Tapi, cahaya cintamu tak sempat istirahat barang sedetikpun untuk membakar semangatku. Sampai kesempurnaan yang hampir-hampir dianggap mustahil dan nisbi, nyata terlihat. Kau juga tak lupa mengingatkan bahwa jalan itu pasti sulit.
Kali ini, Cintamu menjadi medan pertempuran melawan ego, yang luka, duka, fitnah, kesulitan, duka dan kematian, menjadi tidak ada artinya apa-apa, kecuali Keindahan.
Tahukah kau? Ketika hal ini kutuliskan, egoku menari dengan tarian ritmik yang setiap hentakan kaki dan jetikan jarinya hendak mengatakan sejumlah ungkapan ejekan, omong kosong : This is a war that you can't ever win.
Lihatlah, jalan menuju rumahmu menegaskan bahwa Pemimpin Zaman telah memberikan kehormatan luar biasa kepada para pencintamu sebagai prajuritnya. Meskipun hanya untuk mengabarkan satu hal kecil mengenai apapun yang berkaitan dengannya.
Yang paling mungkin kita lakukan sekarang ini adalah ; mempersiapkan kedatangannya. Caranya? Memasuki Kota Ilmu melalui pintunya. Pintu pertama adalah mendapatkan cintamu. Di pintu itu warna hitam sangatlah jelas perbedaannya dengan warna putih.
Di sana ada pelajaran penting bahwa setiap pilihan menentukan resikonya masing-masing. Bisa pahit bisa manis. Selalu ada ruang kebebasan untuk tidak memilih hitam atau putih dan kemudian berdiri tegak dengan penuh percaya diri di antara hitam dan putih. Setiap pilihan sangatlah jelas perbedaannya. Namun, persamaan yang juga tidak bisa dibantah adalah ketiadaan kuasa untuk lepas dari garisNya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H