Nama : Satrio Yoga Pratama
NIM : 42321010086
Dosen Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak
Universitas Mercubuana
Judul JurnalÂ
Determinants of Corruption in Developing Countries Ghulam Shabbir, Mumtaz Anwar
Latar belakang
Korupsi merupakan pincang dalam ekspedisi kemajuan manusia. Ini tidaklah fenomena baru; itu merupakan selaku setua sejarah umat manusia itu sendiri. Korupsi membuat dirinya nampak kala lembaga pemerintah didirikan. Semacam dilansir Daniel Kaufmann( 1997);
Bagi Bank Dunia, korupsi merupakan" salah satunya hambatan terbanyak untuk ekonomi serta pembangunan sosial. Ini mengganggu pembangunan dengan mendistorsi kedudukan hukum serta melemahkan fondasi kelembagaan yang jadi sandaran perkembangan ekonomi." 3 The
Transparency International menganggapnya selaku,"... salah satu tantangan terbanyak dari dunia kontemporer. Itu mengganggu pemerintahan yang baik, secara fundamental mendistorsi publik kebijakan, menuju pada kesalahan alokasi sumber energi, merugikan zona swasta serta pembangunan zona swasta serta spesialnya merugikan warga miskin
Korupsi zona publik berarti; penyalahgunaan wewenang yang dipercayakan buat keuntungan pribadi7. Definisi ini digunakan oleh bermacam organisasi internasional buat mengukur tingkatan korupsi; dari itu Transparency International( TI) sudah mengumpulkan informasi korupsi serta merumuskan Corruption Perceived Index( CPI) pada tahun 1995. Bagi buat peringkat survei CPI 1995, Selandia Baru menemukan skor paling tinggi( sangat tidak korup). peringkat dunia serta Indonesia kesimpulannya dikira sangat korup. Berikutnya dari 1995, penggarukan CPI buat sebagian besar negeri korup menampilkan; Nigeria senantiasa yang awal untuk
periode 1996, 1997, 2000 serta di urutan kedua buat nyaris tahun- tahun yang tersisa kecuali buat 2004 serta 2005. Kamerun, Bangladesh, Haiti serta Chad terletak di peringkat terendah buat tahun( 1998, 1999),( 2001, 02, 03),( 2004) serta( 2005) tiap- tiap.
Novelty Keterbaharuan Penelitian   Â
Dalam merumuskan CPI, Transparency International memikirkan faktor- faktor politik, sosial serta ekonomi yang pengaruhi tingkatan korupsi di sesuatu negeri serta pada kesimpulannya melemahkan kinerja negeri[Lambsdorff, 2001b].
Pemeringkatan tahun- tahun yang berbeda dari survei CPI pula mengatakan kalau seluruh tempat yang lebih rendah merupakan kepunyaan negara- negara tumbuh. Kajian IHK tahun 2006 serta nyaris seluruh angka lebih dahulu menampilkan kalau nyaris seluruh negeri berkembang8 terletak di dasar rata- rata, kecuali Chili, Yordania, serta Mauritius. Kenapa nyaris seluruh negeri tumbuh senantiasa mempunyai poin sangat sedikit( sangat korup).
Banyak periset sudah berupaya mencari ketahui pemicu korupsi di segala dunia; memakai informasi cross- sectional buat negeri kombinasi( maju serta tumbuh). Tetapi permasalahan negeri tumbuh tidak dianalisis secara terpisah. Seluruh ini membuat butuh buat mempelajari pemicu/ penentu korupsi di negara- negara tersebut, oleh sebab itu kami cuma memikirkan permasalahan negeri tumbuh dalam riset ini.
Dalam riset ini kami membagi determinan korupsi jadi 2 bagian; keuangan serta aspek yang lain. Aspek ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, integrasi internasional( globalisasi), tingkatan pembelajaran, pemasukan rata- rata serta distribusi pemasukan.
Buat determinan non- ekonomi, kami memasukkan aspek sosial- politik serta agama berbentuk demokrasi, kebebasan pers, serta persentase penduduk yang beragama. Hasil riset menampilkan kalau bagian aspek ekonomi dalam kurangi korupsi di negeri tumbuh lebih besar daripada aspek non ekonomi.
Sisa dari riset ini disusun selaku berikut:
Bagian kedua dari postingan ini berkaitan dengan definisi serta pengukuran korupsi. Bagian ketiga menyajikan riset literatur serta penyusutan hipotesis. Bagian keempat mangulas kerangka teoritis, definisi variabel serta informasi. Bagian kelima mangulas hasil empiris serta bagian terakhir berisi kesimpulan serta implikasi kebijakan.
Rumusan masalah
Seluruh definisi Korupsi mengalami permasalahan gimana kita bisa memakainya buat tujuan empiris pada orang yang berbeda dengan budaya yang berbeda.
Oleh sebab itu, definisi analisis empiris wajib mempunyai 3 elemen bawah. Awal, perbandingan terbuat antara zona swasta serta publik[Palmier 1985]. Yang kedua merupakan partisipasi pasar saham; suatu partai menawarkan insentif kepada pejabat selaku imbalan atas dorongan politik ataupun administratif tertentu ataupun" keuntungan politik"[Manzetti serta Blake, 1996].
Elemen terakhir yang wajib jadi bagian dari definisi korupsi yang komprehensif merupakan kalau pertukaran semacam itu( disebutkan pada yang kedua) tidak pas, ialah menyimpang dari nilai- nilai yang terdapat. Last but not least, korupsi merupakan sikap pejabat publik yang menyimpang dari" norma yang sesungguhnya ataupun diyakini"[Sandholtz serta Koetzle 2000] ataupun" norma yang diterima" ataupun" membatasi aksi politik". pada norma- norma politik"[Morris, 1991].
Dengan mengingat seluruh elemen yang dibutuhkan ini, definisi korupsi yang sangat universal digunakan dalam riset empiris semacam Sandholtz serta Koetzle 2000, Sandholtz serta Gray, 2003, dll.;" Penyalahgunaan jabatan publik buat keuntungan individu". Bagi definisi, permasalahan lain dengan korupsi merupakan pengukurannya. Gimana itu dapat diukur? Pengukuran subyektif korupsi( tingkatan mikro) tidak sesuai buat perbandingan negeri.
Tata cara lain buat mengukur korupsi merupakan objektif( anggapan universal ataupun spesial kelompok sasaran). Perihal ini mencerminkan perasaan publik, ataupun sekelompok responden tertentu, tentang" minimnya keadilan" dalam transaksi publik. Oleh sebab itu, prosedur ini secara tidak langsung mengukur tingkatan korupsi yang sesungguhnya serta pula membongkar permasalahan prosedur lebih dahulu. Oleh sebab itu, informasi bersumber pada pengamatan kelompok sasaran banyak digunakan dalam literatur empiris. korupsi perception index( CPI).
Dibuat oleh Transparency International, ini pula menampilkan tingkatan korupsi yang dialami daripada tingkatan korupsi yang sesungguhnya. Dengan faktor- faktor yang melatarbelakangi korupsi, pertama- tama kami memikirkan bayaran serta keuntungan dari aktivitas korupsi di negara- negara tumbuh.
Pejabat mengharapkan bayaran yang meliputi bayaran psikologis, sosial serta ekonomi dibanding dengan keuntungan yang diharapkan dari korupsi. Ilmuwan politik serta ekonom sudah menganjurkan seperangkat ciri ekonomi, politik serta sosial yang berbeda dari satu negeri ke negeri lain; yang bisa pengaruhi bayaran yang diharapkan, khasiat, ataupun keduanya9. Harga korupsi yang sangat jelas serta mengganggu merupakan resiko tertangkap serta dihukum, yang pada kesimpulannya tergantung pada sistem hukum negeri[La Porta et angkatan laut(AL). 1999].
Saluran awal yang pengaruhi bayaran yang dialami dari kegiatan korupsi merupakan agama. Gerbang lain yang bisa pengaruhi bayaran korupsi merupakan pemerintahan demokratis serta sistem politik terbuka. Persaingan pemilu bisa mendesak korupsi; kebutuhan buat mendapatkan dana kampanye bisa memunculkan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak menguntungkan orang melainkan kepentingan individu partai( Geddes 1997).
Kebebasan berserikat serta kebebasan pers bisa memprovokasi kelompok kepentingan publik serta jurnalis; yang mempunyai kewajiban serta hak buat mengetahui kesalahan, serta keterlibatan sipil yang lebih besar bisa menuju pada pemantauan yang lebih dekat[Putnam 1993].
Pembangunan ekonomi tingkatkan prevalensi pembelajaran, melek huruf, serta ikatan depersonalized, yang tiap- tiap wajib tingkatkan mungkin kalau penyalahgunaan hendak ditemukan serta ditentang[Treisman( 2000]).
Tidak hanya itu, bayaran korupsi tergantung pada khasiat pekerjaan ini; ini tercantum tingkatan pendapatan di kantor publik serta lamanya waktu seseorang pejabat yang jujur bisa mengandalkan mereka[Van Rijckeghem serta Weder, 1997; Bank Dunia 1997].
Kajian Kepustakaan
The Oxford Advanced Learners Dictionary,( 2000) mendefinisikan Korupsi selaku:
- perilaku tidak jujur ataupun ilegal, paling utama orang yang berwenang
- tindakan ataupun akibat dari
membuat seorang berganti dari standar sikap moral jadi tidak bermoral. Bersumber pada definisi ini, korupsi mencakup 3 faktor berarti, moralitas, sikap, serta otoritas[Seldadyo serta Haan, 2006]. Dalam perkata Gould( 1991), korupsi merupakan" an fenomena tidak bermoral serta tidak etis yang memiliki sekumpulan penyimpangan moral dari moral standar warga, menimbulkan hilangnya rasa hormat serta keyakinan pada sepatutnya dibangun otoritas". Bermacam disiplin ilmu sudah memakai pendekatan yang berbeda buat mendefinisikan korupsi namun dalam ilmu Politik; 3 pendekatan digunakan buat mendefinisikan korupsi;
- kepentingan universal pendekatan
- pendekatan opini publik dan
- pendekatan hukum resmi.
Awal pendekatan, tiap aktivitas pejabat politik ataupun administrasi dikira selaku tidak pantas apabila berlawanan dengan kepentingan universal. Ini menyiratkan kalau pejabat publik menunjang sebagian satu dengan mempertaruhkan kepentingan publik serta memperoleh keuntungan individu. Tetapi pendekatan ini dikritik serta diperdebatkan; ketentuan mana yang wajib diiringi dalam mengenali kepentingan public[Theobald, 1990], sebab tiap aksi pemerintah berlawanan dengan seorang definisi kepentingan universal.
Seluruh definisi ini mengalami satu permasalahan tentang gimana kita bisa memakainya tujuan empiris di bermacam negeri yang mempunyai budaya berbeda. Oleh sebab itu, buat analisis empiris, sesuatu definisi wajib mempunyai 3 faktor bawah. Awal mempunyai perbandingan antara zona swasta serta zona publik[Palmier 1985].Â
Kedua, keterlibatan seseorang menukarkan; satu pihak menawarkan insentif kepada pejabat publik selaku imbalan atas kebijakan spesial ataupun keuntungan administratif ataupun" benda politik"[Manzetti serta Blake, 1996]. Yang terakhir faktor yang wajib jadi bagian dari penafsiran korupsi yang komprehensif merupakan yang demikian pertukaran( disebutkan pada detik) tidak pas, maksudnya menyimpang dari nilai- nilai yang terdapat.
Sehabis definisi, permasalahan korupsi yang kedua merupakan pengukurannya. Gimana bisa diukur? Pengukuran subyektif korupsi( tingkatan mikro) tidak berlaku buat perbandingan lintas negeri. Tata cara lain buat pengukuran korupsi bertabiat objektif( anggapan universal ataupun kelompok sasaran). Ini menampilkan perasaan publik ataupun kelompok responden tertentu tentang minimnya keadilan di depan universal transaksi.Â
Oleh sebab itu, tata cara ini secara tidak langsung mengukur tingkatan korupsi yang sesungguhnya serta pula membongkar permasalahan tata cara lebih dahulu. Jadi informasi bersumber pada kelompok sasaran anggapan umumnya digunakan dalam literatur empiris. Indeks anggapan korupsi( CPI) dibentuk oleh Transparency International pula menampilkan tingkatan korupsi yang dialami daripada tingkatan korupsi yang sesungguhnya.
Rerangka Pemikiran, Hipotesis
diasumsikan kalau kebebasan ekonomi umumnya merendahkan sewa aktivitas ekonomi serta dampaknya kurangi motif pejabat publik serta politisi buat menangkap sebagian bagian dari sewa ini lewat korupsi. Secara empiris; Henderson( 1999) menampilkan ikatan negatif antara korupsi serta ekonomi freedom serta Paldam( 2002) pula menunjang pemikiran yang sama dengan memakai multivariat regresi.
Dia pula memakai indeks Gastil buat memandang akibat demokrasi terhadap korupsi. Korelasi antara variabel- variabel ini kokoh namun rusak, kala variabel baru PDB per kapita diperkenalkan dalam persamaan. Buat menguji ikatan ini cuma buat pengembangan negeri kami merumuskan hipotesis berikut:
i. Tingkatan kebebasan ekonomi individu yang lebih besar( minimnya kendali politik atas sumber energi serta kesempatan ekonomi negeri) hendak kurangi tingkatan yang dialami korupsi.
Penduduk ekonomi terbuka tidak cuma mengimpor benda, jasa, serta modal, namun pula pula bertukar norma, data serta gagasan; berarti integrasi internasional pengaruhi kerangka politik- ekonomi kesempatan serta nilai- nilai budaya warga. Itu perdagangan yang lebih leluasa hendak melenyapkan kendali pejabat publik atas komoditas administrative semacam kuota lisensi serta izin dll. Oleh sebab itu, proses globalisasi hendak menurun mungkin pertukaran produk ini buat keuntungan individu. Ades serta Di Tella( 1997 serta 1999) menampilkan kalau keterbukaan berhubungan negatif dengan korupsi.
ii. Derajat globalisasi berbanding terbalik dengan norma- norma yang korup.
Tingkatan pembangunan mempunyai akibat yang signifikan terhadap tingkatan korupsi. Itu negara- negara yang mempunyai tingkatan pemasukan rata- rata rendah menghasilkan sedikit kekayaan untuk sebagian besar penduduknya masyarakat negeri di negeri tumbuh. Skenario ini menampilkan kalau dalam ekonomi semacam itu marjinal pemasukan bonus mempunyai akibat yang signifikan pada keadaan kehidupan warga. Ini berarti nilai marjinal duit dalam ekonomi miskin lebih besar dibanding dengan kaya ekonomi. Sebab itu; tingkatan pemasukan umumnya digunakan buat menarangkan tingkatan korupsi[Damania et angkatan laut(AL)., 2004; Persson et angkatan laut(AL)., 2003].
Penemuan empiris yang disajikan dalam riset Brown, et angkatan laut(AL).( 2005), Kunicova- R. Ackerman( 2005), Lederman et angkatan laut(AL).( 2005), Damania et angkatan laut(AL).( 2004 disajikan a ikatan negatif serta signifikan antara pertumbuhan serta tingkatan korupsi. Namun riset yang dicoba oleh Braun serta Di Tella,( 2004) serta Frechette,( 2001) memakai informasi panel menampilkan hasil kebalikannya. Buat negeri tumbuh saja, kami sudah merumuskan hipotesis berikut:
iii. Tingkatan pembangunan berbanding terbalik dengan tingkatan korupsi.
Ikatan teoritis antara korupsi serta pemasukan ketimpangan diturunkan dari teori sewa. Secara empiris Davoodi et angkatan laut(AL).( 1998) menciptakan positif korelasi antara korupsi serta ketimpangan( diukur dengan koefisien Ini) sebesar 37 negeri. Li dkk.( 2000) menciptakan bahwa
korupsi pengaruhi distribusi pemasukan di sesuatu berupa U terbalik. Ini berarti ketimpangan pemasukan yang lebih rendah diiringi dengan besar serta rendah tingkatan korupsi serta besar kala tingkatan korupsi transisi. sebaliknya riset Park( 2003) serta Brown et angkatan laut(AL).
( 2005) tidak menciptakan ikatan positif yang signifikan antara ketimpangan pemasukan yang lebih besar serta korupsi. Amanullah serta Eatzaz( 2006) pula menyelidiki ikatan antara korupsi serta distribusi pemasukan memakai informasi panel buat 7 puluh satu negeri. Mereka merumuskan kalau korupsi pengaruhi distribusi pemasukan serta pula pertumbuhannya. Kami sudah menempatkan permasalahan cuma negeri tumbuh serta membangun hipotesis berikut:
iv. Tingkatan Korupsi berkorelasi positif dengan pemasukan yang lebih besar di persamaan.
Tidak hanya aspek ekonomi, bermacam aspek non ekonomi semacam demokrasi, pers kebebasan, bagian populasi yang berafiliasi dengan agama tertentu dll pula secara empiris diselidiki oleh bermacam periset.
Kunicova serta Rose- Ackerman, 2005 serta Lederman et angkatan laut(AL).( 2005) menampilkan ikatan negatif antara tingkatan demokrasi serta korupsi. Buat negeri tumbuh, kami hendak menguji hipotesa semacam di dasar ini:
v. Kekuatan demokrasi berkorelasi negatif dengan koruptor sikap.
Di sisi lain, kebebasan berdialog serta pers di negeri demokrasi membolehkan masyarakat negeri buat menguak data, mengajukan persoalan, menuntut persoalan serta menyiarkannya temuan; serta di sebagian negeri, mencatat keluhan mereka langsung ke ombudsman. Secara empiris permasalahan ini sudah diuji oleh Lederman et angkatan laut(AL).( 2005) serta Brunetti- Weder( 2003), serta mereka menciptakan kalau tingkatan kebebasan pers yang lebih besar hendak menimbulkan penyusutan tingkatan korupsi. Buat memandang ikatan antara keduanya di negeri tumbuh, kita memiliki merumuskan hipotesis berikut:
vi. Kebebasan pers pula berhubungan negatif dengan tingkatan korupsi.
Variabel agama pula diteliti dalam bermacam riset buat memandang akibat yang lain aspek budaya yang bisa mempromosikan ataupun memencet tingkatan korupsi. Riset dicoba oleh Chang- Golden( 2004) serta Herzfeld- Weiss( 2003) menyajikan negatif ikatan antara tingkatan korupsi serta bagian penduduk yang berafiliasi dengan
agama tertentu. Namun sebagian riset pula menampilkan ikatan positif antara keduanya, semacam Paldam( 2001) serta La Porta et angkatan laut(AL)( 1999). Di negeri tumbuh, kami berupaya memandang pengaruh agama terhadap tingkatan korupsi dalam hipotesis berikut:
vii. Jatah penduduk beragama( Protestan, Katolik, Muslim ataupun Hindu) berbanding terbalik dengan sikap korup.
Â
Metode Sampling
Institusi yang sediakan informasi IHK merupakan: Konsultasi Resiko Ekonomi, Komisi Ekonomi PBB buat Afrika, Forum Ekonomi Dunia serta Pusat Riset Pasar Dunia. Transparency International mensyaratkan paling tidak 3 sumber ada untuk sesuatu negeri buat dimasukkan dalam indeks harga konsumen, namun keandalannya menyusut sebab menipisnya sumber daya11. Skor indeks berkisar dari 0( cacat sama sekali) hingga 10( bersih) 12.Â
Dalam riset ini, kami membalik urutannya sehingga skor CPI yang lebih besar menampilkan lebih banyak korupsi serta yang lebih rendah menampilkan lebih sedikit korupsi. Keuntungan utama dari indeks ini merupakan: membolehkan analisis lintas negeri serta pula penuhi persyaratan definisi korupsi( penyalahgunaan jabatan publik buat keuntungan individu) yang digunakan dalam riset ini.Â
Kami membagi aspek latar balik korupsi jadi 2 kelompok; keuangan serta aspek yang lain. Aspek ekonomi meliputi kebebasan ekonomi, globalisasi( integrasi internasional), tingkatan pembelajaran, pemasukan rata- rata( PDB per kapita) serta distribusi pemasukan( koefisien Ini).
Di antara determinan non- ekonomi kami memasukkan aspek sosial- politik serta agama dalam wujud demokrasi, kebebasan pers serta proporsi penduduk yang memeluk agama( Muslim, Katolik, Protestan serta Hindu).
Variabel, Â dan Pengukurannya
Buat pemasukan rata- rata, kami memakai PDB per kapita13. Sandholtz serta Gray( 2003) memakai PDB per kapita buat mengukur tingkatan pembangunan semacam yang digunakan Ades serta Di Tella tingkatan pembelajaran rata- rata buat tujuan ini. Dalam riset ini, kami sudah memakai PDB per kapita serta tingkatan melek huruf. Kami memakai Economics freedom Index( 2007) buat mengukur kebebasan ekonomi. Indeks ini dibentuk oleh Heritage Foundation serta Wall Street Journal buat 157 negara14. Itu terdiri dari 10 Kebebasan Ekonomi semacam;
Bisnis kebebasan, kebebasan perdagangan, kebebasan moneter, kebebasan dari pemerintah, kebebasan fiskal, hak kepatutan, kebebasan investasi, kebebasan finansial, kebebasan dari korupsi serta kebebasan tenaga kerja. Tiap- tiap mempunyai bobot yang sama, 10. Skor indeks bermacam- macam antara 0 serta 100. Nilai indeks yang lebih besar menampilkan kebebasan ekonomi yang optimal serta kebalikannya.
Globalisasi( integrasi internasional15) diukur dengan globalisasi indeks. Sandholtz serta koetzle( 2000), Sandholtz serta Gray( 2003) semacam yang yang lain sudah memakai jumlah ekspor serta impor( perdagangan) selaku bagian dari PDB buat mengukur ekonomi integrasi. Namun kami memakai indeks globalisasi( Indeks Globalisasi KOF 2007) buat tujuan ini sebab mencakup kebebasan ekonomi, kebebasan sosial serta kebebasan politik mempunyai bobot( 36%),( 38%) serta( 26%) tiap- tiap dalam indeks.
Ketiga kelompok ini dipecah jadi sub- bagian semacam globalisasi ekonomi dipecah jadi 2 bagian;( aku) Arus Aktual yang terdiri atas; Perdagangan( persen dari PDB), Investasi Asing Langsung[arus selaku persen dari PDB], Investasi Asing Langsung[saham selaku persen dari PDB], Portofolio Investasi( persen dari PDB), serta Pembayaran Pemasukan kepada Masyarakat Negeri Asing( persen dari PDB).
Variabel yang tersisa dalam model ekonomi merupakan distribusi pemasukan( diukur dengan Indeks Ini Perserikatan Bangsa- Bangsa) serta tingkatan pembelajaran( Tingkatan melek huruf orang berusia). Informasi Ini koefisien dikumpulkan dari Wikipedia, ensiklopedia free; Novel Kenyataan CIA serta United Bangsa. Skor indeks Ini bermacam- macam antara 0 serta 100; 0 mewakili sempurna persamaan ekonomi serta 100 ketidaksetaraan sempurna.Â
Tingkatan demokrasi di tiap- tiap negeri disajikan oleh indeks demokrasi 2007, diformulasikan oleh Laza Kekic buat Economist Intelligence Unit. Si Ekonom Indeks demokrasi Tubuh Intelijen mencakup 5 item: proses pemilu serta pluralisme, kebebasan sipil, guna pemerintahan, partisipasi politik serta budaya politik.
Indeks ini menyajikan status demokrasi dari 165 negeri merdeka. Catatan seluruhnya demokratis negeri cuma mencakup 28 negeri, dari sisa 54 diberi label selaku demokrasi cacat, 55 otoriter serta beberapa kecil 30 diberi nama rezim hibrida16. Itu Skor indeks demokrasi Economist Intelligence Unit bermacam- macam antara 0 serta 10. Skor peringkat buat Demokrasi Penuh merupakan 8- 10, buat Demokrasi cacat merupakan 6- 7, 9, buat rezim Hibrida merupakan 4- 5, 9 serta buat negara- negara Authoritian cuma 4.
Model persamaan ekonometrika
Bagi Transparency International Corruption Perceived Index 2006; itu Islandia, Finlandia Baru serta Selandia Baru merupakan negeri yang dikira sangat tidak korup dengan skor CPI 1/ 163. Di sisi lain, catatan kabupaten yang sangat dikira korup bersama dengan skor CPI tercantum Haiti( 163/ 163), Guinea( 160/ 163), Irak( 160/ 163) serta Myanmar( 160/ 163).Â
Negeri yang sangat tidak korup merupakan negeri yang mempunyai tingkatan korupsi yang lebih besar demokrasi, tingkatan kebebasan ekonomi yang lebih besar, kebebasan pers serta integrasi ekonomi( keterbukaan perdagangan). Negeri yang sangat korup tidak mempunyai norma politik yang kokoh, kurang ikut serta dalam ekonomi dunia serta penduduknya pula kurang mempunyai kebebasan ekonomi.
Berikut ialah diagram pencar yang menyajikan ikatan dari korupsi dengan seluruh aspek ekonomi semacam; kebebasan ekonomi, pemasukan rata- rata, globalisasi, tingkatan pembelajaran serta distribusi pemasukan( kesenjangan pemasukan).
Ikatan yang nyaris sama ditemui buat seluruh aspek ekonomi lainnya17. Kami pula sudah menyelidiki ikatan korupsi dengan aspek non- ekonomi Suka; demokrasi, kebebasan pers serta bagian populasi yang berafiliasi dengan agama tertentu, dengan dorongan diagram pencar. Ikatan antara demokrasi serta korupsi merupakan ditunjukkan pada foto 2, buat aspek yang lain amati lampiran.
Penemuan ini didukung oleh Kunicova- R. Ackerman( 2005). Buat analisis multivariat, kami memperkirakan kedua persamaan; persamaan( 2) buat determinan ekonomi serta persamaan( 4) buat determinan non- ekonomi.
Sepanjang ditaksir, kami mempraktikkan Uji Heteroskedastisitas Putih buat mengecek Heteroskedastisitas permasalahan yang bisa jadi mencuat sebab informasi cross sectional. Dalam sebagian permasalahan, kami menciptakan signifikan F- Statistics yang menampilkan terdapatnya permasalahan Heteroskedastisitas, hingga buat menghilangkannya permasalahan kami memakai 2 uji; Standar Tidak berubah- ubah Heteroskedastisitas Putih serta Newey- West HAC Standard Errors& Covariance buat menghapus permasalahan.Â
Â
Hasil Penelitan
Dengan memikirkan aspek ekonomi serta non- ekonomi dari korupsi. Catatan aspek ekonomi murni terdiri dari kebebasan ekonomi, globalisasi, pembelajaran, tingkatan pemasukan rata- rata serta distribusi pemasukan. Dalam kelompok kedua kami memasukkan kebebasan pers, tingkatan demokrasi serta proporsi penduduk yang menganut agama tertentu.Â
Fakta empiris menampilkan kalau kenaikan kebebasan ekonomi, globalisasi, serta tingkatan pemasukan rata- rata sudah kurangi korupsi di negara- negara tersebut. Tetapi tingkatan korupsi di negeri tumbuh bertambah bersamaan dengan tingkatan pembelajaran. Distribusi pemasukan tidak secara signifikan menarangkan perbandingan tingkatan korupsi di segala negeri yang diteliti.
Model ditaksir aspek latar balik non- ekonomi menampilkan kalau faktor- faktor ini bersama- sama tidak sukses kurangi korupsi di negara- negara tersebut. Namun pada tingkatan orang, sebagian koefisien signifikan serta bertanda negatif bagi riset lebih dahulu; semacam kebebasan pers serta demokrasi. Terakhir, kami pula berupaya memperkirakan kedua model secara bertepatan. Hasilnya nyaris sama dengan model lebih dahulu.
Interprestasi Hasil
Riset ini menciptakan kalau aspek ekonomi lebih berarti daripada aspek non ekonomi dalam kurangi anggapan tingkatan korupsi di negeri tumbuh. Agama tidak mempunyai pengaruh terhadap nilai- nilai sosial budaya. Jadi pengaruh agama terhadap korupsi tidak signifikan.Â
Standar demokrasi di negara- negara ini pula masih sangat lemah ataupun masih dalam sesi dini, ialah dalam kedudukan demokrasi yang terus menjadi menurun. Teruntuk tingkatan korupsi tidak nampak; Kebalikannya, dia mempunyai ikatan positif dengan korupsi di negara- negara tersebut. Terakhir, namun tidak kalah berarti; Aspek ekonomi berhubungan negatif dengan tingkatan korupsi di negeri tumbuh yang diteliti dalam riset ini.
Simpulan dan Saran
Bersumber pada hasil riset ini, kami menganjurkan hal- hal selaku berikut:
Pemerintah wajib fokus pada aspek ekonomi korupsi; paling utama kebijakan kebebasan ekonomi( ekonomi pasar leluasa) buat mengatur tingkatan korupsi yang dialami.
Kebijakan globalisasi wajib didukung sebab sudah secara signifikan kurangi tingkatan korupsi publik. Pemerintah pula wajib fokus pada perkembangan ekonomi yang hendak tingkatkan pemasukan rata- rata serta dampaknya kurangi korupsi di negeri ini. Kebijakan kebebasan pers wajib didukung penuh buat kurangi paparan korupsi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H