Dinamika di pasar modal selama bertahun-tahun telah menciptakan beragam cerita dari para pelakunya. Ketika kita memikirkan tentang kisah sukses, pikiran kita mengarah pada orang-orang seperti Warren Buffett, Ray Dalio, Benjamin Graham, Peter Lynch, dan sebagainya yang sukses melipatgandakan uang mereka dan secara konsisten mengalahkan imbal hasil tahunan pasar. Akan tetapi ketika kita memikirkan contoh kegagalan, mungkin pikiran akan mengingatkan kita dengan contoh seperti tetangga, teman kerja, atau bahkan diri kita sendiri yang sudah kehilangan banyak dan tak kunjung kaya raya.
Potensi imbal hasil yang menggiurkan dari pasar modal sejatinya bukan mitos belaka. Lebih jauh, kita tidak dituntut untuk memiliki keterampilan khusus layaknya para analis agar dapat mengidentifikasi instrumen keuangan mana yang sesuai bagi kita. Dan dengan kemudahan yang diberikan oleh teknologi informasi di era saat ini, beraktivitas di pasar modal hanya membutuhkan handphone dengan koneksi internet dalam genggaman.
Untuk memberikan Anda gambaran mengenai potensi imbal hasil yang menggiurkan dari pasar modal, penulis akan memberikan perbandingan imbal hasil dari Berkshire Hathaway milik Warren Buffett dengan S&P 500 (Pecaut & Wrenn, 2017). Dalam kurun waktu 1965 - 2014, jika Anda menanamkan uang Anda di S&P 500 sejumlah $ 100 pada awal tahun 1965, maka pada akhir tahun 2014, uang Anda akan berkembang menjadi $ 11.196 (pertumbuhan tahunan sebesar 9,9%). Dengan modal tersebut, imbal hasil ini mungkin dapat membelikan Anda sepetak tanah seluas beberapa ratus meter persegi di pinggir Jabodetabek.Â
Akan tetapi jika Anda memutuskan untuk menanamkan $ 100 di Bershire Hathaway, maka uang tersebut akan berkembang menjadi $ 751.113 (pertumbuhan tahunan sebesar 19,4%) dalam kurun waktu yang sama. Dengan demikian, ketimbang hanya membeli tanah, Anda mungkin dapat membeli satu unit rumah, sebidang tanah, satu unit mobil, dan satu unit motor, dengan menyisakan sedikit uang di tabungan.
Tentu, jangka waktu 50 tahun tidaklah sebentar. Sebagian orang mungkin sudah keburu wafat sebelum menyentuh umur ke-50. Tapi tenang, jika tujuan Anda hanya sekedar membuat $ 100 menjadi $ 10.000, maka Anda cukup menunggu 26 tahun dengan Berkshire Hathaway (ketimbang 50 tahun dengan S&P 500).
Sebelum masuk lebih jauh, bagi para pembaca yang cukup cermat, sampai di sini Anda tentu menyadari bahwa penulis belum sekalipun menggunakan kata "investasi" sepanjang tulisan ini. Absensi ini memiliki signifikansinya dalam tulisan ini dan bukan dikarenakan minimnya pilihan kosa kata. Menurut hemat penulis, terdapat setidaknya dua jenis pelaku di pasar modal dalam kapasitas mereka sebagai pemilik modal.
Jenis pertama adalah mereka yang lazim disebut sebagai investor. Investor di sini paling mudah didefinisikan sebagai mereka yang menanamkan uang di pasar modal dengan berpedoman pada kondisi fundamental emiten, berorientasi kepada pertumbuhan nilai jangka panjang, serta memandang instrumen keuangan sebagai representasi dari emiten itu sendiri.Â
Jenis kedua adalah mereka yang lazim disebut sebagai trader. Trader mudahnya diidentifikasi dengan cara memperlawankannya dengan ciri-ciri dari investor, dalam arti bahwa seorang trader cenderung berpedoman pada aspek teknikal dari pergerakan harga instrumen keuangan, berorientasi kepada pertumbuhan jangka pendek dengan berpatokan pada pergerakan harga instrumen keuangan, serta memandang instrumen keuangan sebagai bagian yang terpisah dari emiten.
Idenya adalah, tidak semua pelaku di pasar modal dapat dikatakan sebagai investor. Demikian juga sebaliknya, tidak semua pelaku di pasar modal dapat dikatakan sebagai trader. Distingsi ini menjadi penting untuk melihat kepentingan dan pendekatan dari masing-masing pelaku.
Kembali pada diskusi semula. Mengapa Anda (mungkin) tidak akan menjadi kaya raya di pasar modal, terlepas dari apakah anda ini investor atau trader?
Peter Schiff di dalam bukunya yang berjudul "How an Economy Grows and Why It Crashes" punya penjelasan yang menarik terkait hal ini. Menurutnya, di dalam setiap usaha untuk membangun kekayaan lewat kegiatan ekonomi, sangat penting bagi setiap orang untuk menyadari bahwa hal tersebut hanya dapat tercapai dengan terlebih dahulu menabung cukup banyak uang sebelum memulai suatu venture (Schiff & Schiff, 2010). Dengan uang (atau lebih umumnya, modal) berlebih yang berhasil disisihkan dari pemasukan, seseorang jadi memiliki kemampuan berlebih pula untuk mendanai proyek yang hendak dikerjakannya, bisa dalam bentuk kegiatan bisnis, investasi, maupun trading.Â
Singkatnya tanpa ada usaha untuk menyisihkan uang untuk ditabung terlebih dahulu, Anda kemungkinan besar tidak akan pernah menjadi kaya raya di pasar modal. Katakanlah Anda berhasil menyisihkan dan menginvestasikan uang sejumlah Rp. 1.000.000 di saham tertentu yang dalam setahun mampu tumbuh 100%. Angka pertumbuhan ini sangatlah luar biasa, namun pada akhirnya Anda hanya akan menghasilkan Rp. 1.000.000 tambahan selama setahun itu, jumlah yang terlampau kecil yang bahkan tidak sampai separuh dari upah minimum bulanan di kota-kota besar.
Faktor kedua yang kemungkinan akan menghambat usaha Anda menjadi kaya raya di pasar modal adalah kenyataan bahwa kita sebagai manusia adalah makhluk yang sebetulnya rawan melakukan keputusan konyol di pasar modal. Hal ini disebabkan oleh sejumlah faktor psikologis dan bias yang seringkali mengambil alih kendali dalam membuat keputusan penting.Â
Saat terjadi perlambatan seperti saat ini akibat pandemi Covid-19, banyak saham blue chip yang berguguran bahkan sampai kehilangan separuh market capitalization hanya dalam tempo sebulan, terutama sepanjang kuartal 1 2020, kendati secara operasional sebetulnya tidak mengalami penurunan performa sedalam itu. Pelaku pasar khawatir ketika harga saham terkoreksi sedikit di tengah prospek ekonomi yang tidak menentu dan memilih untuk melakukan cut loss (yang mana menyebabkan penurunan yang semakin dalam pada gilirannya).
Penulis pernah menjumpai saham salah satu perusahaan batubara besar yang turun dari level Rp. 1.000 per lembar hingga hampir menyentuh level Rp. 500 di penghujung kuartal 1 2020. Saat itu sayangnya penulis tidak menyisihkan modal cukup banyak untuk membeli sahamnya. Apabila penulis dapat menyisihkan uang untuk membeli saham perusahaan tersebut, maka saat ini ketika harganya sudah kembali ke level semula, modal tersebut sudah tumbuh 2 kali lipat ditambah dividen. Ini sekali lagi menunjukkan bahwa faktor psikologis seringkali membuat kita tidak mampu mengambil keputusan yang tepat dalam situasi sulit yang sebetulnya menyimpan potensi keuntungan.
Faktor ketiga yang penulis sorot adalah tentang ketidakmampuan kita sebagai pelaku pasar dalam memprediksi pergerakan pasar itu sendiri. Bersamaan dengan fakta bahwa di dalam pasar modal rawan terjadi bias akibat emosi yang secara berlebihan mengendalikan keputusan para pelakunya, maka menjadi sulit bagi kita untuk memperkirakan arah gerak pasar itu sendiri.Â
Penulis suka mengambil contoh dengan merujuk pada seorang analis CNBC, Jim Cramer, yang dikenal gemar mengubah opininya tentang pasar modal setiap harinya. Jika Anda menyaksikan acaranya, "Mad Money" di YouTube atau platform lain, Anda akan memahami bahwa Cramer sebetulnya merupakan representasi dari Mr. Market yang digagas oleh Benjamin Graham. Cramer atau Mr. Market adalah sosok yang terlalu sering mengalami mood swing sehingga keduanya sulit untuk menentukan sikap yang konsisten dan cenderung hanya mengikuti arah angin.
Faktor terakhir yang membuat Anda sulit kaya raya di pasar modal, dan ini mungkin jarang Anda temukan di ulasan lain yang sejenis dengan tulisan ini, adalah kenyataan bahwa menjadi pemodal di pasar modal mengharuskan Anda, suka tidak suka, berada di antrian paling belakang dari "pembagian kue" ekonomi. Apa maksudnya? Begini, ketika Anda menanamkan modal, terutama dengan cara membeli saham, Anda harus menyadari bahwa modal sejatinya bertumbuh dari kegiatan bisnis perusahaan yang sukses memperoleh keuntungan dan menumbuhkan nilai ekuitasnya.Â
Akan tetapi sepanjang perjalanan tersebut, apa yang perusahaan peroleh sebagai pemasukan terlebih dahulu mengalami pemotongan dan pengurangan di sana-sini. Perusahaan masih harus membayar supplier, menggaji pegawai dan manajemen, membayar pajak, melunasi utang, dan seterusnya. Seringkali ketika seluruh pemotongan dan pengurangan sudah diambil dari pemasukan, yang tersisa untuk pemilik modal hanya tinggal "ampas".Â
Kenyataannya, mungkin menjadi jajaran eksekutif di perusahaan, yang notabene berarti menjadi karyawan perusahaan, akan membuat Anda jauh lebih kaya dibanding menjadi pemilik modal. Anda bisa mendapat gaji, tunjangan, uang asuransi, fasilitas kantor, dan sebagainya yang semuanya ditanggung oleh pemilik perusahaan, dalam hal ini pemegang saham.Â
Joel Greenblatt dalam bukunya berjudul "The Little Book that Still Beats the Market" memberikan ilustrasi menarik mengenai bagaimana bisnis berjalan dengan contoh usaha permen karet yang dirintis anak sekolah (Greenblatt, 2010). Kebanyakan hasil usaha bisnis pada umumnya selalu digunakan untuk keperluan lain, termasuk di dalamnya ekspansi bisnis. Bagi Anda yang tidak dapat menunggu terlalu lama untuk segera mencairkan hasil investasi Anda, memberikan waktu bagi investasi Anda untuk tumbuh tentu bukanlah perkara menyenangkan. Mungkin Anda tidak akan mendapat dividen selama beberapa tahun ke depan. Mungkin juga harga saham Anda tetap stagnan selama bertahun-tahun.
Betul bahwa Anda mungkin merupakan trader yang mencari keuntungan dari selisih harga jual dan beli instrumen keuangan. Namun kenyataannya secara jangka panjang menjadi trader tidak akan membawa Anda terlalu jauh. Selain karena secara ekonomi uang hanya berpindah dari orang yang kurang pandai ke orang yang lebih pandai, pada umumnya Anda sebagai trader akan lebih gampang tergiur untuk menikmati keuntungan Anda terlalu dini. Beberapa teman dan kenalan penulis, misalnya, secara konsisten sebetulnya mampu memperoleh keuntungan dari kegiatan trading mereka. Namun sayangnya setiap kali mendapat untung, uangnya malah digunakan untuk membeli gadget baru atau berkencan.
Menutup tulisan ini, penulis ingin meninggalkan nada yang lebih optimis agar pembaca tidak lantas meninggalkan mimpi untuk menjadi kaya dari pasar modal. Charlie Munger dalam salah satu RUPS pernah menyampaikan kiat sukses dalam berinvestasi di pasar modal. Pertama, ia menekankan bahwa agar sukses dalam berinvestasi, tiap orang harus menyadari bahwa masing-masing memiliki batas pengetahuan dan kemampuan. Dengan menyadari ini, Anda hanya akan berinvestasi pada instrumen yang Anda pahami. Anda tidak perlu menjadi terlalu pandai dan tidak perlu pula untuk banyak bertindak di dalam pasar yang rawan akan ketidakwarasan ini.Â
Namun pada sisi lain dari kiatnya, ia juga menekankan pentingnya kedisiplinan diri untuk banyak belajar. Belajar di sini tidak sesederhana menambah pengetahuan baru, melainkan juga menyadari keterkaitan antar tiap hal yang Anda ketahui. Baginya, berinvestasi bukanlah kegiatan yang mudah bagi semua orang, terlebih dengan segala faktor yang telah penulis sampaikan di atas. Demikian juga halnya dalam trading. Apabila Anda tidak mampu untuk memperoleh keuntungan secara konsisten, maka kegiatan trading lambat-laun hanya akan menggerogoti modal Anda.Â
Apapun pilihan Anda sebagai pelaku pasar modal, semoga Anda mampu konsisten dengan strategi jangka panjang Anda, tidak pernah lupa dengan tujuan akhir yang hendak dicapai, dan mampu beradaptasi dengan situasi sehingga tidak tertinggal di belakang.
Referensi
Greenblatt, J. (2010). The Little Book that Still Beats the Market. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Pecaut, D., Wrenn, C. (2017). The University of Berkshire Hathaway: 30 Years of Lessons Learned from Warren Buffett & Charlie Munger at the Annual Shareholders Meeting. Amerika Serikat: Dog Ear Publishing
Schiff, P., Schiff, A. (2010). How an Economy Grows and Why It Crashes. Amerika Serikat: John Wiley & Sons, Inc.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H