Sabtu 24 Desember 2022 pagi. Seperti biasa membuka-buka laman portal berita. Awalnya berita musik, kemudian menggeser tab ke ranah politik.
Di laman detik.com, muncul berita tentang Rapimda II Golkar Sumut. Ketua Golkar Sumut Musa Rajekshah diteriaki 'Gubernur' oleh massa yang berhadir di Hotel Santika Dyandra Medan, Jumat (23/12/2022). Diteriaki begitu, Musa menyindir Gubernur Sumut Edy Rahmayadi.
Meski kader Golkar menyesalkan Rapimda Golkar Sumut digelar tanpa didahului Rapimnas DPP Golkar, hadir dalam Rapimda itu Ketum dan Sekjend DPP Golkar, Airlangga Hartarto dan Lodewijk Paulus. Kata Airlangga, Golkar menargetkan memperoleh 20 persen pada Pileg 2024.
Hal itu juga ditimpali Sekjend Lodewijk. Kata Wakil Ketua DPR itu, Golkar juga menargetkan untuk pemilihan kepala daerah menang 60 persen. Sedangkan untuk pemilihan presiden adalah menang, namun mantan Pangdam I/BB itu tak menyebut siapa capres-cawapresnya.
Kemudian, Lodewijk menyinggung Ketua Golkar Sumut Musa Rajekshah punya peluang untuk jadi Cagub Sumut. Hal itu selaras dengan pernyataan Ketum Golkar Airlangga Hartarto. Tapi dengan syarat, kata Airlangga, Golkar Sumut harus punya 20 kursi di DPRD Sumut yang artinya mencukupi 20 persen syarat untuk mengusung pasangan sendiri pada Pilgubsu.
Sekarang, mari kita analisis syarat yang diutarakan Menko Perekonomian tersebut.
Pada Pemilu 2019, Golkar Sumut hanya bisa meraih 15 kursi di DPRD Sumut. Angka itu turun dari hasil Pemilu 2014 yang memperoleh 17 kursi.
Penurunan itu memang banyak diprediksi. Apalagi dari tahun ke tahun, tren elektabilitas Partai Golkar selalu mengalami penurunan. Â
Teranyar, survei Litbang Kompas Oktober 2022 menunjukkan, elektabilitas Partai Golkar semakin menjauh dari tiga besar papan atas.
Elektabilitas partai berlambang pohon beringin itu sebesar 7,9 persen, turun dibandingkan survei yang sama pada Juni 2022.
Survey ini yang kemudian dikomplain Sekjend DPP Golkar Lodewijk Paulus serta berujung permintaan maaf kepada PDI Perjuangan seperti dilansir berita detik.com.
Ngomong soal target tadi, lagipula, target 20 kursi DPRD Sumut pada 2024 yang diungkap Airlangga, tidak selaras dengan target Golkar Sumut. Dimana Golkar Sumut punya target 2 juta kader yang artinya sama dengan 6 juta suara pada Pileg 2024 (Golkar selama ini menghitung 1 kader dikali 3 suara). Pada Pemilu 2019 lalu, suara sah di Sumut hanya 6,7 juta suara. Lalu partai-partai lain seperti PDIP mau dikemanakan?
Tentu target DPP Golkar dengan Golkar Sumut ini adalah target yang tidak sinkron, bertabrakan serta lemah perkiraan. Sehingga target ini lebih pantas disebut asal bunyi.
Semua orang boleh punya target. Tapi sekelas Partai Golkar, membuat target seharusnya bukan hanya sekadar angan-angan tanpa perkiraan dan sinkronisasi pusat-daerah yang detil.
Rasa-rasanya hampir mustahil target 20 kursi atau 2 juta kader tercapai. Ada beberapa faktor. Bukan hanya karena tidak sinkron pusat-daerah, tapi kita menilik kondisi internal Golkar Sumut sendiri.
Kondisi Golkar Sumut sejak satu tahun Musa Rajekshah memimpin, diwarnai buang-membuang kader senior di kepengurusan. Tak hanya di kepengurusan DPD Provinsi Golkar Sumut, melainkan di DPD kabupaten/kota di Sumut.
Sebut saja Kabupaten Labura, Labusel hingga Kota Medan. Ketua Golkar Medan kini dipegang oleh Rahmadian Shah, adik dari Ketua Golkar Sumut Musa Rajekshah. Sementara Golkar Deliserdang kini diketuai Dani Swing, ipar dari Musa Rajekshah. Situasi ini tentu berdampak pada target dan suara partai ke depan.
Faktor lain bakal anjloknya suara Golkar Sumut aadalah kasus bos judi online terbesar di Sumut Jonni alias Apin BK alias Apin Bakim yang ditangkap Polda Sumut beberapa waktu lalu. Cerita punya cerita, bos judi ini merupakan pengurus Golkar Sumut sejak Musa Rajekshah jadi Ketua Golkar Sumut. Yang kemudian setelah kasus judinya terbongkar, Musa Rajekshah menegaskan Apin BK tak lagi jadi pengurus.
Lalu, bagaimana peluang Musa Rajekshah maju pada Pilgubsu 2024 mendatang?
Selain soliditas internal yang sedang tak solid, kondisi Golkar Sumut juga sedang disorot karena berkonflik dengan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi. Sebagai pengusung Edy Rahmayadi, Golkar dianggap tak sejalan dengan visi-misi Sumut Bermartabat serta tak mendukung pembangunan di Sumut.
Dan yang patut digarisbawahi pula adalah sejak Ali Umri, tak pernah dalam sejarahnya Ketua Golkar Sumut diusung jadi Calon Gubernur Sumut. Diusung saja tidak, apalagi mau menang.
Ali Umri, mantan Walikota Binjai diusung Golkar jadi Cagub pada Pilgubsu 2008. Saat itu dia berpasangan dengan Maratua Simanjuntak. Pasangan itu kalah dari pasangan Syamsul Arifin-Gatot Pujo Nugroho.
Pada 2009, Syamsul Arifin mengambil pucuk pimpinan Golkar Sumut. Tak sampai satu periode di pohon beringin, Syamsul harus lengser. Golkar pun menunjuk Plt Ketua Golkar Sumut Andi Ahmad Dara.
Dari Andi, Golkar Sumut kemudian dikomandoi Ajib Shah pada 2013. Pada Pilgubsu 2013, Golkar Sumut tidak mengusung Ajib Shah jadi Cagub, melainkan pasangan Chairuman Harahap-Fadly Nurzal.
Sudah tak diusung jadi Cagub, Ajib Shah pun tak sampai lima tahun memimpin Golkar Sumut. Dia kemudian di-Plt-kan. DPP Golkar menunjuk Nurdin Halid sebagai Plt Ketua Golkar Sumut pada 2015.
Dari Nurdin Halid, pucuk pimpinan Golkar Sumut kemudian diamanahkan pada H Ngogesa Sitepu pada 2015 hasil Musda. Pun pada Pilgubsu 2018, Golkar tidak mengusung Ngogesa jadi Cagub.
Awalnya Golkar mengusung Ery Nuradi sebagai Cagub 2018, namun kemudian dianulir dan mengusung Edy Rahmayadi hingga jadi Gubernur Sumut sampai sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H