Dengan asumsi tersebut, Mernissi mencoba membuat kerangka baru dalam ilmu hadis dengan mengerucutkan pada persoalan perempuan. Mernissi meminjam teori kritik hadis nya Muhammad al-Ghazali untuk membedah sanad dan matan hadis, serta merujuk pada Nahnu al-Sarwa dan Takwin al-Arabi nya al-Jabiri untuk mendalami konteks sosial serta mengkritisi logika umum masyarakat Arab.
Kritik Mernissi Terhadap Hadis Misogini Tentang Kepemimpinan Perempuan
Dalam kitab Shahih al-Bukhari terdapat hadis yang diriwayatkan oleh Abu Bakrah yang artinya "Barang siapa menyerahkan urusan pada wanita, maka mereka tidak akan mendapat kemakmuran", hadis tersebut diterima Abu Bakrah langsung dari lisan mulia Nabi Muhammad SAW ketika mengetahui orang-orang Persia mengangkat seorang permpuan untuk menjadi pemimpin mereka.
Menurut Mernissi, hadis tersebut dikemukakan oleh Abu Bakrah ketika menolak ajakan Sayyidah Aisyah untuk ikut dalam rombongan perang Jamal. Masih dalam hemat Mernissi, Abu Bakrah dulunya seorang budak lalu merdeka semenjak menjadi seorang muslim. Namun tidak ditemukan silsilah keluarganya yang jelas. Bahkan Imam Ahmad dalam penelitian biografi sahabat juga melewatkan nama Abu Bakrah (Mernissi, 1997: 66).
Di satu sisi, Abu Bakrah pernah dihukum qadzaf karena berbohong dengan menuduh al-Mughiroh al-Syu`bah berzina. Dengan begitu, tidak terkualifikasi lah Abu Bakrah sebagai perawi hadis yang shahih. Hemat Mernissi, meskipun hadis tersebut termaktub dalam Shahih al-Bukhari namun masih menjadi perdebatan para ulama hadis.
Pada hadis yang lain, diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang artinya "Anjing, keledai, dan wanita akan membatalkan shalat seseorang apabila ia melintas di depan mereka dan menyela dirinya diantara orang-orang shalat yang menghadap kiblat".
Mernissi melontarkan kritik sanad dan matan yang diperoleh dari koreksian Sayyidah Aisyah kepada Abu Hurairah. Secara harfiah nama tersebut merupakan pemberian Rasulullah SAW, namun hal terebut ditolaknya, sebab 'Abu Hurairah' bermakna 'Ayah kucing betina kecil'. "Jangan panggil saya Abu Hurairah, Rasulullah menjuluki saya Abu Hirr (ayah kucing jantan), karena jantan lebih baik dari betina" ungkap Abu Hurairah. Dengan itu, diketahui bahwa Abu Hurairah memiliki kecemburuan terkait kucing betina dan wanita ( Mernisi, 1997:91-92).
Sayyidah Aisyah menyebutkan bahwa Abu Hurairah memelajari hadis tersebut dengan sangat buruk. Pasalnya, Abu Hurairah memasuki rumah kami (Sayyidah Aisyah dan Rasulullah) ketika Rasulullah di tengah-tengah kalimat. Ia hanya mendengar sebagian saja, dari keseluruhan yakni, "Semoga Allah membuktikan kesalahan Yahudi; mereka mengatakan tiga hal yang membawa bencana, yaitu rumah, wanita dan kuda" (Mernissi, 1997:96).
Tidak hanya itu, tindakan Abu Hurairah juga pernah menjengkelkan Sayyidina Umar ketika ditawari suatu pekerjaan dengan mengatakan bahwa dirinya orang yang terbaik (Mernissi, 1997: 103).
Dari pemaparan di atas diketahui bahwa Mernissi dalam pengkajiannya tentang hadis tidak hanya dibantu dengan pendekatan tekstual agama saja, namun juga menaruh perhatian pada aspek historis-sosiologis dalam mencari signifikansi makna. Beranjak dari itu, pemikiran yang mencoba mendobrak kemapanan ini (di luar kontroversinya) mencoba memberikan tawaran-tawaran atas pembacaan teks-teks keagamaan yang lebih kontekstual dan berkeadilan, serta ramah terhadap perempuan.
Referensi