Mohon tunggu...
Satrio YogaPratama
Satrio YogaPratama Mohon Tunggu... Lainnya - Universitas Mercubuana

42321010086 - Dosen pengampu : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak - Desain Komunikasi Visual

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Pencegahan Korupsi, dan Kejahatan Pendekatan Paideia

8 November 2022   12:55 Diperbarui: 8 November 2022   14:29 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Buat menampilkan dengan pas tempat manusia di alam semesta, berarti buat memikirkan dia paling utama merupakan bagian dari totalitas yang lebih kecil, ialah warga ataupun negeri( dalam bahasa Yunani negara- kota, polisi). Oleh sebab itu, manusia sempurna orang Yunani pada dasarnya merupakan makhluk sosial ataupun politik, terikat oleh hukum, yang mengekspresikan sifatnya sendiri, buat melayani komunitas manusia di mana dia berasal. Cita- cita Yunani jadi lebih jelas, bila kita meningkatkan sebagian kata tentang apa yang bukan. Gagasan utama pembelajaran Yunani merupakan humanisme, pembuatan manusia cocok dengan pola manusia umum, serta bukan individualisme ataupun pengembangan leluasa orang dari kecenderungan serta ciri pribadinya. Lebih jauh lagi, cita- cita budaya orang Yunani tidaklah estetis; suatu" kehidupan dalam keelokan" tidaklah tujuan itu sendiri, namun bisa dikatakan kehidupan yang cocok dengan hukum yang mengikat manusia pada tatanan dunia serta warga itu indah. Serta kesimpulannya, tujuan akhir dari paideian tidak teoretis; pengetahuan tidaklah tujuan itu sendiri, namun fasilitas yang membolehkan kita buat memandang cita- cita dengan lebih jelas serta menciptakan jalur mengarah pencapaiannya dengan lebih gampang.

Tesis bawah kedua Jaeger merupakan sejarah orang- orang Eropa serta Eropa dikala ini mempunyai kekerabatan yang mendalam dengan orang- orang Yunani kuno. Jaeger menyebut keluarga ataupun bundaran budaya yang diartikan selaku Helenosentris. Ikatan antara anggotanya merupakan komunitas nilai serta tepatnya terdiri dari sempurna pembelajaran, yang sudah kami uraikan di atas serta yang, terlepas dari seluruh berbagai modifikasi serta diferensiasi ke arah yang berbeda, senantiasa hidup selama sejarah Barat. Tiap kali budaya kita hadapi" krisis", kita merenungkan cita- cita ini, ialah. tentang asal usul Yunani kita, walaupun pemahaman kita tentang latar balik sejarah bisa jadi mempunyai tingkatan kejelasan yang berbeda. Dari retrospeksi yang sangat disadari, arus spiritual yang mengatasnamakan" humanisme" bermunculan; belum lama ini, di atas segalanya, humanisme Renaisans serta humanisme Jerman seputar transisi dari Pencerahan ke Romantisisme.

Refleksi serta orientasi diri semacam itu sangat difasilitasi bila kita mempunyai pengetahuan yang bisa diandalkan secara historis tentang paideian, semacam yang dipraktikkan oleh orang Yunani sendiri. Oleh sebab itu berartinya riset klasik untuk manusia modern. Ini menolong kita menciptakan tempat yang layak dalam hidup dengan melindungi di depan mata kita citra manusia yang sempat kita buat sendiri. Pemakaian instan dari pengetahuan kita tentang orang- orang Yunani, semacam yang ditunjukkan Jaeger, sama sekali tidak mengandaikan kita menghubungkan otoritas atas kepunyaan kita sendiri dengan metode hidup kuno. Cita- cita yang dipinjam tidak sempat asli: tiap orang serta tiap generasi mencari metode hidup mereka, serta bila dengan melaksanakan itu mereka bisa menggunakan serta dalam realitas hidup menyerahkan peninggalan dari masa kemudian mereka, hingga ini merupakan kebetulan sejarah daripada paksaan yang memastikan.

Kepercayaan tidak terdapat rencana berhasil jangka panjang buat pengasuhan keluarga yang bisa dijabarkan tanpa pengetahuan mendalam tentang cita- cita budaya Yunani, berikan novel Jaeger kesedihan moralnya. Jaeger menuduh sejarawan serta filolog dari sekolah yang lebih tua, dalam upaya mereka buat mengklarifikasi masa kemudian, mereka sudah jatuh ke dalam perangkap memandang di era klasik secara eksklusif sepotong sejarah serta dengan demikian mengabaikan berartinya riset kuno buat dunia dikala ini. Saat ini peradaban kita, yang terguncang oleh malapetaka besar, mengecam hendak kehabisan bintang pemandunya sendiri, merupakan tugas arkeologi klasik buat sekali lagi, serta dengan kejelasan yang tajam, menekankan nilai saat ini dari paideia Yunani." Ini merupakan permasalahan tertingginya, serta kelangsungan hidupnya sendiri tergantung pada jawabannya."

Ini merupakan tekad yang tidak signifikan, yang bersinar lewat karya Jaeger. Nyaris tidak salah buat berasumsi Jaeger memandang visi" humanisme ketiga" yang hendak menyelamatkan peradaban kita dari krisis dikala ini, serta menyangka dirinya selaku salah satu pelopornya. Aspirasi serta mimpinya menegaskan 2 orang hebat Jerman yang lain belum lama ini: Nietzsche serta George. Namun tidak semacam mereka, ia tidaklah seseorang pelihat serta penyair, namun seseorang intelektual. Oleh sebab itu, kata- katanya mempunyai universalitas yang lebih besar daripada mereka, serta bukunya jadi sumber pengetahuan yang tidak ternilai apalagi untuk orang yang asing dengan tujuan filosofisnya.

Jelas apa yang sudah dikatakan novel Jaeger, walaupun ialah pencapaian paling tinggi yang tidak terbantahkan, merupakan karya yang sangat menantang. Kami di mari hendak masuk ke dalam perselisihan yang bisa jadi pada kepercayaan Jaeger pada berartinya riset klasik buat humanisme baru. Dialog tentang perihal ini merupakan penyelesaian antara pemikiran hidup yang berbeda, serta hasilnya tidak pengaruhi anggapan kita tentang nilai faktual karya Jaeger. Di sisi lain, singkatnya, kita wajib menunggu polemik seputar novel ini, yang bisa diputuskan secara ilmiah. Perselisihan ilmiah ini bisa dipecah jadi 2 kelompok: yang berkaitan dengan pemikiran Jaeger tentang era kuno Yunani itu sendiri serta yang berkaitan dengan tesisnya tentang afiliasi budaya kita dengan Yunani. Pertanyaan- pertanyaan dalam kelompok kedua ini pasti saja lebih periferal dalam kaitannya dengan pokok bahasan novel, namun mempunyai kepentingan yang signifikan dari sudut pandang metodologi serta filosofi historiografi.

Telah jadi watak dari hal- hal yang presentasi subjek yang komprehensif serta bersama kabur semacam yang diseleksi Jaeger wajib memakai skema tertentu, bila mau menjauhi bahaya tersesat di lautan perinci tanpa konteks yang nampak. Gagasan ditaksir tentang apa prinsip- prinsip konstruktif dalam Jaeger membagikan sketsa kami di atas tentang pemikirannya tentang pengasuhan serta cita- cita di Yunani. Namun jelas pemakaian konstruksi skema berhubungan dengan bahaya yang bertentangan dari pencetakan substansi sejarah dalam wujud yang sangat menyimpang dari yang sesungguhnya buat diucap apa juga tidak hanya distorsi. Memanglah, dalam kondisi ilmu sejarah dikala ini, nyaris tidak bisa jadi buat, secara totalitas, berlawanan dengan apa yang dibenarkan dalam pemikiran bawah Jaeger tentang subjeknya. Namun mungkin besar keberatan yang beralasan bisa ditunjukan terhadap kesetiaan pada realitas dalam interpretasi Jaeger tentang perinci sejarah. Buat sebagian pemesanan semacam itu, kami mempunyai alibi buat kembali di postingan berikutnya. Cuma satu perihal yang bertabiat lebih universal yang wajib ditunjukkan secara pendek di mari.

Perihal ini menampilkan Jaeger mendasarkan pemikirannya tentang paideia Yunani nyaris secara eksklusif pada sumber- sumber sastra. Dalam karya besar, yang membagikan cerminan yang luar biasa rinci tentang kehidupan budaya Yunani, pembaca bisa mendapatkan sangat sedikit tentang arsitektur, arca, ataupun lukisan di Yunani. Jaeger tidak menganggapnya selaku ekspresi kesaksian dari ilham Paideian. Ia yakin pemikiran ini bersamaan dengan metode berpikir Hellenic, yang, bagi ia, berikan arca ataupun lukisan paling utama tugas dekoratif serta seni cuma puisi signifikansi pembelajaran. Pemikiran ini sangat kontras dengan apa yang sempat begitu diilhami oleh Winckelmann serta Goethe serta yang hidup dalam wujud konsepsi estetika yang tersebar luas tentang budaya Yunani kuno. Susah dipercaya tidak hanya banyak sarjana mau menentang tesis Jaeger" sejarah budaya Yunani pada dasarnya bersamaan dengan sastra Yunani."

Menulis sejarah bisa berbentuk 3 perihal: mendeskripsikan kenyataan dari masa kemudian sesuatu bangsa, menarangkan kenyataan bersumber pada prinsip psikologis serta sosiologis, ataupun menguasai kenyataan bersumber pada nilai- nilai( cita- cita) yang memastikan aspirasi serta kegoyahan bangsa. Penggambaran Jaeger pada dasarnya merupakan dari tipe ketiga. Ia mau mengajar kita buat" menguasai" orang Yunani sebagaimana mereka menguasai diri mereka sendiri. Ia yakin ini bisa jadi sama sekali cuma sebab kita sendiri mempunyai komunitas nilai dengan Yunani, budaya kita merupakan Helenosentris. Dia berpolemik melawan konsepsi historis- filosofis( sadar ataupun tidak sadar), yang mengabaikan keadaan tersebut serta mengaburkan batasan antara, di satu sisi, historiografi" positif" serta" antropologis", yang bisa menjadikan budaya serta ras apa juga selaku objeknya., serta di sisi lain, uraian ilmu sejarah, yang untuk kita tidak bisa menjangkau melampaui kerangka Helenosentris.

Refleksi sejarawan hebat tentang filosofi subjeknya sendiri nyaris senantiasa menarik serta Jaegers tidak terkecuali dalam aturannya. Tetapi, orang bisa jadi bertanya apakah batas Helenosentrisnya dalam menguasai ilmu sejarah tidak didasarkan pada dogma" sejarah" yang tidak berkepanjangan. Aku tidak hendak masuk ke persoalan di mari, namun hendak puas dengan anjuran perspektif filosofis sejarah Jaeger bisa jadi hendak teruji jadi titik dini yang berterima kasih buat kritik serta polemik. " Paideia merupakan tentang gimana orang Yunani menciptakan kosmos ataupun tatanan dunia yang sah serta dengan demikian meletakkan bawah untuk sains. Dan mengecek apa yang diucap siaran budaya- historis kalangan Sofis serta kelanjutannya dalam konsepsi Plato tentang moralitas, hukum, serta negeri. Dengan demikian bisa melukiskan cerminan yang lebih jelas tentang humanisme Yunani. Sejarawan kerap bertanya- tanya filsafat Yunani diawali selaku semacam ilmu primitif.

Pemikir sangat dini diucap" pakar meteorologi", berarti manusia yang melaksanakan hal- hal besar.  Sofis kerap dikira pelopor dalam pemikiran teoretis tentang permasalahan manusia, serta awal kali Platon memperkenalkan rerangka filsuf. Tetapi, cerminan tradisional tentang timbulnya filsafat merupakan ilusi. Perihal ini timbul sebab riset tentang sejarah pemikiran sudah diisolasi dari riset tentang fenomena budaya yang lain. Bila kita memandang hal- hal dalam konteks, semacam yang Jaeger jalani di" Paideia", kita memperoleh cerminan baru serta lebih akurat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun