Mohon tunggu...
Satriya Chandra
Satriya Chandra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pancasila di Tengah Krisis Sosial dan Politik Pasca-Reformasi: Menjawab Tantangan Ideologi Asing

21 Oktober 2024   07:25 Diperbarui: 28 Desember 2024   19:47 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Satriya Chandra Wijaya (241012200073) | Universitas Pamulang | Ekonomi Syariah

•Intoleransi: Ancaman Serius bagi Persatuan

Salah satu dampak negatif dari kebebasan pasca-Reformasi adalah meningkatnya intoleransi. Isu agama, etnis, hingga politik sering kali dipolitisasi untuk kepentingan kelompok tertentu. Ini jelas bertentangan dengan semangat Pancasila, khususnya sila ketiga, "Persatuan Indonesia" (Syahrani, 2014). Di tengah keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa ini, intoleransi adalah ancaman nyata bagi persatuan nasional.

Pancasila mengajarkan kita untuk merangkul perbedaan sebagai kekayaan, bukan sebagai alasan untuk berkonflik. Pemerintah, tokoh masyarakat, hingga media memiliki peran penting untuk mempromosikan toleransi dan saling menghormati. Selain itu, kita juga harus lebih cerdas dalam menyikapi konten-konten di media sosial yang kerap memprovokasi perpecahan (Yusuf, 2018).

•Krisis Kepercayaan terhadap Demokrasi

Salah satu masalah besar yang muncul pasca-Reformasi adalah krisis kepercayaan terhadap institusi demokrasi. Banyak orang merasa bahwa politisi lebih sibuk memperkaya diri daripada memperjuangkan kepentingan rakyat. Isu hoaks dan disinformasi yang menyebar di media sosial juga memperparah situasi ini, membuat masyarakat bingung dan mudah terpecah belah (Azra, 2006).

Sila keempat Pancasila, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan", menawarkan solusi. Demokrasi yang ideal adalah demokrasi yang melibatkan musyawarah dan kebijaksanaan, bukan sekadar pemungutan suara. Kita perlu menghidupkan kembali semangat musyawarah untuk mufakat dalam pengambilan keputusan politik, baik di tingkat nasional maupun lokal, sehingga demokrasi bisa benar-benar bekerja untuk rakyat (Mulder, 1996).

•Ideologi Asing: Pancasila sebagai Tameng

Dalam era globalisasi ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap masuknya berbagai ideologi asing. Radikalisme agama, kapitalisme ekstrem, hingga liberalisme yang terlalu bebas sering kali masuk tanpa filter dan merusak tatanan sosial dan politik kita. Pengaruh-pengaruh ini bisa bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, seperti gotong royong, persatuan, dan keadilan sosial (Anwar, 2010).

Pancasila berfungsi sebagai tameng yang melindungi kita dari ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan jati diri bangsa. Bukan berarti kita menutup diri dari pengaruh luar, tapi kita perlu lebih selektif dalam menyerap nilai-nilai asing. Hanya nilai-nilai yang selaras dengan Pancasila yang seharusnya diterima dan diterapkan di Indonesia (Syahrani, 2014).

Kesimpulan: 

Pancasila Adalah Jawaban Melihat krisis sosial dan politik yang terus bermunculan pasca-Reformasi, kita harus kembali kepada Pancasila sebagai solusi. Ketimpangan ekonomi, korupsi, intoleransi, hingga ideologi asing adalah tantangan besar yang dihadapi Indonesia. Namun, Pancasila tetap relevan dan menjadi panduan yang kuat untuk menghadapi semua itu (Yusuf, 2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun