Mohon tunggu...
Darius Tri Sutrisno
Darius Tri Sutrisno Mohon Tunggu... Pramusaji - Penjaga warung kopi samiroto

Sadar belum tentu obyektif ;)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Senja Itu Sudah Mati

20 Juni 2019   17:11 Diperbarui: 20 Juni 2019   17:28 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by  Pixabay.com

Ia meneguk lagi air minum. Kali ini air minum sisa seteguk. Barangkali akan dibuatnya sebagai penutup setelah makan roti. "Sekalipun kau berbeda dari biasanya dirimu, aku tetap bertahan dengan pendirianku. Tidak kuberikan untukmu apa yang ada di diriku. Cukup hanya waktu, lebih tidak!" Pria tua melanjutkan.

Senja hanya bergerak menggelap tanpa menghiraukan cacian dari pria tua. Pria tua itu mengambil selembar kertas dan ditaruhnya di atas paha kanan. Ia bersiap menggoreskan tinta penanya untuk melukiskan atau menuliskan. Pria tua memilih yang kedua, menuliskan.

Sebait kumpulan kata telah usai. Pada bait ini ia menuliskan sesuatu yang pilu bagi penikmat senja yaitu hanya sekumpulan pertanyaan. Di atas kertasnya, ia bertanya apakah kau mengenal senja dengan baik, apa kau pernah menjabat tangannya, apa senja yang kau puja itu sewaktu-waktu pernah berbicara padamu---mengapa kau melakukannya, sepantaskah itu senja bagimu, se-idealisme itukah pikiranmu tertuju pada senja. Ia berhenti sejenak. Kira-kira begitu isinya.

Diamatinya sekeliling menjadi gelap karena senja berangsur pergi. Apa yang terjadi adalah gelap akan tiba. Ia cepat-cepat menuntaskan urusannya hari itu. Melanjutkan goresan penanya pada bait kedua.

"Apa yang akan kutulis adalah jawaban atas pertanyaan di bait pertama. Kau harus tau senja, ini untukmu! Akan aku perbanyak makian untukmu karena isi alam tidak hanya dirimu."

Tetiba semua terasa sulit bagi pria tua untuk melanjutkannya. Ia kesulitan menjawab pertanyaan yang diajukannya sendiri. Lama tidak terjawab, ia hanya terpaku dengan memegang pena. Lalu ia mengangkat kepalanya, mengarahkan pandangannya pada danau yang memantulkan senja. Ia menunduk lagi berharap dapat menjawabnya. Tapi tidak. Sampai ia menyerah oleh perut yang kelaparan. Nyatanya sepotong roti tidak cukup mengganjal perut manusia yang sedang marah.

Sembari berkemas ia berbicara pada senja: "Aku akan kembali lagi hari minggu setelah aku dapatkan jawabannya. Jika aku tidak datang lagi dan duduk di atas kursi ini, itu berarti aku menyerah untuk mencari jawabannya. Kau menang tanpa syarat."  Janji pria tua pada senja.

Pria tua berkemas kembali kerumah dalam keadaan hati cemas. Cemas dengan janji yang baru saja ia sampaikan pada senja. Janji, rasa cemas, takut dan marah---ia bawa semua beban itu ke dalam mimpi di tidur malam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun