Pendahuluan
Pasca-Reformasi 1998, Indonesia mengalami berbagai perubahan, namun tetap menghadapi tantangan sosial dan politik, seperti ketimpangan ekonomi, korupsi, intoleransi, dan krisis kepercayaan terhadap demokrasi. Pancasila, sebagai dasar negara, tetap menjadi pegangan dalam menghadapi tantangan ini di tengah arus globalisasi dan ideologi asing.
Permasalahan
Pancasila harus mampu merespons berbagai ideologi asing yang masuk dan mengatasi permasalahan sosial-politik, seperti kesenjangan ekonomi dan korupsi, yang masih menghambat kemajuan bangsa. Bagaimana Pancasila dapat tetap relevan dan menjadi solusi dalam kondisi ini?
•Ketimpangan Ekonomi: Keadilan Sosial yang Kian Jauh
Pasca-Reformasi, Indonesia memang mengalami pertumbuhan ekonomi yang lumayan stabil. Tapi sayangnya, kesenjangan antara si kaya dan si miskin masih terasa jelas. Di kota-kota besar, kita bisa melihat gedung-gedung pencakar langit yang berdiri megah, sementara di sisi lain, masih banyak daerah yang minim infrastruktur dan pelayanan publik. Bagi masyarakat di desa-desa terpencil, akses terhadap pendidikan dan kesehatan yang layak masih jadi tantangan besar (Mulder, 1996).
Sila kelima Pancasila, "Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia", memberikan kita arahan bahwa pembangunan ekonomi seharusnya adil dan merata. Sayangnya, realita seringkali tidak seindah cita-cita. Program redistribusi ekonomi, bantuan sosial, dan peningkatan infrastruktur di daerah-daerah tertinggal perlu lebih diperhatikan. Pancasila mengingatkan kita bahwa kebijakan ekonomi harus berpihak pada seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya pada kalangan elit (Yusuf, 2018).
•Korupsi yang Mengakar: Membajak Nilai Pancasila
Kalau bicara soal korupsi, sepertinya Indonesia masih harus banyak belajar. Meski Reformasi telah membuka pintu bagi transparansi, korupsi justru seperti penyakit yang terus-menerus menjangkiti tubuh birokrasi kita (Nasution, 2007). Korupsi bukan hanya soal uang yang hilang, tetapi juga merusak kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan.
Di sinilah sila kedua Pancasila, "Kemanusiaan yang Adil dan Beradab", memiliki peran penting. Pemerintahan yang adil dan beradab berarti tidak ada tempat bagi korupsi. Untuk mengatasi masalah ini, tidak cukup hanya dengan penegakan hukum. Kita juga perlu mengembalikan nilai-nilai etika dan moral yang kuat dalam masyarakat, dimulai dari pendidikan anak-anak hingga kebijakan publik yang lebih transparan (Anwar, 2010).
•Intoleransi: Ancaman Serius bagi Persatuan
Salah satu dampak negatif dari kebebasan pasca-Reformasi adalah meningkatnya intoleransi. Isu agama, etnis, hingga politik sering kali dipolitisasi untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini jelas bertentangan dengan semangat Pancasila, khususnya sila ketiga, "Persatuan Indonesia" (Syahrani, 2014). Di tengah keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa ini, intoleransi adalah ancaman nyata bagi persatuan nasional.
Pancasila mengajarkan kita untuk merangkul perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai alasan untuk berkonflik. Pemerintah, tokoh masyarakat, hingga media memiliki peran penting untuk mempromosikan toleransi dan saling menghormati. Selain itu, kita juga harus lebih cerdas dalam menyikapi konten-konten di media sosial yang kerap memprovokasi perpecahan (Yusuf, 2018).
•Krisis Kepercayaan terhadap Demokrasi
Salah satu masalah besar yang muncul pasca-Reformasi adalah krisis kepercayaan terhadap institusi demokrasi. Banyak orang merasa bahwa politisi lebih sibuk memperkaya diri daripada memperjuangkan kepentingan rakyat. Isu hoaks dan disinformasi yang menyebar di media sosial juga memperparah situasi ini, membuat masyarakat bingung dan mudah terpecah belah (Azra, 2006).
Sila keempat Pancasila, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan", menawarkan solusi. Demokrasi yang ideal adalah demokrasi yang melibatkan musyawarah dan kebijaksanaan, bukan sekadar pemungutan suara. Kita perlu menghidupkan kembali semangat musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan politik, baik di tingkat nasional maupun lokal, sehingga demokrasi bisa benar-benar bekerja untuk rakyat (Mulder, 1996).
•Ideologi Asing: Pancasila sebagai Tameng
Dalam era globalisasi ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap masuknya berbagai ideologi asing. Radikalisme agama, kapitalisme ekstrem, hingga liberalisme yang terlalu bebas sering kali masuk tanpa filter dan merusak tatanan sosial dan politik kita. Pengaruh-pengaruh ini bisa bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, persatuan, dan keadilan sosial (Anwar, 2010).
Pancasila berfungsi sebagai tameng yang melindungi kita dari ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Bukan berarti kita menutup diri dari pengaruh luar, tapi kita perlu lebih selektif dalam menyerap nilai-nilai asing. Hanya nilai-nilai yang selaras dengan Pancasila yang seharusnya diterima dan diterapkan di Indonesia (Syahrani, 2014).
Kesimpulan:Â
Pancasila Adalah Jawaban Melihat krisis sosial dan politik yang terus bermunculan pasca-Reformasi, kita harus kembali kepada Pancasila sebagai solusi. Ketimpangan ekonomi, korupsi, intoleransi, hingga ideologi asing adalah tantangan besar yang dihadapi Indonesia. Namun, Pancasila tetap relevan dan menjadi panduan yang kuat untuk menghadapi semua itu (Yusuf, 2018).
Pancasila bukan hanya sekadar simbol negara, tapi ia adalah nilai-nilai yang hidup dalam setiap aspek kehidupan kita. Dengan menerapkan Pancasila, kita bisa menjaga Indonesia tetap kokoh dan berdaulat, meski di tengah arus globalisasi yang begitu deras.
Referensi :
Anwar, D. F. (2010). Indonesia in ASEAN: Foreign Policy and Regionalism. Institute of Southeast Asian Studies.
Azra, A. (2006). Islam in the Indonesian World: An Account of Institutionalization of Islam in Southeast Asia. Mizan Pustaka.
Mulder, N. (1996). Inside Indonesian Society: Cultural Change in Java. KITLV Press.
Nasution, B. (2007). Pancasila sebagai Ideologi dalam Konstitusi Indonesia. Jurnal Hukum.
Syahrani, R. (2014). Relevansi Pancasila sebagai Dasar Negara dalam Era Globalisasi. Jurnal Sosial dan Budaya.
Wahjono, P. (1986). Pancasila dan UUD 1945 dalam Kerangka Hidup Berbangsa dan Bernegara. Bina Cipta.
Yusuf, M. (2018). Pancasila: Menggali Relevansi dan Implementasi di Era Kontemporer. Yayasan Bentang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI