Walapun penulis mengakhiri kisah dua sejoli dengan tragis, namun akhir kisahnya bukan yang terbaik. Sebuah akhir yang menurut saya sangat mudah untuk ditebak. Permasalahan konflik dalam ceritanya tidak begitu berwarna, kisah cinta yang diceritakan dialami oleh Asmi dan Daro hanya berputar pada tentangan adat karena status sosial. Konflik yang tidak berkembang membuat imajinasi saya ketika membaca tidak melayang. Hal ini mengubur gairah saya untuk menebak-nebak kejadian apa yang akan terjadi selanjutnya.
Namun, isi cerita yang sederhana ini justru sangat cocok dibaca di kala kita duduk ditepi pantai. Novel ini sangat saya rekomendasikan untuk teman-teman yang menyukai bacaan yang tidak terlalu berat dan rumit. Penggambaran latar cerita berhasil penulis sampaikan dengan detil, meskipun ada sedikit kontradiksi dalam penggambaran tokoh Asmi. Dikisahkan bahwa tokoh Asmi suka nongkrong dipinggir jalan dengan remaja tanggung. Hal yang tentunya bertentangan dengan profesi Asmi sebagai guru PNS. Gaya penulis dalam menyampaikan ceritanya, membuat pembaca lebih mudah memahami isi cerita dan pesan yang coba disampaikan oleh penulis. Pengangkatan latar kultur lokal masyarakat Bulukumba dipadukan dengan nilai-nilai tradisi memberi wawasan baru bagi pembacanya. Novel ini juga menggunakan banyak istilah daerah, seperti appatumbu, ruang pulo, tetta, dan nipakasiri. Membuat suasana cerita semakin dekat dengan setting latarnya.
Alur yang penulis kembangkan dalam novelnya adalah alur maju, Penulis mengurutkan kronologi ceritanya mulai dari awal mula kedekatan tokoh utama, dilanjutkan ketika tokoh utama berhasil mendapatkan hati gadisnya, lalu kisah romansa pasangan baru, mendapat hukuman adat, dan pada akhirnya memenuhi takdir masing-masing. Sudut pandang yang disuguhkan oleh penulis adalah sudut pandang orang ketiga. Dengan ditandai dengan penyebutan nama, dia, ia, atau mereka.
Novel Cinta Anak Karaeng secata keseluruhan layak untuk dibaca, cerita yang sederhana dengan latar yang kuat dan nuansa adat yang kental membuat kita dibawa seolah mengikuti plot cerita yang penulis buat. Susunan kata dan gaya bahasa penulis dalam novel ini mampu menyihir pembaca untuk menuntaskan bacaannya. Isi cerita yang tidak terlalu berat dipadukan dengan jumlah halaman yang tidak terlalu banyak, membuat novel ini cocok dibaca sambil minum kopi di sore hari. Cinta Anak Karaeng merupakan novel yang masuk untuk bebagai berbagai kalangan. Namun, saya rasa pemuda dan remaja akan sangat cocok dengan jalan cerita cinta yang dibawakan di novel ini. Novel ini mengisahkan tentang asmara dan perbedaan kasta, justru dekat dengan kisah percintaan remaja saat ini. Isi Cerita yang seolah berlatar pada masa lalu, namun nyatanya kejadian serupa sering terjadi pada masa kini. Semakin membuat pembaca mampu berimajinasi dengan memposisiskan dirinya seperti tokoh Daro dalam cerita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H