Kita dapat menelusuri rekam jejak calon, menyimak hal-hal yang keluar dari mulut dan ketikan jarinya, mengecek konsistensi sikapnya selama ini, dan seterusnya sampai kita merasa sudah memiliki informasi yang cukup lengkap.
Ingat, biasanya ketika hendak membeli kendaraan atau barang mahal lainnya saja kita mau bersusah-payah melakukan riset. Kok untuk hal-hal terkait kepentingan publik seperti Pilkada kita tidak mau sama bijaknya?Â
Sudah menjadi rahasia umum bahwa tidak semua media mainstream mampu bersikap netral akibat konflik kepentingan. Kemampuan untuk membedakan mana "suara bising" dan mana "sinyal" akan membantu kita dalam menyeleksi figur mana yang pantas untuk dicoblos di kertas suara nanti.
Pun ketika kita memilih untuk tidak memilih alias golput, semoga pilihan tersebut tidak sekadar didasari sikap "yang penting bukan si itu". Selamat bereksplorasi!
Referensi
Baechler, J. 2001. Demokrasi: Sebuah Tinjauan Analitis. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Castells, M. 2010 [1996]. The Rise of Network Society. West Sussex: Blackwell Publishing Ltd.
Kurniawan, M. N. 2007. Jurnalisme Warga di Indonesia, Prospek dan Tantangannya. Makara, Sosial Humaniora 11, No. 2: 71 - 78.
Ritaudin, M. S. 2016. Fenomena Teman Ahok Menghangatkan Politik Partai. Jurnal TAPI's 12, No. 2 [Juli - Desember]: 30 - 56.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H