Awal bulan Agustus tepatnya tanggal 6 bulan kedelapan, di siang hari pukul 14.00 WIB saya terkejut ketika menyaksikan siaran televisi penyampaian pidato Zainul Majdi atau akrab dikenal Tuan Guru Badjang di markas Partai Persatuan Indonesia (Perindo). Acara tersebut dihadiri ratusan kader partai yang didirikan Hary Tanoesoedibjo termasuk juga sang pendiri dan jajaran elite partai tersebut.Â
Saya semakin terperangah ketika ternyata pada acara tersebut TGB secara resmi dilantik menjadi Ketua Dewan Pengurus Harian Partai Perindo dimana tugas dan wewenang yang dimilikinya sangat seksi dan strategis mengingat partai ini juga berlaga dalam kontestasi pemilu 2024.Â
Tentu dalam politik tidak ada yang perlu disikapi secara berlebihan, terlebih lagi watak dasar politik adalah bersifat kemungkinan-kemungkinan yang mana hal tersebut diejawantahkan kedalam kepentingan yang dimiliki aktor politik dan partai yang dia tergabung bersamanya. Langkah TGB bergabung menjadi kader Perindo adalah sebuah bukti bahwa dalam dunia politik segala hal bisa saja terjadi.
Terlepas dari keputusan TGB bergabung kedalam Perindo, kejadian ini menurut hemat penulis memiliki dampak positif baik untuk partai dan figure TGB sendiri.
 Bagi Perindo sudah menjadi rahasia umum bahwa partai politik ini dibesarkan oleh konglomerat yang termasuk 10 orang terkaya di Indonesia yakni Hary Tanoesoedibjo, secara identitas sosial dan akumulasi kekayaan material, jelas partai ini lebih kentara unsur kalangan borjuis dibandingkan golongan rakyat biasa.Â
Lebih parahnya lagi, mengingat HT seorang non-muslim maka permainan narasi bahwa Perindo kurang ramah atau bahkan tidak mendengar aspirasi umat Islam menjadi senjata pamungkas untuk meredupkan pesona partai. Dengan bergabungnya TGB, seorang ulama kharismatik sekaligus figur pemimpin yang telah terbukti berkiprah di legislatif yakni DPR RI dan eksekutif yakni Gubernur Nusa Tenggara Barat dua periode, menjadi sebuah pemutus sentiment yang diarahkan pada Perindo.Â
Keuntungan juga dinikmati TGB, bila sebelumnya kita mengenal dia sebagai kader partai Demokrat selama menjadi orang nomor satu di NTB, dia pernah menjadi kader partai Golkar selepas dari Demokrat, tetapi di partai beringin tersebut dia tidak berperan signifikan dalam arus lajur aktivitas partai. Dengan bergabungnya TBG ke Perindo ditambah jabatan struktural partai yang kini dia emban, tentu ini menjadi berkah bagi TGB untuk melanjutkan pengalaman kepemimpinan yang telah lama dia absen.
Tentunya dengan demikian hubungan ini menjadi simbiosis mutualisme bagi Perindo dan juga TGB. Sebagai partai non parlemen dengan posisi nomor pertama pada pemilu 2019, rangkaian kejadian yang terjadi dapat memperbesar peluang Perindo dan menegaskan posisi partai sebagai calon yang siap mendorong sikap inklusif dan aspiratif.Â
Bila sebelumnya stigma partai elite lekat disematkan bagi Perindo, kini perlahan-lahan dengan bergabungnya TGB sudah steril dan mudah diberantas persepsi negatif tersebut. Namun tugas partai politik bukan sebatas memberantas tudingan negatif yang diarahkan padanya, tetapi juga berusaha kuat membuktikan diri sebagai pihak yang layak untuk mendapat amanah dari rakyat.Â
Sejauh ini Perindo memang fokus pada pemberdayaan UMKM dengan bantuan modal seperti penyediaan gerobak baru dan layak untuk berjualan yang kerap diberi kepada pedagang yang membutuhkan. Tentu usaha tersebut dilaksanakan sebagai pencitraan untuk lebih membumikan partai Perindo di khalayak umum.Â
Terlebih lagi dengan maraknya iklan-iklan Perindo di seluruh kanal media milik MNC Group yang juga dikelola Hary Tanoesoedibjo sudah semakin akrab dilihat dan didengar pemirsa di Indonesia. Oleh karena itu, sedikit demi sedikit, Perindo kian sedang menuju arah yang lebih baik agar kemenangan di Pemilu 2024 mereka peroleh, dengan menempatkan kader-kader terbaik mereka mampu memenangi Pemilu sehingga apa yang menjadi platform kebijakan partai mampu terpantul dalam kebijakan baik eksekutif dan legislatif.Â