Pada kesempatan kali ini saya, Satria Pradana dari program studi Teknik Sipil Fakultas Teknik beserta anggota kelompok saya, Umarul Kafianto dari program studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Bisnis, dan Aulia Kyarahanna Setyawan dari program studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya telah melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata. Artikel ini bertujuan untuk memberikan opini mengenai program kerja yang telah kami jalani bersama.
Inovasi dan teknologi terus memainkan peran vital dalam peningkatan produksi dan efisiensi di berbagai sektor, termasuk kerajinan tradisional. Desa Centong, melalui program Kuliah Kerja Nyata (KKN) yang diinisiasi oleh mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya, telah membuktikan bahwa teknologi tepat guna dapat membawa perubahan signifikan dalam produksi anyaman tampah bambu. Pengalaman Pak Suwaji, seorang pengrajin tampah yang telah bertahun-tahun berkecimpung dalam profesi ini, menjadi saksi nyata bagaimana alat pembelah bambu 16 mata pisau dan cairan semprot anti-jamur mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil kerajinan mereka.
Alat pembelah bambu dengan 16 mata pisau merupakan contoh konkret bagaimana teknologi sederhana namun efektif dapat merubah proses produksi. Sebelum alat ini diperkenalkan, membelah bambu menggunakan parang adalah proses yang memakan waktu dan tenaga. Dengan alat baru ini, waktu dan tenaga yang diperlukan untuk membelah bambu berkurang drastis, sementara hasil potongan bambu menjadi lebih seragam dan berkualitas tinggi. Efisiensi ini tidak hanya mempercepat proses produksi tetapi juga meningkatkan kapasitas produksi, yang pada akhirnya akan memberikan dampak ekonomi positif bagi para pengrajin.
Selain itu, pengenalan cairan semprot anti-jamur telah membawa perbaikan signifikan dalam menjaga kualitas dan daya tahan produk tampah. Metode tradisional yang digunakan oleh Pak Suwaji dan istrinya, yaitu memanggang bambu untuk mencegah jamur, hanya memberikan solusi sementara. Dengan cairan anti-jamur, tampah menjadi lebih tahan lama dan bebas dari masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh jamur. Ini tidak hanya meningkatkan nilai jual tampah tetapi juga memberikan jaminan kualitas bagi konsumen.
Penting untuk diingat bahwa inovasi ini tidak hanya membawa keuntungan ekonomi bagi pengrajin tetapi juga melestarikan warisan budaya lokal. Dengan teknologi yang tepat guna, kerajinan tradisional seperti anyaman tampah bambu dapat bertahan dan berkembang di tengah perubahan zaman. Inisiatif dari mahasiswa KKN UNTAG ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara akademisi dan masyarakat dapat menghasilkan solusi praktis yang berdaya guna tinggi.
Namun, tantangan ke depan tetap ada. Penyuluhan dan pelatihan berkelanjutan diperlukan agar lebih banyak pengrajin di Desa Centong dan daerah lain dapat mengadopsi teknologi ini. Selain itu, akses terhadap bahan dan peralatan berkualitas harus dijamin agar inovasi dapat terus berlanjut dan memberikan manfaat jangka panjang.
Secara keseluruhan, Desa Centong telah menunjukkan bahwa dengan sedikit bantuan teknologi dan inovasi, produksi anyaman tampah dapat ditingkatkan secara signifikan. Inisiatif ini patut dicontoh oleh daerah lain yang memiliki potensi kerajinan serupa. Dengan semangat kolaborasi dan pembaruan, warisan budaya dapat terus hidup dan berkembang, memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang luas bagi masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H