Tahukah anda bahwa berbagai tindak kejahatan dan keangkaramurkaan yang terjadi di bumi ini adalah karena adanya berbagai paham yang mengajarkan adanya dosa dan neraka? Bagaimana hal ini bisa terjadi?
Ajaran dosa dan neraka, di satu sisi memang menyebabkan kita menjadi berhati-hati untuk tidak melakukan perbuatan kejahatan, keji dan mungkar. Hal ini tentunya bagi mereka yang memahami hikmah kemungkaran yang sebenarnya ada di dalam diri, sedangkan yang ada di luar diri kita adalah merupakan filosofi yang harus kita kaji dengan sudut pandang positif negatif, baik buruk, salah benar, kanan kiri, dan dua (2) sisi kehidupan yang lainnya, agar kita pun bisa menjadi kholifah yang mengatur dan mengendalikan dua (2) sisi kehidupan itu menjadi petunjuk dan fasilitas kenikmatan bagi diri kita.
Sehingga dengan kita mampu menjadi kholifah dari dua (2) sisi kehidupan yang kita lihat, dengar dan rasakan di sekitar diri kita, maka kita pun tidak akan terjebak dalam tindak kejahatan atau keangkaramurkaan oleh karena kesalahan dalam menilai dan menyikapi terhadap apa yang kita lihat, dengar dan rasakan di sekitar diri kita.
Penilaian salah benar, positif negatif dan baik buruknya kehidupan tentunya berawal dari adanya ajaran dosa dan neraka yang kita dapatkan dari suatu paham atau agama yang menjadi keyakinan dalam hidup kita. Sehingga kesalahan dalam memahami suatu ajaran dosa dan neraka, maka dipastikan akan menyebabkan kesalahan dalam menilai dan menyikapi setiap yang terjadi di sekitar diri kita.
Sebagai contoh kecil, ada sekelompok pramuria yang baru mengontrak rumah di lingkungan dimana kita tinggal, awalnya kita tidak mengetahui profesi mereka, namun dari bisik-bisik tetangga terutama oleh para ibu yang sayang dan cinta suami, ditambah dengan sering datangnya para pria “sejati” (senang jadi teman tidurnya), akhirnya seluruh warga pun mengetahui keberadaan “sang pelayan kenikmatan” itu, tidak terkecuali “sang tokoh agama setempat”.
Dengan ajaran dosa dan neraka yang diyakini oleh masyarakat, akhirnya kampung yang awalnya tenang, hidup rukun menjadi gerah dan panas, bisik-bisik tetangga pun menjadi busuk-busuk tetangga, saling gosok pun terjadi antar warga setempat, padahal keberadaan sekelompok pramuria itu sendiri sebetulnya sama sekali tidak mengganggu, karena mereka pun tidak buka praktek pelayanan di rumah tersebut, mereka pun tetap asyik menikmati surganya.
Dari saling gosok warga setempat ditambah dukungan tokoh agama setempat yang kebetulan beraliran keras akhirnya terjadi kesepakatan : “Ini tidak bisa dibiarkan, keberadaan mereka telah mencoreng nama kampung kita, meresahkan kampung kita, jika dibiarkan maka kita akan mendapatkan dosa dari perbuatan mereka, ingat ini adalah kemaksiatan, perzinaan yang sangat dilarang oleh agama, Usiiiiirrrr merekaaa....!!! Bila perlu Bakaaarrr mereka...!!!
Dari contoh tersebut, apa latar belakang terjadinya tindak keangkara murkaan? Hadirnya pramuria di kampung itu? Bisik-bisik tetangga? Para pria sejati? Tokoh agama? Atau warga masyarakat?
Jawaban yang pasti adalah kesalahan dalam memahami ajaran dosa dan neraka yang menjadi doktrin dan dogma yang menyesatkan akal pikiran dan mengkerdilkan jiwa manusia. Yaitu oleh karena memahami ajaran dosa dan neraka hanya dari sisi kulit luarnya saja tanpa mendalami dan mengkaji kandungan isi ajaran tersebut. Padahal jika kita mau mengkaji apa itu kemaksiatan dan apa itu perzinaan?
Kemaksiatan yang sesungguhnya adalah berpikir dan berparadigma negatif terhadap apa pun yang ada di bumi ini, dan perzinaan yang sesungguhnya adalah mengingkari atau kufur atas segala anugerah kenikmatan yang telah Tuhan berikan kepada kita. Kita semua sangat mengetahui bahwa yang namanya bersetubuh adalah kenikmatan yang luar biasa, sehingga di dalam ajaran agama pun disebutkan bahwa sepertiga (1/3) kenikmatan surga ada di dunia (lahir) yaitu ada pada wanita, dimana lagi letaknya jika bukan dengan bersetubuh, kecuali hanya orang yang egois, bodoh, kufur dan munafik yang menolaknya. Orang yang menolak kenikmatan ini lah yang disebut dengan berzina.
Jika kita bicara hukum pernikahan agama pun, yang mengesahkan para wali dan saksinya yang dipandu oleh penghulunya, “bagaimana saudara-saudara, Sah? Terus dijawab hadirin, Saaaah..!!!. Selanjutnya menjadi dosa atau pahala dari suatu pernikahan tergantung dari bagaimana membina keluarga tersebut, jika telah menyia-nyiakan amanat pernikahan itu, apakah bukan merupakan bentuk kemaksiatan dan perzinaan, sedangkan yang terjadi dalam keluarga itu adalah berbagai bentuk penganiayaan atau kedzoliman oleh satu pihak yang merasa berkuasa?
Sesungguhnya latar belakang dari berbagai keangkara murkaan adalah karena adanya ajaran dosa dan neraka yang tidak dipahami dan dikaji secara mendalam, sehingga manusia pun hanya melihat segala sesuatu dengan sebelah mata, padahal kita dianugerahi dua (2) mata dengan makna filosofi dan manfaat agar kita menjadi lebih jelas dalam melihat atau memandang segala sesuatu yang ada di sekitar diri kita, sehingga kita pun tidak terjebak dalam keangkara murkaan yang justru membawa pada penderitaan dan kesengsaraan dalam diri dan sekitar diri kita.
Ajaran dosa dan neraka sesungguhnya hanya merupakan petunjuk pada manusia agar tidak terjebak dalam penderitaan atau kesengsaraan (neraka) oleh karena berbuat kesalahan (dosa) yang menyebabkan penyesalan yang berkepanjangan di dalam diri, bukan untuk menghukum atau mengadili, karena sesungguhnya ada hukum alam yang akan berlaku seketika terjadi jika seluruh manusia mengembalikan sepenuhnya pada hukum ketetapan alam (Hukum Tuhan).
Kenapa kita harus repot-repot memaknai atau menafsirkan suatu ajaran agama yang terdapat di dalam al-kitab, karena apa pun namanya al-kitab, yang pasti makna dan isinya hanya ada dua (2) perkara yaitu baik buruk, salah benar dan kanan kiri kehidupan manusia.
Sepandai-pandai mengambil hikmah dari kesalahan diri atau kesalahan orang lain sehingga kita minimalnya tidak mengulangi kesalahan tersebut, maksimalnya menjadi energi pembangkit yang dahsyat untuk perbaikan dan penyempurnaan diri. Dan sepandai-pandai mengembalikan kebenaran yang kita perbuat kepada yang maha benar sehingga kita pun tidak terjebak dalam kesombongan diri yang justru membawa kehancuran diri.
Sehingga untuk mengukur kebenaran itu, tidak perlu repot-repot membuka al-kitab yang justru jika salah menafsirkan maka akan menjadi bentuk keangkara murkaan, cukup parameternya adalah jika menjadi kenikmatan bagi diri dan bersama tanpa ada penyesalan di kemudian hari, maka pasti benar adanya, dan Tuhan Yang Maha Tunggal Pasti meridhoinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H