Novi tidak menampik bahwa Cheng Ho dilahirkan dari keluarga Muslim. Namun, kata Novi, bukan tidak mungkin Cheng Ho berubah keyakinan di kemudian hari, karena Cheng Ho menjadi "abdi dalem" di kerajaan dinasti Ming sejak usia 11 tahun.
Tidak Ada Diplomasi Agama
Sejak awal, dinasti Ming diketahui sangat tidak ramah terhadap hal-hal yang berbau asing. Agama Islam dan hal-hal yang berasal dari Arab termasuk hal yang asing. Di bawah dinasti Ming, ada kebijakan pelarangan penggunaan bahasa, nama, busana, dan adat istiadat asing. Ini semacam asimilasi paksa, mirip yang diterapkan di Indonesia era Orde Baru.
Maka, karena lingkungan kerajaan yang tidak kondusif, ada dugaan Cheng Ho berganti agama ke Buddha, agama yang didukung dan direstui oleh dinasti Ming. Ada dugaan juga, Cheng Ho mungkin merasa perlu berganti agama, agar karirnya lancar dan akhirnya bisa menjadi Laksamana.
Bahkan, Novi menambahkan, Cheng Ho waktu mungkin saja menganut ajaran campuran "Islam Konghucu." Mirip "Islam Kejawen" di Jawa.
Menurut Novi, keagamaan Cheng Ho saja masih sangat bisa diperdebatkan. Apalagi misi pelayarannya yang disebut-sebut menyimpan "agenda tersembunyi" untuk menyebarkan Islam ke Nusantara. Namun, nyatanya Ma Huan tidak mencatat adanya misi "diplomasi agama."
Dia mencatat, Cheng Ho pernah nyekar ke makam Muslim dan juga membakar dupa di Kuil Mazu (dewi lautan) di Quanzhou. Ma Huan juga mencatat di Jawa, khususnya di pantai timur, banyak orang Tang (China) yang menganut Islam. Berarti sebelum Cheng Ho datang, mereka sudah Muslim.
Islam di China
Islam di China memang merupakan wacana menarik karena dua hal. Pertama, Islam adalah agama dengan jumlah umat terbanyak kedua di dunia saat ini, dengan sedikitnya 1,9 miliar penganut atau 24% dari populasi dunia (2020).
Kedua, China adalah negara dengan penduduk terbanyak di dunia, dengan 1,4 miliar penduduk atau 18% dari total populasi dunia (2021). Dari jumlah itu hanya sekitar 30 juta penduduk China yang memeluk agama Islam. "Salah satu penyebabnya adalah Revolusi Budaya era Mao Zedong yang memberangus eksistensi agama dan penganutnya termasuk Islam," ujar Novi Basuki.
"Namun, penerapan Revolusi Budaya dengan tangan besi sudah tak lagi dijalankan sekarang, sejak dikeluarkannya Dokumen No. 19/1982 termasuk Pasal 36 UUD, yang menjamin kebebasan beragama dan tidak beragama," lanjut mahasiswa doktoral Sun Yat Sen University, Guangzhou ini.