Mohon tunggu...
Satrio A.Wicaksono
Satrio A.Wicaksono Mohon Tunggu... Wiraswasta - Fides et Ratio

Generasi X, suami dan ayah, kebetulan berprofesi sebagai wiraswastawan yang memiliki hobi koleksi diecast, mengagumi ikan koki juga mendukung kesebelasan Liverpool FC.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bijaklah dalam Siskamling, Salah-salah Malah Jadi Sumber Masalah

5 Mei 2020   19:25 Diperbarui: 6 Mei 2020   07:55 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: TheWicaksonos

Di tengah situasi pandemi COVID-19 ini tersiar kabar mengenai kondisi keamanan yang menjadi rawan. Beberapa benar namun tak sedikit yang sekedar HOAX untuk meresahkan masyarakat yang sudah resah.

Menanggapi situasi kerawanan tersebut atas himbauan Pemerintah, Kapolri lewat Surat Telegram ST/1336/IV/OPS.2/2020  maupun inisiatif sendiri warga kemudian mengaktifkan kembali budaya Siskamling yang di beberapa tempat sudah lama pudar. Propinsi Jawa Tengah misalnya belum lama ini meluncurkan gerakan "Jogo Tonggo" (menjaga tetangga) yang salah satunya adalah dengan melakukan Siskamling.

Sungguh disayangkan bahwa inisiatif ini tidak dibarengi kesadaran bahwa saat ini kondisinya adalah masa pandemi COVID-19, bahkan pihak yang memberi himbauan untuk mengaktifkan Siskamling pun sangat minim mengingatkan pentingnya melakukan penyesuaian terkait kondisi pandemi.

Akibatnya kebiasaan ngumpul di Poskamling atau rumah salah satu warga yang umumnya dilakukan saat ronda dalam kondisi normal masih tetap dilakukan. Tak cukup sekedar ngobrol tanpa menerapkan physical distancing namun bahkan makan dan ngopi bersama pula.

Padahal kalau kebiasaan ini terus dilakukan salah-salah kegiatan Siskamling malah berpotensi menjadi wadah penularan virus. Sementara di satu pihak selalu ditekankan pentingnya memutus mata rantai penularan di sisi lain ada kegiatan yang nyata-nyata berpotensi besar sebagai tempat penularan.

Berangkat dari keprihatian tersebut di tengah keleluasaan waktu selama work from home saya mencoba mengutak-atik pemikiran terhadap model Siskamling yang disesuaikan dengan kondisi pandemi saat ini. 

Ada dua skenario yang terpikir; skenario pertama warga berjaga di halaman rumah masing-masing. Sedangkan skenario kedua tetap dilakukan ronda keliling namun menerapkan pola tertentu untuk memninimalisir kontak jarak dekat.

Dalam dua skenario tersebut sama-sama tidak dilakukan aktivitas berkumpul bersama baik di Pos Kamling maupun rumah salah satu warga.

Opsi skenario Siskamling yang ditawarkan dengan menerapkan physical distancing adalah sebagai berikut:

SKENARIO 1:

  • Setiap warga bertanggung jawab mengawasi keadaaan dan keamanan di sekitar rumah masing-masing tanpa keluar dari rumah dengan dibekali kenthongan.
  • Pada jam-jam tertentu yang disepakati secara berurutan (sesuai pola yang disepakati) warga secara bergiliran memukul kenthongan dari rumah masing-masing.
  • Dalam hal terdapat kondisi yang tidak wajar/mencurigakan pola pukulan kenthongan diubah sesuai kesepakatan.
  • Selama pelaksanaan Siskamling tetap ada 2 penanggung jawab di setiap ruas jalan yang berjaga dari rumah masing-masing.
  • Penanggung jawab sebagaimana dimaksud pada point (4) melakukan pemeriksaan di lapangan jika terjadi perilaku/situasi tidak wajar/mencurigakan dengan tetap memperhatikan physical distancing dan mengenakan masker.
  • Koordinasi dan komunikasi selain memanfaatkan kenthongan juga didukung media lain (ponsel).

Kelebihan Skenario 1:

  • Warga tetap berada di dalam rumah masing-masing namun nyata bahwa aktivitas pengawasan berlangsung.
  • Pelaksana Siskamling tidak merasa jenuh meski dalam berjaga meski tidak secara langsung bertemu satu sama lain.
  • Dalam kondisi normal (tidak ada hal mencurigakan yang perlu diperiksa di lapangan) warga tidak perlu melakukan proses bersih diri (mandi, keramas) serta disinfeksi pakaian dan semua barang yang dikenakan seusai Siskamling.

Kelemahan Skenario 1:

Ada kemungkinan warga yang tertidur atau teralihkan (oleh TV, ponsel, dsb) selama Sisklaming berlangsung tanpa ada sesama warga yang mengingatkan.

SKENARIO 2:

  • Setiap 20 meter cukup 1 atau 2 orang yang berjaga, masing-masing di ujung jalan yang berbeda.
  • Orang yang berjaga dimaksud pada point (1) dipilih dari warga yang tinggal di ruas jalan tersebut.
  • Selama melakukan Siskamling tidak diperkenankan berkumpul pada satu pos/titik.
  • Warga yang berjaga berpos di rumahnya masing-masing.
  • Koordinasi dilakukan menggunakan kenthongan atau alat komunikasi lain yang disepakati (ponsel, dll)
  • Disepakati bersama waktu, pola dan durasinya
  • Dalam kondisi hujan bisa tidak dilakukan pengawasan keliling tapi warga yang bertugas berjaga di teras rumah masing-masing sambil berkoordinasi/berkomunikasi melalui media yang disepakati.
  • Warga wajib mengenakan masker dan membawa hand sanitizer selama melakukan Siskamling.

Kelebihan Skenario 2:

  • Semua ruas jalan terawasi (Lihat Lampiran Gambar di bawah)
  • Karena setiap ruas jalan saling terhubung maka otomatis koordinasi dan komunikasi bisa terjadi lebih intens tanpa mengabaikan physical distancing.

Kekurangan Skenario 2:

  • Keterbatasan jumlah SDM (warga) menjadikan durasi bisa menjadi panjang.
  • Warga yang bertugas merasa jenuh.
  • Semua warga yang bertugas harus melakukan protokol bersih diri (mandi, keramas) serta proses disinfeksi terhadap pakaian dan semua barang yang digunakan selama melakukan Siskamling.

Sumber: TheWicaksonos
Sumber: TheWicaksonos

Model skenario 2 ini bisa dimodifikasi misalnya peronda ruas jalan vertikal bertugas pada pukul 22.00, 00.00 dan 02.00.
Sedangkan yang bertugas di ruas horizontal bertugas pukul 23.00, 01.00 dan 03.00.
Atau disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-masing lingkungan.

Secara pribadi saya memilih skenario 1 dengan mempertimbangkan kondisi saat ini (wabah COVID-19) dimana skenario 1 cenderung lebih praktis karena kalau tidak ada kondisi tidak wajar/mencurigakan warga yang melakukan Siskamling tidak keluar dari halaman rumah sehingga tidak repot melakukan prosedur bersih diri dan disinfeksi sesudahnya.

Skenario 1 juga tentu saja lebih aman dari potensi paparan COVID-19 dari benda di luar atau apapun yang memang tak bisa diawasi dengan mata telanjang.

Jangan lupa bahwa tujuan dari kegiatan ini adalah menjaga keamanan lingkungan, bukan kumpul-kumpul/bersosialisasi. Ini bukan saatnya bersosialisasi secara langsung, jangan sampai karena ingin mengantisipasi suatu masalah kita justru menjadi sumber masalah untuk hal lain (COVID-19).

Jadi Siskamling dalam masa pandemi tak cukup sekedar menggunakan masker dan membawa hand sanitizer, tapi physical distancing harus benar-benar pula diterapkan, salah satunya melalui peniadaan aktivitas kumpul-kumpul.

Bijak-lah ber-Siskamling di Tengah Pandemi Corona. Jangan sampai alih-alih mengantisipasi masalah Anda justru jadi sumber masalah lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun