Transformasi Prabu mencerminkan kesadaran bahwa masalah lingkungan, khususnya persampahan, adalah isu yang kompleks dan saling terkait.
"Lihat saja kasus sampah yang menumpuk di Sungai Cikarang Bekasi Laut (CBL)," Carsa menunjuk ke arah timur. "Ini bukan hanya masalah di hulu, tapi mencerminkan sistem yang tidak beres dari hulu ke hilir."
Prabu kini aktif dalam berbagai bidang perjuangan. Mereka menjalankan kampanye anti pembuangan sampah liar, melakukan edukasi pemilahan sampah, serta melakukan perjuangan untuk perbaikan sistem pengelolaan sampah di tingkat kabupaten. Tak kalah penting, mereka memperjuangkan hak untuk meningkatkan kesejahteraan dari para pelaku di sektor persampahan.
Lebih dari sekadar menangani masalah sampah, Prabu PL juga berusaha menumbuhkan kembali kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya.
"Kesibukan hidup modern telah mengikis nilai-nilai seperti gotong royong dan guyub rukun," ujar Carsa.
Lebih lanjut ia memgatakan, kami ingin menghidupkan kembali rasa bangga terhadap kearifan lokal desa. Karena dari desalah kita mulai berperan dalam kelestarian Nusantara.
Semangat ini tercermin dalam jargon Prabu yang berbunyi: "Menjaga Alam Desa, Awal Menjaga Alam Nusantara." Slogan ini menjadi pengingat bahwa perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil di tingkat lokal.
Senja mulai turun di TPA Burangkeng, namun semangat Prabu tak pernah surut. Mereka terus bergerak, mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan perubahan. Prabu mungkin telah berubah dari definisi awalnya, tapi esensinya tetap sama: menjadi pelopor perubahan demi lingkungan yang lebih baik, dimulai dari desa mereka sendiri dan menyebar ke seluruh Nusantara. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H