Mohon tunggu...
Nanang Setiawan
Nanang Setiawan Mohon Tunggu... PNS -

Seorang pria dengan leukemia. Seorang manusia dengan cita-citanya.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Menjawab Ayah

28 Juli 2016   17:03 Diperbarui: 29 Juli 2016   12:01 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya mungkin tidak pernah menyangka karena sampai sekarang masih ada dua pertanyaan nakal dalam hati saya. Pertama, tahun 2014 saya pernah berkunjung ke salah satu perusahaan farmasi untuk menjalankan tugas audit, Perusahaan itu sendiri notabene adalah produsen obat dan importir imanitib yang diberi merk Glivec. Saat itu saya diberikan penjelasan sekilas bahwa Glivec merupakan obat untuk kanker darah atau leukemia. 

Saya berlagak mafhfum walau selama ini saya hanya tahu tentang leukemia di televisi. Ya kadang-kadang sekilas di tayangan sinetron Indonesia yang dengan mudahnya seseorang terkena leukemia atau tiba-tiba tertabrak mobil dan amnesia atau meninggal dan tiba-tiba beberapa waktu kemudian muncul saudara kembarnya. #curhat. 

Dan pertanyaan kedua adalah alasan atas pertanyaan pertama "Dari banyaknya orang di Indonesia, kenapa saya yang terkena Leukemia? Why me??". 

Sesuatu hal yang tidak pernah saya banggakan menjadi salah satu pengidap penyakit yang langka. Untungnya saya tidak hidup di dunia sinetron yang penuh drama. Penyakit datang kepada kita semua baik beriman maupun tidak beriman. Seperti halnya umur dan rejeki. Karena memang Tuhan tak pilih kasih bukan?

Saat ini adalah masa saya (ingin) menikmati penyakit saya, walau sebetulnya juga belum ikhlas-ikhlas bener. Wajar menurut saya, walaupun ada yang menyarankan saya untuk lebih banyak istighfar (maturnuwun sarannya). Saya sendiri baru menjalani terapi kemo sitostatika dengan Glivec selama 27 hari, mungkin di lain tulisan akan saya ulas bagaimana hasilnya. 

Balik lagi ke judul di atas, kejadian ini bermula saat saya pulang kampung ke Blora dalam rangka libur lebaran. Ketika saya sudah merasa siap untuk memulai pengobatan saya. Menjawab beberapa pertanyaan dan menceritakan beberapa kemungkinan kepada beberapa orang tersayang termasuk ayah dan ibu. 

Kabarnya 5 tahun adalah kemungkinan yang terbaik. Ayah saya yang terlihat benar-benar sedih. My 74 yrs old dad. Survival dan pasien hepatitis kronis dan kerusakan saluran pencernaan. Yang pernah divonis tak melebihi sekian bulan oleh dokter. Yang sekarang sedang menjalani sekian tahun kehidupannya yang lumayan bahagia. 

Saya sedih melihat ayah saya menangis saat saya pura-pura tertidur, mungkin karena dia telah menguburkan tiga anaknya dan karena saya bercerita apa kata dokter tentang peluang hidup saya. 

Akhirnya keesokannya setelah didahului prolog, ayah saya bertanya, "Menurut kamu gimana le? Kamu siap?". 

Saya jawab kira-kira seperti ini "Siap ayah, karena dengan mengetahui sisa hidupku ini, aku akan lebih mencintai hidup dan kehidupan, aku akan lebih siap dan mempersiapkan, karena pada dasarnya aku lahir untuk "tinggal" dan meninggalkan". (tentu di tulisan ini kalimatnya saya buat lebih dramatis, padahal saya ngakunya tidak hidup di dunia drama ya?). 

Sontak wajah ayah terlihat menyeringai dan tersenyum, dia mungkin lebih mengerti dan sedikit lega. Saya paham, hidup bukan tentang apa yang kita hadapi, tapi bagaimana kita menghadapinya. Bukan sekedar matematika, tapi lebih ke fisika dan biologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun