Mohon tunggu...
Satya Anggara
Satya Anggara Mohon Tunggu... Lainnya - Academic Researcher and Investor

Menyajikan tulisan seputar dunia investasi, bisnis, sosial, politik, humaniora, dan filsafat. Untuk korespondensi lebih lanjut, silahkan hubungi melalui kontak yang tertera di sini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Renungan di Masa Menganggur

4 September 2020   21:28 Diperbarui: 8 September 2020   20:36 638
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam kerja selalu ada kesempatan untuk belajar dengan cara mengamati cara kerja orang lain sembari juga beristirahat dari waktu-waktu belajar yang memberatkan otak. 

Dan waktu istirahat selalu dapat ditemukan dalam beragam bentuk, entah dalam bentuk mempelajari hal-hal ringan maupun mengerjakan hobi di luar rutinitas.

Institusi pendidikan formal membentuk pengalaman dan kesan yang buruk mengenai masa pembelajaran sehingga kegiatan belajar terkesan seperti hal yang asing dan terisolir dari kehidupan sehari-hari. 

Institusi kerja turut membentuk citra yang buruk terhadap tempat kerja menjadi ruang yang penuh dengan ketegangan dan mundanitas. Sedangkan saat-saat menganggur dan libur lebih banyak dicitrakan sebagai waktu-waktu tidak produktif yang bukan hanya tidak memiliki sisi positif di luar kesehatan jasmani dan rohani, melainkan juga erat kaitannya dengan pemborosan dan inefiensi.

Aku ingin mengakhiri catatan ini dengan nada yang lebih positif, terutama bagi orang-orang yang senasib denganku:

  • Menganggur bukanlah hal buruk.
  • Tetaplah bersikap positif terhadap nasibmu, namun jangan sampai kehilangan arah dan gambaran yang lebih besar dari hidup.
  • Penolakan adalah bentuk konfirmasi atas ketidakcocokan, bukan inkompetensi.
  • Lamaran yang diterima tidak mesti selalu diambil, tanyakan terus-menerus dirimu dan keyakinanmu terhadap jalan yang membentang itu.
  • Kita adalah penguasa atas diri kita masing-masing, jangan biarkan teman, tetangga, keluarga, masyarakat, dan karir mendefinisikan siapa diri kita.
  • Dalam diri kita, selalu ada potensi untuk mengubah nasib dan menyeimbangkan kembali hidup, tak peduli seberapa berantakannya kondisi saat ini.
  • Kita yang tahu kapan kita harus berjalan, berlari, dan berhenti.
  • Beranilah untuk mengatakan "tidak" pada beberapa hal, namun jangan kepada semua hal.
  • Terakhir, dalam bersikap dan berpikir, selalu pahami situasi sekitar dan bergeraklah dengan penuh kehati-hatian, sebagaimana sedang berjalan di atas danau es.

Sebagai salam penutup, James Veitch, seorang stand up commedian, pernah menyampaikan tentang pentingnya penghargaan terhadap mundanitas dan hidup yang monoton melalui penghayatan yang lebih positif dan humoris. 

James Veitch Mereka Ulang Hobi Masa Kecilnya | Sumber: https://www.sohu.com/ 
James Veitch Mereka Ulang Hobi Masa Kecilnya | Sumber: https://www.sohu.com/ 

Pesan tersebut akan kubagikan kembali di sini. Sikapilah hidup, seberapa pun suramnya, seperti bagaimana Veitch mereka ulang hobi pura-pura matinya di masa kecil setiap kali keluar dari mobil.  Sekian...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun