novel Berburu Restu karya Dimas Abi ini mempertanyakan hal tersebut.
Resepsi merupakan hal yang sangat sering diadakan setelah para mempelai melakukan akad nikah. Sangat jarang ditemui mempelai yang melakukan akad nikah saja tanpa resepsi. Apakah resepsi itu suatu hal yang wajib dilakukan? Dipa, karakter utama dalamDipa adalah seorang PNS Dinas Kesehatan yang memiliki cita-cita untuk melangsungkan pernikahan tanpa resepsi. Bukan tanpa sebab, ia memimpikan hal ini karena menurutnya resepsi hanyalah kegiatan penghambur-hamburan uang dan tidak memiliki esensi yang penting. Hal ini menjadi masalah karena ia berniat untuk menikahi kekasihnya saat ini, Ajeng. Pertanyannya adalah apakah keluarga Ajeng menyetujui niat Dipa untuk menikahi Ajeng tanpa resepsi? Dipa menantang diri dan berburu restu dari kerabat Ajeng untuk melangsungkan pernikahan tanpa resepsi.
Novel ini adalah salah satu pemenang kompetisi Mizan Writing Bootcamp dan berhasil diterbitkan oleh penerbit Noura Publishing. Aku sungguh tidak menyangka kalau buku ini dituliskan dengan genre komedi. Awalnya kukira novel ini memiliki tone yang serius dan penuh kisah percintaan.Â
Tapi ternyata, novel ini tetap bisa memberikan komedi yang segar dan lucu. Cerita dalam novel ini berfokus pada Dipa yang mencoba menyelesaikan beberapa tantangan dari para kerabat orang tua Ajeng untuk mendapatkan restu mereka. Harapannya, agar mereka bisa membantu Dipa meyakinkan Bapak Ajeng untuk menikahi Ajeng tanpa resepsi.
Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis sangat santai sehingga waktu terasa berlalu begitu saja saat membaca novel ini. Candaan yang dituliskan penulis sangat on point dan bisa sampai dengan baik ke pembaca. Selain candaan para karakter dalam tiap Bab, di awal Bab juga disuguhkan fake chat yang berisikan gombalan Dipa ke Ajeng.Â
Aku merasa sangat gombalan ini sangat menggelikan. Rasanya ingin tertawa tapi malu karena selera humorku yang receh. Plot dalam buku ini masih berjalan dengan sangat baik walaupun banyak komedi yang diselipkan. Jadi, fokusnya masih terarah dan sisipan komedi itu tidak terkesan memaksa lucu. Novel ini berhasil memuaskan aku yang sudah lama tidka menemukan komedi Indonesia yang segar dan lucu di sebuah novel.
Dalam novel ini ada banyak kata-kata Bahasa Jawa yang digunakan. Ini sangat baik sekali karena dengan begini, identitas para karakter bisa sangat mudah diingat pembaca. Untuk pembaca yang tidak bisa Bahasa Jawa, sudah disediakan footnote agar bisa memahami konten yang disampaikan.
Karakter dalam novel ini bisa dibilang banyak. Tetapi, semua karakter memiliki penokohan yang menonjol sehingga tidak susah untuk membedakan mereka semua. Mulai dari Tante Citra yang eksentrik, Dipa dengan jambulnya, Bapak Ajeng yang memiliki pendirian kuat, dan lainnya.
Dipa sebagai karakter utama sangat berhasil  menarik perhatian. Kisah latar belakangnya sangat lengkap sehingga tidak memunculkan pertanyaan saat membaca. Trauma yang dialaminya akan resepsi juga masuk akal. Dia yang telah lelah membantu orang tua melunasi hutang keluarga yang menumpuk karena gengsi ayahnya mengadakan resepsi untuk kakaknya menjadi alasan yang masuk akal kenapa ia tidak mau mengadakan resepsi. Karaker Dipa yang dibuat suka cengengesan tapi tetap serius menggapai tujuannya sangat menarik untuk diikuti.
Pesona Ajeng yang merupakan cewek kalem sangat berhasil tersampaikan. Ajeng yang tidak pernah melawan orang tuanya dan langsung mendukung Dipa untuk mendapatkan restu dari keluarganya untuk melangsungkan pernikahan tanpa resepsi menunjukkan kekalemannya. Selain itu, tingkah lakunya saat bersama Dipa juga semakin menguatkan image cewek kalem yang dibawa oleh Ajeng. Dia hanya menerima semua gombalan Dipa sambil salting sendiri.Â
Tante Citra, adik dari Bapak Ajeng ini menurutku adalah karakter yang paling menonjol dari mereka semuanya. Pandangan hidupnya sangat berbeda dari semua karakter yang ada di novel ini. Bahkan karena pandangannya yang sangat berbeda ini, dia sampai dikucilkan saat ada diskusi keluarga. Tetapi walaupun begitu, Dia masih tetap melanjutkan hidup dengan prinsip-prinsipnya itu. Menurutku, duo Tante Citra dan Dipa ini adalah tulang punggung komedi dalam keseluruhan cerita di novel ini.