Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

"Perusahaannya Untung, tapi Kok Nggak Pernah Bagi Dividen?" Belajar dari Dinamika RUPS dan Laporan Keuangan Emiten

14 September 2020   08:00 Diperbarui: 14 September 2020   08:08 3650
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pentingnya Analisis sebelum Berinvestasi | Sumber: hwww.akseleran.co.id

Pasar modal adalah dunia yang penuh kerumitan, intrik, dan tentunya kapital (uang). Rumitnya pasar modal bukan hanya membuat prediksi para analis lebih banyak meleset ketimbang tepat sasaran, melainkan juga membuat upaya untuk belajar dan membangun pemahaman yang memadai mengenainya bagi investor pemula menjadi cita-cita yang sulit tercapai.

Penulis telah menyinggung sedikit mengenai kendala pembelajaran ini pada tulisan lain di sini. Secara kurikulum dan materi formal, hampir tidak ada institusi yang menyediakannya dengan gamblang dan objektif di luar mungkin Bursa Efek Indonesia melalui Sekolah Pasar Modal.

Itu juga materi yang diberikan hanya membahas hal-hal yang sangat mendasar dan tak jarang lebih banyak mendorong investor pemula menjadi trader karena sesi belajar biasanya dikerjasamakan dengan sekuritas yang notabene meraup pemasukan dari seberapa seringnya investor bertransaksi.

Hal yang sama dapat dikatakan tentang sekuritas yang memberikan info session gratis, manajer investasi yang menjual produk keuangan tertentu, dan bahkan para financial/investment advisor pasca viralnya kasus Jouska.

Pada intinya, pengetahuan atau informasi yang dibagikan tak jarang disokong oleh kepentingan ekonomi dari institusi yang bersangkutan. Hal ini penulis rasa adalah fakta kehidupan hari ini yang berlaku pula di luar pasar modal.

Namun ketimbang menggerutui hal ini, ada baiknya upaya untuk mengedukasi kita mulai dari tataran individu. Kendati mungkin sebagian besar dari kita tidak memiliki sertifikasi atau lembaga resmi untuk menyokong kredibilitas, pasti ada hal yang masih dapat dibagikan kepada sesama menyangkut investasi di pasar modal.

Semangat ini yang penulis ingin coba bawa melalui tulisan kali ini. Oleh karena itu, topik apa lagi yang lebih pas untuk dibagikan ketimbang mengenai dividen dan laporan laba-rugi emiten?

Analisis mengenai dividen sudah penulis kupas secara lebih mendalam pada tulisan lain di sini. Dalam tulisan tersebut penulis membahas mengenai kaitan dividen dengan performa perusahaan, khususnya mengenai apa yang dapat disimpulkan dari hubungan keduanya untuk saat ini dan untuk masa depan perusahaan.

Tak ketinggalan, tulisan tersebut juga menelusuri efek dari hubungan tersebut kepada return investasi saham. Tulisan kali ini akan dikemas secara lebih naratif, namun juga diupayakan dapat menyajikan insight baru bagi pembaca, khususnya investor pemula.

Pada akhir Agustus kemarin, penulis berkesempatan untuk menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Paninvest, Tbk. (kode saham: PNIN) di Jakarta. Sebagai informasi singkat, perusahaan tersebut bergerak di bidang asuransi dan jasa keuangan serta memiliki saham di beberapa perusahaan yang lebih populer seperti misalnya Panin Bank. 

Atas dasar fakta bahwa PNIN dan Panin Bank sama-sama merupakan anak usaha dari Panin Group, RUPS ini dilaksanakan di kantor pusat Panin Bank, tepatnya di salah satu kafe di sebelah pintu masuk yang disulap menjadi ruang rapat dadakan.

Pelajaran pertama ketika pembaca ingin menghadiri RUPS di mana pun: walaupun namanya rapat, tak jarang tata letaknya lebih seperti sebuah talk show atau seminar dengan deretan kursi menghadap ke depan panggung yang dilengkapi layar proyektor dan meja bagi perwakilan petinggi perusahaan yang bertugas menyampaikan laporan (Jadi sebetulnya tidak terlalu prestisius seperti anggapan awam).

Entah karena sedang pandemi Covid-19 atau karena struktur pemegang saham yang ramping (atau karena keduanya), rapat dihadiri tidak lebih dari 20 orang pemegang saham (termasuk penulis). Sisanya ada yang hadir secara elektronik pada saat voting.

Dibandingkan dengan RUPS lain seperti misalnya RUPS BNI yang penulis hadiri Februari lalu, kondisinya memang tidak seramai dan semegah saat itu. Ah tapi lebih penting substansi ketimbang tampilan luarnya, kan? Apa artinya RUPS yang megah jika kinerja perusahaannya buruk?

Tentang RUPS sebaiknya penulis simpan untuk lain waktu. Sekarang penulis akan mengajak para pembaca untuk melompat agak jauh langsung ke sesi tanya-jawab pada mata acara usulan penggunaan laba bersih perusahaan.

Dalam laporan kinerja tahun 2019, seperti yang dapat diakses di laporan keuangan perusahaan, PNIN melaporkan laba bersih yang dapat diatribusikan langsung kepada pemegang saham sebesar Rp. 1,4 triliun (perhatian: ini berbeda dengan laba bersih keseluruhan sebesar Rp. 2,2 triliun yang termasuk di dalamnya bagian kepentingan non-pengendali alias bagian keuntungan dari perusahaan lain yang sebagian kecil sahamnya dimiliki perusahaan).

Apakah angka ini fantastis? Di atas kertas, iya. Jika dikalkulasi, laba bersih per lembar saham (lebih populer disebut Earning per Share atau EPS) adalah sebesar Rp. 339,05. Dengan harga saham yang saat ini berada di sekitar level Rp. 700 – Rp. 800 per lembar, return ini tergolong besar.

Sebagai perbandingan, bunga deposito bank saat ini berkisar di level 5% untuk bank-bank besar. Sementara itu return yang PNIN berikan berdasarkan angka ini berkisar antara 40 – 50% (tergantung pergerakan harga sahamnya).

Yang lebih menariknya, kinerja seperti ini bukan hanya terjadi tahun ini saja, melainkan selama beberapa tahun terakhir.

Situasi ini kemudian memunculkan sebuah pertanyaan yang untungnya sudah disuarakan oleh seorang pemegang saham pada saat sesi tanya jawab, “Kok PNIN hampir tidak pernah membagikan dividen?” Ya, PNIN sudah tujuh tahun ini tidak membagi dividen, dengan dividen terakhir pada tahun 2013 sebesar Rp. 5 per lembar saja.

Jawaban saat itu dari salah seorang petinggi perusahaan adalah karena saat ini sedang pandemi dan perusahaan harus menyiapkan dana ekstra. Seperti yang dapat pembaca tebak dari jawaban normatif semacam itu, si penanya pun kembali membalas,

“Ya tujuh tahun kemarin tidak ada pandemi, tapi kenapa tidak dibagi juga? Apa susahnya perusahaan membagi jatah dividen yang harusnya untuk tujuh tahun kemarin untuk tahun buku sekarang? Dividen adalah hak pemegang saham, lho.

Sayangnya MC langsung memotong sesi tanya-jawab tersebut dan pemegang saham langsung dibawa ke sesi voting yang sayangnya juga menyetujui peniadaan dividen untuk tahun ini (lagi).

Penulis mengira si penanya ada benarnya ketika berkata dividen adalah hak pemegang saham (karena pemegang saham adalah pemilik perusahaan, maka bahkan seluruh aset perusahaan adalah milik pemegang saham, bukan hanya dividen). Yang menjadi pertanyaan yang harus dijawab kemudian adalah, berapa besar kepemilikan si pemegang saham pada perusahaan, dalam hal ini PNIN?

Jawabannya adalah, sangat kecil. Sebagian besar saham PNIN dikuasai langsung oleh entitas induknya, sehingga secara logis keputusan soal dividen mutlak bergantung pada induk. Mungkin jika si penanya tiba-tiba dapat menguasai lebih dari 50% perusahaan, kondisinya dapat diubah.

Tapi mari membahas isu lain yang lebih tak kasat mata. Apakah keuntungan PNIN nyatanya sebesar itu? Tidak kalah penting, kita juga harus bertanya, sebetulnya bagaimana pencatatan keuntungan umumnya dilakukan oleh emiten di Indonesia?

Menjawab pertanyaan pertama, sebagai orang yang cukup “kurang kerjaan”, penulis berkesempatan untuk membaca dan mendalam setiap item pada laporan laba-rugi PNIN sehingga dengan yakin dapat berkata bahwa angka sebenarnya jauh lebih kecil (angka sebenarnya di sini bermakna uang yang betul-betul masuk ke kas perusahaan dari aktivitas bisnisnya).

Artinya, kinerja bisnis PNIN tidak semenguntungkan seperti yang dibayangkan investor awam seperti misalnya penanya tadi (intermezzo: penulis sebetulnya hampir dapat menjelaskan kepada si penanya yang saat itu sedang berbincang dengan penulis mengenai fakta ini. Sayangnya beliau sudah terlalu dongkol dengan manajemen dan buru-buru meninggalkan rapat saat istirahat).

Lalu jika faktanya demikian, bahwa sebenarnya PNIN tidak meraup uang sebanyak yang dilaporkan, mengapa hal tersebut diperbolehkan oleh regulasi?

Jawaban singkatnya, karena definisi keuntungan bagi perusahaan tidak hanya berarti berapa jumlah uang yang diperoleh dari aktivitas bisnis. Ada banyak hal lain yang mempengaruhi seberapa besar keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, penulis akan menyajikan sejumlah “trik akuntansi” yang kerap digunakan PNIN dan emiten lain dalam menuliskan laporan laba-ruginya (harap diingat, tidak semua “trik” ini ilegal, sehingga kita juga tidak dapat menuding emiten melakukan manipulasi).

Harapannya, kalangan investor awam seperti penanya tadi dapat lebih memahami sedikit prinsip dari keuntungan bersih perusahaan dan tidak termanipulasi oleh berita atau rekomendasi saham yang didasarkan pada angka ini semata.

(Daftar ini mungkin akan menjadi sangat panjang sehingga penulis berencana untuk memecahnya menjadi beberapa artikel. Apabila pembaca tertarik, silahkan request di kolom komentar.)

  • Pendapatan (Revenue) belum tentu 100% dalam bentuk uang

Laporan laba-rugi biasanya dimulai dengan laporan pendapatan. Angka ini merepresentasikan hasil penjualan dalam satu periode. Yang kerap kali tidak disadari investor, perusahaan tidak selalu memperolehnya secara kontan.

Ada kalanya perusahaan melakukan penjualan secara kredit kepada konsumennya yang baru akan dibayar lunas beberapa bulan atau tahun kemudian. Kendati uangnya belum diterima, perusahaan diperbolehkan untuk mencatat transaksi ini ke dalam pendapatan, dengan transaksi tersebut kemudian masuk ke bagian piutang usaha dari aset perusahaan.

Sayangnya, tidak semua kredit lancar sehingga tidak jarang setelah lama tidak terbayar, kredit dapat dihapus oleh perusahaan dari aset piutang usaha tersebut dengan/tanpa menggunakan cadangan kerugian yang telah dibentuk sebelumnya (item ini akan dibahas juga). Oleh karena itu, jangan lupa untuk memeriksa bagian piutang usaha. Perhatikan apabila tiba-tiba terdapat lonjakan nilai. Tidak ketinggalan, cek juga laporan arus kas untuk membandingkan pendapatan dengan nominal uang sebenarnya yang diterima perusahaan.

  • Perhatikan depresiasi, sudah wajar atau belum?

Depresiasi adalah pengakuan penurunan nilai aset yang diakui perusahaan pada periode tertentu. Dalam sistem pembukuan saat ini, ketika perusahaan membeli aset tertentu, katakanlah misalnya kendaraan dinas, pengeluarannya tidak akan langsung dibebankan kepada laporan laba-rugi agar tidak menyebabkan penurunan signifikan pada laba bersih.

Sebaliknya, perusahaan akan mencatatkannya di kolom aset dan setiap tahun mengurangi sedikit demi sedikit pendapatan perusahaan dengan nilai depresiasi aset. Hasilnya, laba bersih tahun-tahun berikutnya akan berkurang, demikian juga dengan nilai aset tersebut pada balance sheet.

Yang menjadi isu di sini, di samping kenyataan bahwa pembelian aset dan depresiasi jelas membuat laporan laba-rugi menjadi berbeda dari kenyataan, adalah bahwa perusahaan dapat memanipulasi besarannya tiap tahun. Misalnya, jika perusahaan membeli mobil seharga Rp. 300 juta dan memutuskan umur bermanfaatnya adalah selama 10 tahun, maka tiap tahun Rp. 30 juta akan dipotong dari pendapatan untuk depresiasi.

Namun boleh jadi standar bakunya bagi depresiasi mobil adalah selama 5 tahun alias Rp. 60 juta per tahun. Dalam kasus ini, perusahaan berhasil menambahkan Rp. 30 juta ke laba bersihnya dengan cara memanjangkan umur manfaat mobil tersebut.

Trik satu ini sulit disadari bila kita tidak paham standar penilaian harga wajar suatu aset berdasarkan umurnya. Oleh karena itu, pastikan pembaca sudah paham terlebih dahulu harga wajar ini sebelum menganalisis nilai depresiasi aset perusahaan.

  • Keuntungan/kerugian yang belum direalisasi

Item ini biasanya terkait dengan perubahan nilai aset keuangan yang dimiliki perusahaan seperti misalnya surat berharga. Seperti namanya, item ini merujuk pada perubahan nilai aset tersebut namun dengan kondisi aset yang bersangkutan belum dijual.

Contoh paling gampangnya adalah perubahan nilai saham yang perusahaan miliki. Katakanlah perusahaan tersebut membeli saham perusahaan X sebesar Rp. 100 juta dan setelah setahun nilai sahamnya naik menjadi Rp. 150 juta.

Selisih Rp. 50 juta tersebut dapat dilaporkan sebagai keuntungan yang belum direalisasikan dan dapat mempengaruhi nilai laba bersih kendati sejatinya perusahaan belum menerima uang dari hasil penjualan saham tersebut. Hal yang sama terjadi pada situasi sebaliknya ketika nilai saham yang dimiliki perusahaan turun.

Oleh karena itu, selalu perhatikan komponen yang terdapat pada item ini. Apabila perusahaan banyak memiliki saham “gorengan”, misalnya, besar kemungkinan pada laporan keuangan berikutnya keuntungan/kerugian yang tercatat di sini akan mengalami perubahan signifikan.

  • Penyisihan cadangan kerugian

Item ini mungkin terdengar sedikit lebih abstrak dibanding item lain sebelumnya. Beberapa perusahaan, umumnya di sektor perbankan, lazim menyisihkan sejumlah pendapatannya sebagai cadangan kerugian. Seperti yang telah disinggung di atas, cadangan ini berfungsi untuk menutup kerugian yang ditimbulkan dari penurunan nilai aset seperti misalnya piutang usaha.

Misalnya dalam kondisi pandemi saat ini, banyak bank menaikkan cadangan kerugiannya untuk mengantisipasi kredit macet. Kenaikan cadangan ini dibebankan pada laporan laba-rugi sehingga laba bersih terlihat lebih kecil. Namun apabila ke depannya kerugian tidak sebesar ekspektasi, maka sisa saldo akan dimasukkan kembali ke dalam aset dan dilaporkan sebagai keuntungan di laporan laba-rugi.

Untuk menyikapi hal ini, selalu perhatikan perubahan item ini dari waktu ke waktu. Pencadangan bukan hal yang salah karena situasi bisnis terkadang tidak menentu. Namun angka yang terlalu kecil atau terlalu besar boleh jadi menyimpan kejanggalan tertentu yang perlu pembaca ketahui.

  • Bagian atas keuntungan entitas anak/asosiasi

Item ini kadang menyebabkan kesalahpahaman di kalangan investor dan uniknya (atau ironisnya), bagian inilah yang menjadi kontributor utama terhadap besarnya laba bersih PNIN. Secara sederhana, item ini menjabarkan proporsi laba bersih dari perusahaan lain yang sahamnya dimiliki oleh perusahaan sebanyak persentase kepemilikan perusahaan terhadap perusahaan lain tersebut.

(Catatan penting: perusahaan harus memiliki hak pengendalian terhadap perusahaan lain tersebut. Jika tidak, bagian keuntungan ini jatuhnya menjadi bagian dari kepentingan non-pengendali)

Misalnya, perusahaan X memiliki 30% saham di perusahaan Y dengan hak pengendalian. Maka jika perusahaan Y memperoleh laba bersih sejumlah Rp. 100 juta, perusahaan X berhak mencatatkan Rp. 30 juta sebagai bagian atas keuntungan entitas anak/asosiasi.

Masalahnya di sini ada pada setidaknya dua hal. Pertama, angka yang tercatat tersebut belum tentu sepenuhnya dalam bentuk nominal uang betul-betul masuk ke kas perusahaan. Jika perusahaan lain tersebut tidak membagi dividen, maka perusahaan tidak akan memperoleh pemasukan ke dalam kasnya.

Kedua, melihat bahwa laporan laba-rugi dapat dimanipulasi dan berbeda dengan arus kas sebenarnya, kita boleh mencurigai bahwa angka sebenarnya yang betul-betul diterima perusahaan tidak sebesar yang tercatat.

Terkait item ini dan juga yang lainnya di atas, penulis menyarankan pembaca untuk selalu memeriksa catatan belakang yang terkenal sangat tebal, rumit, dan membosankan. Perhatikan penjelasan atas setiap item agar pembaca dapat memahami siklus bisnis perusahaan dan metode akuntansi yang diterapkannya.

Seorang analis pernah menyarankan untuk membaca catatan tersebut secara terbalik dari belakang karena biasanya perusahaan selalu menyembunyikan hal-hal penting di sana sementara bagian awal digunakan untuk menyajikan hal-hal yang perusahaan ingin kita melihatnya. Pembaca mungkin dapat menerapkan hal yang sama juga.

Tidak ketinggalan pula, selalu bandingkan laporan laba-rugi dengan laporan arus kas. Walaupun perusahaan melaporkan kinerja positif, belum tentu hal tersebut dapat diterjemahkan pula pada arus kasnya.

Beberapa perusahaan, misalnya, dapat menutupi piutang usaha yang terlalu besar akibat transaksi penjualan secara kredit dengan cara mengambil pinjaman bank untuk menggemukkan cadangan kasnya. Tanpa pembacaan secara teliti, pembaca mungkin akan salah mengira mana perusahaan yang bagus dan mana yang jelek.

Daftar ini tentu jauh dari kata “lengkap” dan ke depannya mungkin penulis akan membuat artikel lain untuk meneruskan daftar ini. Namun untuk sementara, ini adalah sejumlah trik yang cukup umum dipraktikkan oleh perusahaan yang menurut penulis perlu disadari oleh setiap investor

Selain berharap pembaca dari kalangan investor awam dapat lebih memahami persoalan ini, penulis juga berharap dalam RUPS berikutnya yang penulis hadiri akan muncul diskusi-diskusi yang lebih berkualitas antara pemegang saham dengan petinggi perusahaan.

Tidak ketinggalan, penulis berharap budaya investasi di Indonesia dapat secara perlahan bergeser ke arah yang lebih positif dalam arti bahwa investor dapat menjadi lebih independen dalam berinvestasi, tidak hanya mendasari pilihannya pada rekomendasi analis atau bandar, namun juga pada hasil riset pribadi yang mereka lakukan.

Dalam banyak kasus, penulis menemui beberapa orang teman yang memutuskan sesuatu terkait portfolionya semata-mata karena analis atau bandar berkata demikian. Hal ini, menurut hemat penulis, merupakan salah satu alasan utama mengapa kasus-kasus seperti yang terjadi dengan Jouska dan kliennya selalu terulang.

Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Sekian…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun