Ekstraktifitas tersebut praksisnya adalah berupa hak-hak istimewa penguasa, kesenjangan posisi di mata hukum, ketidakpatuhan hukum, dan kesewenang-wenangan. Tidak ada upaya pemimpin Meksiko, minimal secara hukum memastikan pemerataan hak bagi setiap warga negara. Tidak adanya upaya tersebut akan melahirkan kemandekan ekonomi karena mungkin para orang-orang brilian di Meksio tak dapat mengembangkan kemampuan inovatif mereka untuk menunjang perekonomian.
Sejarah Meksio tersebut mungkin hampir sama dengan kasus pelemahan KPK. Menurut penulis, KPK adalah salah satu lembaga yang mendukung terciptanya inklusifitas dalam ranah politik dan ekonomi. Kondisi politik dan ekonomi yang inklusif akan memantik para inovator dalam negeri, atau para investor mancanegara tertarik untuk menanamkan modalnya di Indonesia, karena selain daripada jaminan keamaan, mereka mendapatkan kepercayaan bahwa pajak-pajak yang mereka berikan kepada pemerintah tidak dikorupsi oleh para tikus-tikus kantor. Melemahnya KPK akan meniadakan mimpi-mimpi itu.
Maka disini logika pemerintah sangatlah tidak logis. Bagaimana pemerintah menginginkan agar keju di rumahnya tetap aman sedangkan membiarkan gudangnya penuh dengan sarang tikus? Bagaimana omnibus law yang banyak memangkas undang-undang lama tersebut bisa tercipta tujuannya? Selain daripada investor memerlukan kemudahan untuk berinvestasi dalam hal peraturan-peraturan, investor juga membutuhkan kondisi politik dan ekonomi yang inklusif agar mereka bisa mengembangkan ide-idenya. Kondisi yang ekstraktif tidak memungkinkan ide-ide cemerlang dalam negeri bisa tumbuh, karena pijakan awalnya saja coba untuk ditiadakan.
Jadi, pemerintah jangan berharap negara akan maju dan tumbuh ekonominya---lebih-lebih karen kemandirian warga negara---karena mencoba untuk melemahkan institusi yang mendukung inklusifitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H