Mohon tunggu...
jokolelono
jokolelono Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hemat Pangkal Kere!

8 April 2016   23:33 Diperbarui: 9 April 2016   00:33 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa itu panama papers? Gak penting! Siapa dhalang panama papers? Gak penting! Apa motif panama papers? Gak penting! Siapa saja yang terlibat dalam panama papers? Gak Penting!

Apa tindakan yang diambil otoritas negri ini terhadap kasus panama papers? Ini baru penting. Pemerintah-pemerintah di negara-negara lain pada gonjang-ganjing, ada yang mengundurkan diri ato kalo gak ya segera ambil tindakan serius. negri ini adalah negri yang tak ada duanya, selalu adhem ayem tentrem kerto raharjo.

Meski katanya sebelum heboh kasus panama papers ada yang sudah tahu beribu gelintir warganya yang menyembunyika uang bergunung-gunung di luar negri, ya tetep adhem-adhem saja tu. Padahal belakangan ini gembar-gembor mau menggalakkan pencegahan korupsi, lembaga pembasmi korupsi mau disulap jadi agen pencegah korupsi. tapi benar juga kalo mereka diam saja, soalnya nama-nama yang ada di dokumen panama papers belum tentu koruptor ato penjahat.

Mereka cuma melaksanakan apa nasehat guru-guru mereka ketika di sekolah dulu. Pak dan bu guru mereka sering mendengung-dengungkan slogan ato peribahasa ya? Itu lho yang bunyinya"HEMAT PANGKAL KAYA!" Ternyata petuah guru itu memang benar adanya, kini mereka kaya raya! tapi yang namanya buatan manusia, entah itu hukum, ato sekedar tuntunan dalam bermasyarakat lainnya, pasti ada kelemahannya.Pepatah hemat pangkal kaya ini juga ada sisi negatifnya. 

Hemat pangkal kaya hanya berlaku untuk orang-orang egois, hanya mementingkan diri sendiri, keluarga dan tujuh turunannya. Mereka teguh memegang prinsip tak membelanjakan uangnya, uang harus disimpan rapat-rapat. Ditumpuk sebanyak-banyaknya. persetan dengan orang lain, kere itu urusan mereka sendiri.

Menyembunyikan uang itu juga bukan kejahatan. Ini demi menjaga keamanan dan keselamatan. Banyak orang jahat di negri ini. Uang segitu banyaknya pasti jadi incaran mereka. Meskipun bukan kejahatan, tapi merugikan orang lain. Andai saja uang beribu trilyun itu diinvestasikan di negri ini, berapa juta lapangan kerja yang dihasilkannya, berapa trilyun pajak yang disumbangkannya. Berapa persen tingakt perttumbuhan ekonomi yang dipicunya. 

Satu orang karyawan saja yang direkrutnya, akan menimbulkan reaksi berantai aktivitas ekonomi yang tidak henti-hentinya. Contohnya, si karyawan bisa beli beras, pedagang beras jadi bisa beli tahu, si pedagang tahu jadi bisa beli ayam, si pedagang ayam bisa beli gorengan, uang yang didapat penjual gorengan bisa buat beli bakso, pedagang bakso dapat uang bisa buat beli motor, sales motor dapat uang, debt collector dapat uang.motor kempes di jalan, tukang tambal ban dapat uang, dst gak ada habis-habisnya. 

Jadi, kalo anda ingin sodara-sodara sebangsa setanah air ini makmur, jangan terlalu berhemat, jangan biarkan uang anda ngendon di bank. Saya pernah baca di koran ada negara-negara yang menerapkan bunga bank negatif, bukanyya dapat bunga tapi malah dipotong. tujuannya apa? Biar orang tidak memarkir uangnya di bank.

Apalagi kalo yang terlalu berhemat itu pemerintah, seperti yang pernah terjadi di suatu negri. Semua instansi pemerintah dilarang beraktifitas di hotel. Apa akibatnya? Ekonomi seret.

Uang yang disembunyikan di luar sono itu harus diseret kembali ke sini. Harus dimanfaatkan buat investasi ato apalah yang penting bermanfaat buat rakyat. Gimana caranya? Ya pikir sendirilah, wong punya pakar ekonomi segudang kok. Kalo pemiliknya gak mau sekalian diusir saja. Emang negri ini bakal bangkrut kalo gal ada mereka? Negara tak boleh tunduk meski pada orang baik sekalipun, apalagi orang jahat. Sungguh menyedihkan kalo sebuah negara harus mengemis pada mereka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun