Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Renungan di Masa Menganggur

4 September 2020   21:28 Diperbarui: 8 September 2020   20:36 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika kita terbiasa melalui hari dengan mudah, perlahan namun pasti kita pun akan merasa bahwa hidup memanglah mudah. 

Ketika seumur-umur kita selalu berada dalam jajaran terbaik, cepat atau lambat kita pun akan merasa bahwa yang terbaik dari hidup pasti akan selalu menjadi milik kita. Kita mungkin lupa bahwa kemudahan di awal datang dari kerja keras untuk memastikan semua berjalan dengan mudah. 

Ketika kini langkah cepat terpaksa terhenti oleh karena situasi dan kita dipaksa untuk menunggu, rasa putus asa dan rendah diri kerap kali tak dapat dihindari. Timbul keraguan dan kecemasan terhadap diri sendiri. Mungkinkah semua pencapaian selama ini hanyalah sebuah ilusi yang timbul dari bias subjektif atau belas kasih orang-orang di sekitar kita?

Menunggu tidak pernah mudah, terutama bila penolakan dan kegagalan selalu menghadang ke mana pun mata tertuju. Akan tetapi melalui menunggu pula, seseorang jadi memiliki lebih banyak waktu untuk merenungi, merefleksikan, dan merencanakan kembali hidupnya. 

Berpikir adalah sebuah bentuk kemewahan yang mungkin sulit dimiliki di tengah kehidupan yang sibuk. Saat-saat menunggu seperti saat ini juga merupakan momen untuk memperkaya diri. 

Ibarat pedang, kapasitas diri hanya dapat diasah saat ia tidak digunakan untuk menebas. Kendati hanya sekali digunakan seumur hidup, namun siapa pun yang tekun mengasah pedangnya di masa penantiannya, niscaya akan menemui kemudahan ketika kelak menghunuskan pedangnya.

Catatan kecil ini kutujukan untuk membagikan kembali hasil refleksiku selama masa tunggu ini sebelum ia terhapus oleh rutinitas yang mungkin akan segera dimulai. Melaluinya pula, aku ingin melihat kembali ke belakang untuk memeriksa apakah ada yang terlewat dari pengamatanku. 

Apabila ada sebagian orang yang tertarik untuk meluangkan waktu untuk membaca catatan ini dan merasa ada yang dapat ditambahkan, dengan senang hati akan ku tampung. Baiklah, mari kita mulai:

Kita semua paham bahwa tidak semua hubungan akan senantiasa langgeng. Setiap fase baru kehidupan menandai awal dan akhir relasi dengan beberapa orang dalam hidup kita. 

Media sosial merupakan sarana untuk terus menjaga kontak dengan orang-orang yang bahkan tidak kita kenal sekali pun, namun ia juga adalah alasan bagi kita untuk tidak perlu terlalu intens menjaga hubungan pertemanan yang sudah ada. Pertemuan dapat diganti dengan pesan singkat penuh basa-basi dan kemunafikan, sementara perpisahan menjadi tidak nyata adanya selama kontak belum diblokir.

Ungkapan "tidak ada kawan dan lawan yang abadi" bukan hanya masuk akal di dunia politik, namun juga dalam tataran sehari-hari. Tidak peduli seberapa baik kita menjaga hubungan dengan seseorang, suatu hari selalu ada potensi dan alasan baginya untuk memutus hubungan baik tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun