Bersamaan dengan itu, terbit apa yang disebut sebagai Dokumen Gilchrist. Sir Andrew Gilchrist adalah Dubes Inggris sekaligus agen British Special Operations Executive. Pada sebuah demo di rumah Bill Palmer (agen CIA), ditemukan telegram dari Gilchrist bahwa Pemerintah Inggris akan menggulingkan Soekarno lewat “our local army friends”.
Sebenarnya, jika diteliti, besar kemungkinan dokumen Gilchrist itu palsu. Ada beberapa grammatical error yang elementer, yang tampaknya mustahil ditulis oleh seorang diplomat ulung yang piawai memainkan kata seperti Sir Andrew Gilchrist. Dari tatabahasanya, terlihat bahwa yang menulis "dokumen Dubes Inggris" itu bukan orang Inggris.
Namun Soebandrio percaya dan membawa dokumen Gilchrist ke Presiden. Menurutnya, Presiden kaget membaca dokumen yang provokatif itu. Soekarno berkali-kali menanyakan, apakah dokumen itu asli. Kepala Badan Pusat Intelijen itu mengatakan bahwa ia telah mengecek lewat intel-intelnya dan meyakini bahwa dokumen itu asli. Soekarno kemudian memanggil jajaran tinggi angkatan bersenjatanya. Semua hadir, kecuali Menpangau Omar Dani yang tengah bertugas di front Malaysia.
Tanggal 22 Mei 1965, di rapat Presiden dengan para Panglima itu Menpangad Yani menjelaskan bahwa memang ada yang disebut dengan Dewan Jenderal, tapi untuk urusan penilaian kepangkatan, bukan untuk kudeta. Hal ini mengacu pada kelompok brain trust CIA yang dijelaskan pada butir 2.3.
5.3. Pemicu Penculikan Dewan Jenderal
Melihat besarnya kemungkinan bahwa Dokumen Gilchrist itu palsu, bisa disimpulkan bahwa yang terjadi sebenarnya adalah taktik disinformasi. Provokasi subversif semakin bertambah, lewat isu bahwa Soekarno sakit keras, untuk menimbulkan suasana genting seolah Dewan Jenderal akan kudeta pada Hari ABRI, 5 Oktober 1965.
Tanggal 26 September 1965 beredar isu adanya rekaman suara rapat Dewan Jenderal. Dikatakan bahwa rekaman itu adalah hasil rapat Dewan Jenderal di Akademi Hukum Militer tanggal 21 September 1965, berisi susunan Kabinet Dewan Jenderal setelah mengkup Soekarno tanggal 5 Oktober 1965. Isi Kabinet tersebut, antara lain A.H. Nasution (Perdana Menteri), A. Yani (Waperdam/Menhan), M.T. Haryono (Menlu), Suprapto (Mendagri), S. Parman (Menkeh), dll.
Supaya lebih panas, disebut-sebut bahwa yang baca rencana susunan Kabinet pasca kup 5 Oktober di rekaman itu adalah “suara Jend. S. Parman”. Digosok lagi isu bahwa rekaman itu sudah sampai ke tangan Presiden.
Yang membawa rekaman suara itu adalah Muchlis Bratanata dan Nawawi Nasution dari NU, serta Sumantri dan Agus Herman Simatupang dari IPKI.
Sebenarnya, jika dipikir dengan jernih, bagaimana mungkin rekaman rapat rahasia Dewan Jenderal berisi rencana kudeta dibawa-bawa oleh 4 orang sipil. Mengapa pula Dewan Jenderal rapat rahasia di Akademi tempat prajurit belajar. Belum lagi susunan Kabinetnya, berisi jenderal AD semua seolah tak memikirkan realitas politik di Indonesia. Tapi panasnya suhu politik saat itu, tampaknya, membuat banyak pihak begitu mudah dikompori.