Mohon tunggu...
Satriyo Wahyu Utomo
Satriyo Wahyu Utomo Mohon Tunggu... Lainnya - Egalite

Each works as its abilities, each takes as its needs | Instagram : @satriyowu

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tinjauan Kasus Pelemahan KPK Dari Preseden Politik Pasca Kemerdekaan Meksiko dan Amerika

10 Mei 2021   11:58 Diperbarui: 10 Mei 2021   18:23 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jika pembaca saat ini mengira bahwa KPK mulai coba dilemahkan oleh orang-orang internal, maka sebenarnya KPK sudah mulai melemah sejak era SBY. Hingga sekarang, seperti yang sering ditemui di media sosial, lembaga antirasuah tersebut mengalami berbagai revisi undang-undang yang mengatur kinerja KPK. Berbagai revisi yang diterima bukan malah menguatkan posisi KPK, tetapi sebaliknya. Terbukti dengan adanya fakta pengeluaran SP3 alias pemberhentian penyelidikan oleh KPK terhadap Sjamsul Nursalim tersangka kasus BLBI yang juga menyumbang krisis moneter pada tahun 1998.

Simpelnya, penulis menyebut pemerintah sebagai lembaga ketiga dan KPK sebagai lembaga sampiran pemerintah yang mengawasi kinerja birokrasi agar realisasi kebijakan dapat berjalan dengan baik dan yang paling penting korupsi terberantaskan.

Pemerintah merasa atau mungkin memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi akan mengalami kemrosotan, dan kemungkinan lebih parah adalah kemandekan. Maka, disahkanlah omnibus law yang memangkas segala peraturan yang dirasa mengambat pertumbuhan ekonomi, terutama masalah investasi---ditambah lagi sekarang ada Kementrian Investasi. Logika pemerintah tersebut memang berpotensi mendatangkan nasib baik perekonomian negara karena memang dalam naskah-naskah peraturannya mempermudah penanaman modal.

Namun, apakah logika tersebut akan berjalan mulus? Mengingat berbagai praktik korupsi dan bahkan lembaga yang memproteksi birokrat dari praktik korupsi justru dilemahkan.

Kita coba kembali melihat sejarah berdiirinya Meksio dan Amerika Serikat. Kedua ngara tersebut berdampingan, secara geografis juga hampir seratus persen sama, bahkan sebelum dijajah oleh Spanyol dan Inggris kedua wilayah tersebut sama dalam bidang apapun. Tetapi mengapa kemakmuran di kedua negara tersbeut berbeda? Dan angka kesenjangannya pun tinggi? Ada teori menarik menngenai sejarah itu yang dituliskan oleh Daron Acemoglu dan James A.Robinson dalam buku Mengapa Negara Gagal. Teorinya dalah menelaah kondisi suatu negara pada masa modern dalam bidang politik dan ekonomi: negara bisa makmur atau malah sebaliknya ditentukan institusi-institusi politik pada masa awal kemerdekaan.

Negara-negara Eropa Barat (terkhusus: Inggris, Spanyol, Prancis) setelah mengalami wabah pes atau penyakit hitam yang menewaskan hampir setengah populasi di setiap daerah negara-negara Eropa Barat, mulai kebingungan mencari pekerja (baca: budak) untuk menggarap tanah disana. Karena pada saat itu masih kental feodalisme, maka penguasa-penguasa tanah di Eropa Barat tidak akan mau bekerja untuk dirinya sendiri, pasti mereka akan memperbudak manusia bekerja untuknya. 

Kebingungan tersebut membuat Inggris, Spanyol, dan Prancis mulai menjelajahi benua Amerika setelah abad ke-14. Spanyol dan Perancis menguasai Amerika Tengah dan Amerika Selatan, sedangkan Inggris mendapatkan sisanya: Amerika Utara. Wilayah Amerika Tengah dan Amerika Selatan berhasil ditahlukkan dan berhasil mengkoloni penduduk disana. Inggris tertinggal dan mencoba untuk mengkoloni Amerika Utara (sekarang Amerika Serikat).

Namun nasib tak memihak Inggris. Penduduk Amerika Utara sangat sulit untuk ditahlukkan---meski dalam beberapa kasus Inggris berhasil di beberapa daerah, salah satunya daerah sekitar Baltimore (Amerika Serikat bagian timur). Maka, kerajaan Inggris mengkoloni militernya sendiri. Kerajaan Inggris membuat sayembara "barang siapa yang mau bekerja dan memiliki inovasi akan diberikan tanah seluas 50 meter persegi per orang untuk dikelolah untuk dirinya sendiri". Kemudian pasukan militr Inggris yang produktif mendapat tanah tersebut dan dikelolanya, tak lupa juga dikenai pajak.

Beberapa tahun berjalan, orang-orang yang menggarap tanah itu membentuk sebuah majelis bernama General Assembly yang berfungsi seperti parlemen dalam kerajaan. Badan tersebut dibuat untuk langkah politis, tetai sebeenarnya bertujuan untuk melakukan tawaran politik kepada kerajaan tentang taraf hidup mereka. General Assembly tersebut makin kuat banding politiknya, sehingga kerajaan terdistorsi hak absolutnya---tetapi juga karena desakan keadaan yang dialami Inggris tentang sumber daya. 

Kerajaan Inggris memberi ruang bagi General Assembly tersebut dan terbukti mengikuti waktu, lembaga tersebut berhasil meningkatkan kemakmuran warga negara Inggris daripada sebelumnya. Penulis menyebut peristiwa tersebut sebagai "penginklusifan" lembaga-lembaga politik yang akhirnya dapat membuahkan institusi-institusi ekonomi yang inklusif dapat memberikan insentif bagi pekerja yang memiliki etos kerja dan inovasi tinggi, serta tak lupa adanya jaminan terhadap hak kepemilikan pribadi.

Berbeda dengan Meksio. Kemerdekaan Meksio dari Spanyol tak melahirkan institusi yang inklusif. Malah sebaliknya, pemimpin-pemimpin Meksio setelah merdeka makin buas dalam mengekstarksi warganya. Otoritarianisme Meksio pada awal kemerdekaan tak bisa menyalurkan sumber dayaya kepada warga negara secara menyeluruh, bahkan dalam perspektif hukum. Pemimpin di Meksio hanya fokus pada perutnya sendiri dan membuat institusi-institusi politik yang ekstraktif. 

Ekstraktifitas tersebut praksisnya adalah berupa hak-hak istimewa penguasa, kesenjangan posisi di mata hukum, ketidakpatuhan hukum, dan kesewenang-wenangan. Tidak ada upaya pemimpin Meksiko, minimal secara hukum memastikan pemerataan hak bagi setiap warga negara. Tidak adanya upaya tersebut akan melahirkan kemandekan ekonomi karena mungkin para orang-orang brilian di Meksio tak dapat mengembangkan kemampuan inovatif mereka untuk menunjang perekonomian.

Sejarah Meksio tersebut mungkin hampir sama dengan kasus pelemahan KPK. Menurut penulis, KPK adalah salah satu lembaga yang mendukung terciptanya inklusifitas dalam ranah politik dan ekonomi. Kondisi politik dan ekonomi yang inklusif akan memantik para inovator dalam negeri, atau para investor mancanegara tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena selain daripada jaminan keamaan, mereka mendapatkan kepercayaan bahwa pajak-pajak yang mereka berikan kepada pemerintah tidak dikorupsi oleh para tikus-tikus kantor. Melemahnya KPK akan meniadakan mimpi-mimpi itu.

Maka disini logika pemerintah sangatlah tidak logis. Bagaimana pemerintah menginginkan agar keju di rumahnya tetap aman sedangkan membiarkan gudangnya penuh dengan sarang tikus? Bagaimana omnibus law yang banyak memangkas undang-undang lama tersebut bisa tercipta tujuannya? Selain daripada investor memerlukan kemudahan untuk berinvestasi dalam hal peraturan-peraturan, investor juga membutuhkan kondisi politik dan ekonomi yang inklusif agar mereka bisa mengembangkan ide-idenya. Kondisi yang ekstraktif tidak memungkinkan ide-ide cemerlang dalam negeri bisa tumbuh, karena pijakan awalnya saja coba untuk ditiadakan.

Jadi, pemerintah jangan berharap negara akan maju dan tumbuh ekonominya---lebih-lebih karen kemandirian warga negara---karena mencoba untuk melemahkan institusi yang mendukung inklusifitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun