Mohon tunggu...
Satria Sukmanegara
Satria Sukmanegara Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Bohongan

Larangan adalah perintah, bercerita tanpa batas

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen "Diploma Mimpi, Gelar Luka" Karya Satria Sukmanegara

3 September 2024   04:18 Diperbarui: 3 September 2024   04:47 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Udara kampus terasa menyesakkan, bukan karena panasnya mentari, melainkan karena beban mimpi yang tak kunjung terwujud. Di antara deretan gedung megah dan taman yang terawat, tersimpan derita para mahasiswa. Mereka terjebak dalam pusaran harapan dan kenyataan yang tak sejalan, merangkak di lorong mimpi yang berujung pada kekecewaan.

"Lulus kuliah? Kapan?" tanya Rini, seorang mahasiswi semester akhir, suaranya bergetar kecewa, menyertakan sedikit sarkasme.

"Ya, kapan lagi? Kan sudah mendekati wisuda. Diploma sudah di depan mata," jawab Dina, sahabat Rini, nada suaranya mendatar, tanpa semangat.

Mereka berdua sedang duduk di bangku taman, memandang bangunan kampus yang megah, menyerupai istana dari jauhan. Namun, di balik kemegahan itu, tersembunyi kesedihan dan kekecewaan yang menyelimuti hati para mahasiswa.

"Diploma itu hanya sepotong kertas," lanjut Rini, suaranya mengalun sedih, "Tapi di balik kertas itu, tertanam mimpi dan harapan yang tak terwujud. Diploma menjadi beban, bukan penghasil kebahagiaan."

"Diploma mimpi, gelar luka," gumam Dina, nada suaranya menyertakan sedikit kepahitan.

"Aku bermimpi untuk mendapatkan pekerjaan yang baik setelah lulus," lanjut Rini, "Tapi kenyataannya, banyak perusahaan yang mencari pengalaman kerja, bukan hanya gelar akademis. Diploma mimpi menjadi beban yang berat untuk ku bawa."

"Aku pun begitu," jawab Dina, "Aku bermimpi untuk membantu keluarga dengan penghasilan yang baik. Tapi di luar sana, terbentang jurang kesulitan yang menghantui para sarjana pengangguran."

Mereka berdua menatap ke atas, menatap langit yang mulai berwarna senja, merangkum kekecewaan yang terpendam dalam hati mereka.

"Diploma yang kita perjuangkan dengan keras dan berkorban banyak waktu dan tenaga justru membawa luka yang mendalam," ujar Rini, suaranya mengalun sedih.

"Kuliah bukanlah jalan mudah untuk mencapai sukses," jawab Dina, "Tapi, kuliah juga bukan jalan buntu yang hanya membawa kekecewaan."

"Mungkin kita harus mencari jalan lain, mencari cara baru untuk menjawab tantangan yang ada di depan mata," kata Rini, suaranya menyertakan sedikit harapan.

Mereka berdua berdiri, menatap bangunan kampus dengan pandangan yang berbeda. Di balik kekecewaan dan kepahitan, tersembunyi semangat untuk mencari jalan keluar.

Mereka mengerti bahwa diploma bukanlah segalanya. Diploma hanya alat, bukan tujuan akhir. Mereka harus mencari cara untuk menjawab tantangan yang ada di depan mata, mencari cara untuk memanfaatkan ilmu yang mereka peroleh untuk membangun masa depan yang lebih baik.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun