memang gerobak yang berada di atas jalur tersebut masih ditarik dengan tenaga manusia atau hewan, prinsip kerjanya boleh dibilang serupa dengan sistem kereta api modern (Lewis, 2001) yang pada dasarnya telah menetapkan jalur tertentu yang hanya dapat dilalui rangkaian kereta. 

Kendati demikian, tentu ada sebagian kalangan yang menganggap tidak ada perbedaan antara sistem Diolkos dengan gerobak biasa. Untuk memberikan distingsi tambahan, sebagian dari mereka mengusulkan agar definisi sistem perkeretaapian dipersempit menjadi sebuah gerobak atau trem yang berjalan di atas jalur yang bukan sekedar celukan dalam tanah melainkan telah ada batangan relnya. 

Wagonways, sudah ada rel kayu dan kereta kudaSumber: https://en.wikipedia.org/
Wagonways, sudah ada rel kayu dan kereta kudaSumber: https://en.wikipedia.org/

Berdasarkan pemahaman itu, maka Wagonways, yang mulai berkembang di Inggris dan Eropa sejak abad ke-16 dan dipergunakan untuk mengangkut barang tambang sejak 1550, adalah kereta pertama yang dikenal peradaban manusia. Seperti halnya Diolkos, Wagonways masih mengandalkan tenaga manusia dan hewan untuk pengoperasiannya pada zaman tersebut. Pada era kontemporer sendiri, beberapa rute masih aktif beroperasi kendati tentunya kini dengan gerbong yang digerakkan dengan tenaga mesin (Lee, 1943) (Allison, Murphy, & Smith, 2010).

Akan tetapi, lagi-lagi klaim ini dapat diperdebatkan atas dasar bahwa sistem Wagonways masih tetap menggunakan bantalan rel kayu yang mudah rusak dan berubah-ubah bentuknya sehingga esensinya sebagai kereta api kurang terdefinisikan dengan ketat. Atas dasar keberatan itu, apabila definisi sistem perkeretaapian mengharuskan batangan rel logam, maka era pasca diperkenalkannya mesin uap pada 1750 dapat dikatakan sebagai era pertama diperkenalkannya kereta. 

Adalah sejak 1760, di mana perusahaan bernama Coalbrookdale mulai memproduksi batangan besi untuk menggantikan batangan kayu pada rel. Serangkaian penyempurnaan menghasilkan batangan baja yang dapat dengan murah dan mudah diproduksi melalui Proses Bessemer pada tahun 1860, yang kemudian membuat batangan rel dapat lebih mampu menopang lokomotif yang semakin berat (Vaughan, 1997) (Grbler, 1990).

Lokomotif Uap Pertama, SalamancaSumber: https://www.wikidata.org/
Lokomotif Uap Pertama, SalamancaSumber: https://www.wikidata.org/

Sampai sejauh ini, kendati relnya sudah mulai beralih menjadi berbahan dasar logam, beberapa tahun pertama implementasi rel logam ini belum diikuti dengan penggunaan lokomotif bertenaga mesin. Menindaklanjuti penemuan James Watt di bidang mesin uap sejak 1769 serta eksperimen Richard Trevithick pada 1804 terhadap kemungkinan terciptanya lokomotif tenaga uap, Matthew Murray lantas memperkenalkan Salamanca, lokomotif uap pertama yang dapat beroperasi secara komersil, pada 1812. Temuan inilah yang banyak disepakati sebagai kereta api pertama di dunia karena sudah mengintegrasikan batangan rel baja dengan lokomotif bertenaga mesin (Gordon, 1910).

Lokomotif Listrik Pertama di DuniaSumber: https://en.wikipedia.org/
Lokomotif Listrik Pertama di DuniaSumber: https://en.wikipedia.org/

Tak lama selang gebrakan mekanisasi ini, lompatan besar kembali dibuat oleh Robert Davidson dari Skotlandia pada 1837 dengan memperkenalkan lokomotif bertenaga listrik. Dikatakan lompatan besar karena sumber tenaga bagi lokomotif sudah dapat disediakan oleh baterai, jauh sebelum kendaraan listrik mulai populer pada abad ke-21. 

Sayangnya pengembangan lokomotif tenaga listrik ini terhambat oleh rintingan teknologi dari baterai itu sendiri dan juga protes dari pekerja perkeretaapian yang melihat temuan tersebut sebagai ancaman pekerjaan mereka.  Gagasan Davidson diteruskan oleh Werner von Siemens pada 1879 di Berlin, Jerman melalui trem tenaga listriknya. 

Jalur trem dilengkapi kabel yang menggantung di atas sebagai sumber energinya dan hingga kini menjadi inspirasi bagi sistem perkeretaapian di beberapa negara, termasuk Indonesia. Dari sejak saat itu, teknologi perkeretaapian terus berkembang, misalnya dengan dioperasikannya sistem pengereman regeneratif pada 1896 yang membuat kereta api mampu melalui medan terjal (Day & McNeil, 1998).

Lokomotif Diesel Pertama di DuniaSumber: https://railwaywondersoftheworld.com/
Lokomotif Diesel Pertama di DuniaSumber: https://railwaywondersoftheworld.com/

Selanjutnya pada tahun 1906, Rudolf Diesel, Adolf Klose, beserta tim mereka memperkenalkan lokomotif tenaga diesel dengan operasionalisasi pertamanya pada 1912. Hermann Lemp pada 1914 kemudian menyempurnakan model ini dengan memperkenalkan tuas tunggal untuk mengendalikan mesin dan generator pada lokomotif diesel. Teknologi ini kemudian dibawa oleh Canadian National Railways pada 1929, menjadikan perusahaan ini sebagai yang pertama menggunakan lokomotif diesel di Benua Amerika (Pinkepank, 1973 ).

Kendati telah cukup maju, pengembangan selanjutnya dari kereta api baru terjadi pada 1964 dengan diperkenalkannya Shinkansen di Jepang sebagai kereta cepat. Teknologi kereta ini merupakan sumbangsih dari banyak ilmuwan dan teknisi dari negara-negara seperti Jepang, Jerman, Inggris, Belgia, dan masih banyak lagi. 

Shinkansen, kereta cepat pertama di duniaSumber: https://phys.org/
Shinkansen, kereta cepat pertama di duniaSumber: https://phys.org/

Teknologi kereta ini kemudian direplikasi di banyak negara dan melahirkan rute-rute jarak jauh seperti misalnya London -- Paris -- Brussels. Perkembangan ini tidak hanya memudahkan para penumpang dalam memangkas waktu perjalanan mereka, melainkan juga memudahkan bisnis logistik dalam meningkatkan kecepatan layanannya.

Selain dari aspek teknologi, perkembangan kereta api juga ditunjang oleh inovasi layanan yang diberikan oleh para penyedia armada. Railway Post Office (RPO) Cars, misalnya, membantu masyarakat di Amerika Serikat dalam hal komunikasi karena surat dapat sampai dalam waktu yang lebih singkat. 

Kemudian pada tahun 1893, dalam rangka peringatan penemuan Benua Amerika yang ke-400, pagelaran yang diselenggarakan di World's Columbian Exposition menampilkan sejumlah gerbong mewah seperti misalnya dari Pullman Palace Car Company yang tingkat kenyamanannya menyamai hotel berbintang pada saat itu (The Editors of Publications International, Ltd., 2008). 

Pullman Palace Car, kereta eksekutif pertama di duniaSumber: https://archive.curbed.com/
Pullman Palace Car, kereta eksekutif pertama di duniaSumber: https://archive.curbed.com/

Ini artinya, perkembangan kereta api sejak saat itu bukan hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan transportasi yang murah dan cepat, melainkan juga untuk memberikan pengalaman perjalanan yang menyenangkan bagi para penumpang. Bahkan, hingga saat ini, aspek terakhir tersebut semakin menjadi perhatian ketika para penumpang hendak bepergian menggunakan kereta api. Kalangan yang lebih khusus justru menjadikan pengalaman naik kereta api sebagai salah satu daya tarik saat berwisata.

Lantas, Apa itu Kereta Api?

Pertanyaan di atas menggelayuti benak penulis selama beberapa waktu terakhir. Apa yang kita pahami sebagai kereta api telah berevolusi berkali-kali, menyebabkan model-model sebelumnya menjadi barang yang asing bagi masyarakat hari ini. Moda transportasi yang awalnya tak ada bedanya dengan becak atau delman yang berjalan di atas trek tertentu kini bahkan menjelma menjadi kotak besi tanpa awak yang menggantung di bawah lintasan dan digerakkan dengan tenaga listrik atau gaya magnetis.

Di mana "kereta" dan di mana "api"? Apa pula yang kita maksud dengan kereta api? Padahal, imajinasi kita mengenai pengembangan lanjutan dari sistem perkeretaapian masih terus berkembang. Pikiran kita sudah mulai dapat mengira-ngira bagaimana kereta api nantinya dapat melaju menembus kedalaman laut, menghubungkan pulau-pulau melalui terowongan panjang. 

Mudah juga bagi kita untuk membayangkan model gerbong yang lebih private bagi setiap penumpang layaknya rangkaian gondola yang hanya cukup untuk dua orang, dimulai dengan pengembangan LRT yang secara signifikan mengurangi jumlah penumpang dalam setiap rangkaian.

Maglev TrainSumber: https://edition.cnn.com/
Maglev TrainSumber: https://edition.cnn.com/

Tak ketinggalan, riset mengenai energi terus menghasilkan terobosan terbaru dalam bidang energi terbarukan, membuka harapan bagi masa depan kereta api yang sepenuhnya berkelanjutan dan ramah lingkungan. MagLev merupakan contoh pengembangan ini ketika kereta api mulai dapat digerakkan dengan perantara magnet alih-alih daya listrik atau pembakaran batubara.

Apakah masih relevan bagi kita untuk bahkan menyebut moda transportasi ini sebagai kereta api atau bahkan kereta saja? Masalah ini bukanlah sesuatu yang remeh untuk dikesampingan, sebab dalam tataran praktis pada saat implementasi kebijakan transportasi oleh pemangku kekuasaan di tingkat pemerintah, tak jarang ketidakmampuan untuk memberikan batas definitif yang jelas berakibat pada kebijakan yang tidak tepat sasaran.

Hal ini pernah penulis singgung pada tulisan penulis sebelumnya terkait sejarah kereta api Indonesia, di mana dalam beberapa kasus pemerintah pusat dan daerah justru melahirkan serangkaian kebijakan yang saling berkontradiksi secara semangat dan visi transportasi. Hal tersebut lantas berujung pada penutupan segelintir moda transportasi alih-alih sinergi antara seluruh moda transportasi yang telah ada.

Untuk kian memperjelas poin ini, penulis hendak menutup bagian ini dengan menitipkan sebuah pertanyaan untuk direnungkan oleh para pembaca, khususnya yang familiar dengan situasi transportasi di Jakarta: Apa bedanya Commuter Line, LRT, dan MRT serta bagaimana seharusnya hubungan antara mereka dengan moda transportasi lain seperti Bus Transjakarta, angkot JakLingko, dan berbagai penyedia taksi atau ojek daring?

Kereta Api: Dari Kebutuhan Hidup menjadi Gaya Hidup

Bepergian bukan lagi suatu kegiatan membosankan yang ditujukan untuk mengantarkan kita dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Sebagai seorang traveler yang kerap mengandalkan moda transportasi jarak jauh, penulis turut mengamini pernyataan tersebut. Perkembangan teknologi dan layanan mendorong penulis dan banyak traveler serta commuter lainnya untuk menuntut lebih dari moda transportasi yang ada agar turut memberikan pengalaman yang berkesan.

Perjalanan kendati hanya sebagai proses untuk sampai ke tujuan, ironisnya memakan waktu yang tidak sedikit secara keseluruhan. Untuk membuatnya lebih layak dari segi waktu dan biaya yang kita keluarkan, kita berupaya untuk selalu meningkatkan kenyamanan dan pengalaman berkesannya. itulah kenapa, misalnya, mobil terus berevolusi dari yang tadinya tak beratap menjadi beratap, ber-AC, dan lengkap dengan sarana hiburan seperti TV dan Mp3 Player.

Kereta api sendiri telah mengalami pergeseran fungsi semacam ini. Perjalanan dengan kereta api bukan lagi semata ditujukan untuk sampai ke tempat tujuan yang jauh dalam waktu singkat, melainkan juga untuk memberikan pengalaman perjalanan yang menyenangkan, misalnya saja dengan membawa penumpang melalui tempat-tempat dengan pemandangan indah atau dengan memberikan layanan mewah selayaknya hotel berbintang.

Perkembangan teknologi dan layanan kereta api turut pula mempengaruhi persepsi dan kedekatan emosional sebagian masyarakat dengan moda transportasi ini. Itu sebabnya telah banyak bermunculan komunitas pecinta kereta api yang mendedikasikan dirinya untuk memperdalam pemahaman mengenai kereta api dan juga sebagai bagian dari identitas bersama yang dapat dibanggakan.

Komunitas Pecinta KeretaSumber: https://www.liputan6.com/
Komunitas Pecinta KeretaSumber: https://www.liputan6.com/

Oleh karena itu, pergeseran pandangan terhadap kereta api dari yang tadinya kebutuhan hidup menjadi gaya hidup tentu menambah kompleksitas pertanyaan yang penulis ajukan pada bagian sebelumnya. Hal ini sekali lagi berkaitan erat dengan bagaimana kita memproyeksikan visi mengenai kereta api di masa depan berikut bagaimana ia menjalin hubungan dengan moda transportasi lain. 

Sampai sejauh ini saja, kita belum menyentuh fungsi satu lagi dari kereta api, yakni sebagai sarana distribusi logistik. Pertanyaan filosofis seperti misalnya tanggung jawab moral operasionalisasi kereta api terhadap penciptaan kemakmuran masyarakat yang dilintasi jalurnya secara permanen tentunya akan menambah tinggi tumpukan pertanyaan yang harus dijawab oleh generasi saat ini sebelum mulai membayangkan tahap selanjutnya dari evolusi moda transportasi satu ini.

Untuk itu, sebelum kita sibuk bereksperimen dengan teknologi dan layanan mutakhir, ada baiknya kita semua kembali duduk di pinggir rel, memandangi kereta api yang melintas seraya merenungkan dalam hati, "Apa itu kereta api dan bagaimana ia hendak kita posisikan dalam kaitannya dengan hajat hidup orang banyak mulai hari ini, esok, dan seterusnya?"

Demikian...

Referensi

Allison, W., Murphy, S., & Smith, R. (2010). An Early Railway in the German Mines of Caldbeck. Dalam G. Boyes, Early Railways 4: Papers from the 4th International Early Railways Conference 2008 (hal. 52-69). Sudbury: Six Martlets.

Day, L., & McNeil, I. (1998). Biographical Dictionary of the History of Technology (1st Edition). London: Routledge.

Gordon, W. J. (1910). Our Home Railways, Volume One. London: Frederick Warne and Co.

Grbler, A. (1990). The Rise and Fall of Infrastructures: Dynamics of Evolution and Technological Change in Transport. New York: Physica-Verlag.

Lee, C. E. (1943). The Evolution of Railways. London: Railway Gazette.

Lewis, M. J. (2001). Railways in the Greek and Roman World. Dalam A. Guy, & J. Rees, Early Railways. A Selection of Papers from the First International Early Railways Conference (hal. 8-19). San Francisco: Wayback Machine.

Pinkepank, J. A. (1973 ). The Second Diesel Spotter's Guide. Milwaukee WI: Kalmbach Books.

The Editors of Publications International, Ltd. (2008, Mei 19). History: Railroad Expansion. Diambil kembali dari How Stuff Works: https://history.howstuffworks.com/american-history/railroad-expansion9.htm

Vaughan, A. (1997). Railwaymen, Politics and Money. London: John Murray.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun